Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utama
JAKARTA, KOMPAS.TV - Polisi menyebut dendam sebagai salah satu motif tindakan pelaku peledakan SMA Negeri 72. Sementara asal bahan peledak yang digunakan anak berkonflik dengan hukum itu masih didalami.

Ledakan di SMAN 72 meninggalkan dampak mendalam bagi siswa, guru, seluruh pekerja di lingkungan sekolah, maupun orang tua siswa.

Selain luka fisik yang diderita, trauma pun menjadi PR yang kini harus ditangani dengan seksama.

Sementara pelaku yang juga merupakan seorang siswa kini masih dirawat intensif.

Polisi pun masih menunggu kondisi pelaku membaik untuk meminta keterangan lebih lanjut.

Namun dari penyelidikan yang telah dilakukan, pelaku ledakan SMAN 72 disebut terpengaruh dari konten kekerasan yang dilihatnya di internet.

Anak berkonflik dengan hukum itu juga disebut memiliki dendam yang kemudian mendasari tindakannya itu.

Sementara terkait penindakan proses hukum untuk pelaku masih dibicarakan antara KPAI dengan Polda Metro Jaya.

KPAI berharap proses hukum dapat mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Aksi anak berkonflik dengan hukum yang terlibat dalam peledakan di SMAN 72 disebut murni karena kriminal umum dan tidak terkait dengan jaringan apa pun.

Ada beragam dugaan motif, yang terbaru disebut-sebut karena motif dendam.

Untuk membahas tentang hal itu, kami akan berbincang dengan psikolog forensik sekaligus konsultan Yayasan Lentera Anak, Reza Indragiri.

Baca Juga Turun Tangan, KemenPPPA Fokus Pendampingan Psikologis Korban Ledakan SMAN 72 | KOMPAS SIANG di https://www.kompas.tv/regional/630270/turun-tangan-kemenpppa-fokus-pendampingan-psikologis-korban-ledakan-sman-72-kompas-siang

#ledakansman72 #sman72jakarta #korban

Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/regional/630346/full-analisis-psikolog-forensik-reza-indragiri-soal-dugaan-motif-dendam-di-balik-ledakan-sman-72
Transkrip
00:00Saudara polisi menyebut dendam sebagai salah satu motif tindakan pelaku peledakan SMA Negeri 72.
00:10Sementara asal bahan peledak yang digunakan anak berkonflik dengan hukum masih didalami.
00:20Ledakan di SMA N72 meninggalkan dampak mendalam bagi siswa, guru, serta seluruh pekerja di lingkungan sekolah maupun orang tua siswa.
00:30Selain luka fisik yang diderita, trauma pun menjadi PR yang kini harus ditangani dengan seksama.
00:36Sedangkan pelaku yang juga merupakan seorang siswa kini masih dirawat intensif.
00:41Polisi pun masih menunggu kondisi pelaku membaik untuk meminta keterangan lebih lanjut.
00:46Namun dari penyelidikan yang telah dilakukan, pelaku ledakan SMA N72 disebut terpengaruh dari konten kekerasan yang dilihatnya di internet.
00:53Anak berkonflik dengan hukum itu juga disebut memiliki dendam yang kemudian mendasari tindakannya itu.
01:00Dari awal tahun yang bersangkutan sudah mulai melakukan pencarian-pencariannya.
01:10Ketika tadi disebutkan Pak Dekrim Om, merasa perasaan merasa tertindas, merasa kesepian, tidak ada harus menyampaikan kepada siapa.
01:26Lalu yang bersangkutan juga memiliki motivasi dendam, dendam terhadap beberapa perlakuan-perlakuan terhadap yang bersangkutan.
01:39Nah disini dia mencoba untuk mencari bahkan di situs website bagaimana orang-orang itu meninggal dunia.
01:53Sementara terkait proses hukum untuk pelaku, masih dibicarakan antara KPAI dengan Polda Metro Jaya.
02:00KPAI berharap proses hukum dapat mengacu pada Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak.
02:09Yang berliputan Kompas TV.
02:14Saudara peristiwa yang terjadi di SMA N72 mengingatkan kembali pada sejumlah peristiwa ledakan yang terjadi di Indonesia.
02:22Berikut diantaranya.
02:23Pada 12 Oktober 2002, bom Bali atau yang kemudian dikenal sebagai bom Bali II mengguncang kawasan Kota Bali.
02:34Saat itu pelaku menggunakan bom mobil dan bom rompi.
02:37Sementara di tanggal 5 Agustus 2003, bom kembali mengguncang hotel di GW Marriott.
02:44Pelaku menggunakan bom mobil dengan alat kontrol berupa remote.
02:47Sementara saudara di tanggal 1 Oktober 2005, bom kembali mengguncang Bali.
02:54Saat itu peristiwa kemudian dikenal sebagai bom Bali II terjadi di Kota dan Jimbaran.
03:00Pelaku menggunakan bom rompi.
03:03Kemudian saudara di tanggal 17 Juli 2009, bom mengguncang hotel Ritz-Carlton dan GW Marriott di kawasan Megakuningan, Jakarta.
03:11Pelaku menggunakan bom di dalam tas.
03:14Sementara pada tanggal 15 April 2011, bom mengguncang Masjid Adzikro, Cirebon, Jawa Barat.
03:27Alat peledak yang digunakan yakni bom di tas pinggang.
03:30Sedangkan di tanggal 14 Januari 2016, peristiwa pengeboman mengguncang pusat Ibu Kota.
03:36Peristiwa ini dikenal sebagai bom sarinah yang disebabkan oleh bom yang terdapat dalam mobil dan juga pos polisi.
03:44Kemudian di tanggal 28 Maret 2021, bom mengguncang gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, pelaku menggunakan bom panci.
03:53Di tanggal 7 Desember 2022, ledakan terjadi di Polsek Astanyar, Bandung, Jawa Barat.
04:00Alat yang digunakan juga adalah bom panci.
04:02Saudara aksi anak berkonflik dengan hukum yang terlibat dalam peledakan di SMA Negeri 72 disebut murni karena kriminal umum dan tidak terkait dengan jaringan apapun.
04:16Ada beragam dugaan motif yang beredar dan yang terbaru disebut-sebut karena motif dendam.
04:22Untuk membahas tentang hal ini kita akan berbincang dengan psikolog forensik sekaligus konsultan yayasan Amril Reza, konsultan yayasan hentera anak maksud kami Reza Indragiri.
04:35Selamat siang Mas Reza.
04:38Mas Reza, ini kalau kita lihat pola ledakan di SMA Negeri 72, bagaimana pendapat Anda dan apakah memang ini bisa dilakukan seorang siswa SMA, seorang diri?
04:50Pertama, kita sepertinya mengalami bias.
04:54Jadi setiap kali ada peristiwa atau insiden yang terjadi ledakan akibat bom, proses berpikir kita langsung begitu cepat menyimpulkan bahwa ini ada sangkut-pautnya dengan teroris.
05:05Namun beruntung bahwa Kapolri Generalist Yosigit yang kemudian digarisbawahi ulang oleh Polda Metro Jaya menyebut peristiwa di sekolah ini tidak ada sangkut-pautnya dengan teror, tetapi boleh jadi berangkat dari konflik personal atau konflik pribadi antara siswa tersebut dengan pihak-pihak lain.
05:23Nah pertanyaan apakah ini bisa dilakukan oleh seseorang, sendirian saja, tanpa ada komplotan, tanpa ada pengaruh pihak lain, bisa saja.
05:31Karena itu kita perlu paham bahwa seseorang untuk menjadi pelaku kejahatan, apa saja jenis kejahatan, termasuk menggunakan bahan produk seperti ini, bisa berangkat dari mekanisme belajar sosial.
05:43Artinya dia melakukan pengiruan, apa yang disimak, apa yang ditonton, apa yang diberitakan, apa yang diindera, itu bisa saja kemudian mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan serupa.
05:57Mas Reza, kalau kita lihat ada pola, apakah mungkin dia mengikuti pola-pola yang pernah ada, apakah memang pernah ada kejadian ledakan bom dengan pola yang sama, terutama menggunakan metode dan bahan peledak yang sama juga?
06:11Sampai sekarang sebetulnya saya masih bertanya-tanya, pemilihan waktu jam segitu dan di tempat seperti itu, ini muatannya simbolik atau lebih karena pertimbangan taktik?
06:23Kalau kita berspekulasi ada muatan simbolik, makanya masuk akal pula kalau kemudian kita beranggapan jangan-jangan ada sistem nilai tertentu, ada keyakinan-keyakinan tertentu yang mewarnai alam berpikir murid tersebut,
06:37sehingga melakukan kejahatan yang sedemikian terencana.
06:42Tapi sebaliknya kalau kita memandang ini lebih karena pertimbangan taktik, maka kita memandang bahwa siswa tersebut menjadikan hari tersebut dan di lokasi semacam itu sebagai tempat dia beraksi,
06:55lebih karena berangkat dari pemikiran bahwa dengan sekali gebrak akan sekian banyak korban bisa berserat.
07:01Berarti memang si anak yang berkonflik dengan hukum ini sudah mempertimbangkan bahwa memang baik itu tadi ada taktiknya atau rencananya,
07:11memang sudah dipikirkan sehingga akhirnya terjadilah kejadian yang kemarin itu Mas Reza?
07:15Kita tentu bersepakat ini adalah yang boleh buat kita menyebutnya sebagai kejahatan yang berencana.
07:22Walaupun sebetulnya untuk kasus-kasus pidana yang dilakukan oleh anak kita lebih tepat menggunakan istilah kenakalan,
07:29tapi dengan bobot yang sedemikian besar tampaknya tidak keliru juga kalau kemudian kita gunakan kata kejahatan.
07:34Sekali lagi kejahatan berencana.
07:35Kirinya apa? Dalam kejahatan berencana pelaku sudah mempertimbangkan atau memerikulkan adanya target, insentif, sumber daya, dan risiko.
07:47Perkiraan saya empat unsur ini juga sudah masuk dalam kalkulasi ABH tersebut.
07:52Sehingga sekali lagi ini bukan kejahatan spontan, bukan sebuah aksi yang berlangsung sekonyong-konyong tetapi merupakan aksi yang sifatnya berencana.
08:02Salah satu dugaan motif yang beredar dan menjadi perbincangan adalah karena konten kekerasan di internet.
08:10Lalu seberapa besar sebenarnya pengaruh antara tontonan terhadap perilaku seseorang?
08:14Mau itu menonton ataupun mungkin menggunakan game seperti itu, Mas Reza?
08:19Tadi saya nyatakan bahwa ada mekanisme belajar sosial atau peniruan yang kemudian kita anggap bisa saja berlangsung pada diri ABH ini.
08:27Itu namanya semua musabah mengapa dia melakukan tindakan kekerasan sedemikian rupa.
08:31Tetapi bagi saya penjelasan tentang tayangan-tayangan kekerasan tidak memadai untuk menjelaskan duduk persoalan ini secara lebih komprehensif.
08:41Karena mari kita bayangkan ada 1 juta murid yang hari ini menonton konten kekerasan.
08:48Pasti tidak serta-merta 1 juta murid itu esok hari akan melakukan kekerasan.
08:52Jadi disambil faktor eksternal, entah itu media sosial atau apapun namanya, disambil faktor eksternal sesungguhnya ada faktor internal yang sangat berpengaruhi, yang sangat dominan, yang sangat menentukan.
09:04Apakah pada akhirnya seseorang yang menonton tayangan kekerasan akan melakukan atau tidak melakukan kekerasan?
09:09Nah sampai hari ini kalau kita berbincang tentang faktor internal yang mungkin berada pada diri ABH tersebut, memang penjelasannya belum mencapai kesepakatan ya menurut saya antar lembaga.
09:22Contoh, dari Polda Metro Jaya menyebut ini barangkali bersangkut paut dengan perlakuan yang tidak tepat, yang saya bayangkan selaras dengan perkataan Kapolri, ini bersangkut paut dengan perundungan.
09:33Sementara kemarin, di Sampah Malam Kompas TV sempat saya berbincang dengan salah seorang komisioner KPI, yang menyebut bahwa ini boleh jadi bersangkut paut dengan pola pengasuhan yang tidak adekuat atau tidak optimal.
09:45Nah tinggal lagi bagaimana kemudian kita memposisikan masing-masing faktor tersebut, sehingga terbangunlah sebuah narasi yang utuh dan narasi yang otentik sesuai dengan kondisi anak tersebut.
09:57Mas Reza, kalau tadi sempat ditekankan bahwa lebih kepada faktor internal, apakah itu dendam karena mungkin perundungan atau mungkin karena pola asu.
10:08Lalu, apa dorongan sehingga akhirnya ABH ini kemudian melakukan tindakan meledakan bom di sekolah, apakah memang bisa melakukan sejauh ini karena rasa sakit hati tadi?
10:21Saya selalu berasumsi bahwa korban perundungan tidak hanya mengalami victimisasi tunggal, tapi dia mengalami victimisasi majemuk.
10:33Victimisasi pertama bermula ketika dia mendapatkan perlakuan yang katakanlah tidak menyenangkan dari teman-temannya.
10:38Berlanjut, ketika kemudian anak mencoba mengadukan masalahnya ke sekolah atau ke rumah, justru pihak-pihak yang semestinya memberikan pertolongan justru memberikan hujangan-hujangan yang semakin memojokkan anak.
10:51Katakan, maafkan saja, tetap mencoba bersabar, terus berteman, waktunya akan mengobati lukamu.
10:58Kalimat-kalimat yang terdengar indah itu justru merupakan cerminan victimisasi kedua yang diterima oleh si anak.
11:04Anak kemudian berlanjut mencoba melapor ke polisi karena meyakini bahwa polisi adalah sahabat anak.
11:12Namun tanggapan sebagian polisi barangkali justru menolak dengan mengatakan laporan di polisi sudah menumpuk, ini masalah pertemanan biasa, silakan selesaikan masalah Anda sendiri.
11:23Tanpa sadar, otoritas penegasan hukum ternyata juga bisa melakukan victimisasi ketiga.
11:29Victimisasi majemuk membuat anak akhirnya tersadar dan menarik simpulan bahwa saya memang hidup sendirian.
11:34Saya berhadapan dengan permasalahan ini seorang diri, tidak ada yang bisa memberikan bantuan dan saya pula yang harus menyelesaikannya.
11:41Menyelesaikannya dengan cara apa?
11:42Karena gumpalan, kesedihan, kepedihan, ketakutan, dan kemarahan itu sudah sedemikian tebal,
11:48maka cara mengomensasikannya, cara menyelesaikannya adalah dengan melakukan kekerasan yang bobotnya setara dengan penderitaan yang kadung dialami oleh si anak.
11:57Jadi apakah mungkin seorang anak melakukan kekerasan sedikian dahsyat?
12:02Jawabannya ya, bisa saja.
12:05Lalu kemudian terkait dengan bahan-bahan peledak yang kemudian didapatkan, apakah memang ada pengawasan yang kurang di sana?
12:12Atau memang dia memiliki cara-cara tertentu?
12:14Oh, saya bisa mungkin membelinya dari toko-toko material kah?
12:19Atau toko online kah?
12:21Seperti apa, Mas?
12:23Jangan salah kaprah, kita tidak sedang bergincang tentang seorang anak yang katakanlah bodoh atau yang kecerdasannya di bawah.
12:29Kesanggupan dia untuk melakukan perbuatan sedemikian rupa, secara gentil harus kita akui,
12:34ini sesetulnya merupakan refleksi dari kecerdasan anak.
12:36Namun sayang, kecerdasan itu terbangun lewat proses belajar yang tampaknya tidak begitu tepat.
12:44Bahwa alih-alih menyalurkan energi yang dia punya, alih-alih menemukan solusi yang jitu untuk mengatasi persoalannya,
12:51dia justru menempuh jalan yang salah, mendapatkan pasokan informasi yang tidak tepat,
12:56sehingga melakukan kekerasan sebagai bentuk ekspresi kecerdasan,
13:00sekaligus maaf sebagai bentuk penyelesaian masalah yang akhirnya dia pilih.
13:05Dari Pondometri Jaya dikatakan bahwa panun peledak yang dia gunakan tergolong low explosive.
13:12Saya bayangkan material untuk pembuatan low explosive relatif bisa didapat di banyak tempat.
13:20Mas Reza, lalu memang kita kan berharap tidak ada yang mengikuti,
13:24namun kan remaja ini kan masih berkembang seperti itu ya, dia masih mencari jati diri.
13:29Agar tidak terjadi lagi di kemudian hari, tidak ada yang mencontoh hal serupa, apa yang harus dilakukan?
13:33Kita punya kepentingan dua hal, memunculkan deterrence effect langsung dan deterrence effect tidak langsung.
13:39Deterrence effect langsung artinya adalah bagaimana agar anak ini tidak memulangi perbuatannya,
13:45sementara deterrence tidak langsung adalah agar anak-anak lain, murid-murid lain tidak menilu perbuatan serupa.
13:51Rumusan untuk memunculkan deterrence effect adalah, otoritas penegangan hukum harus bekerja secara cepat dan ajak.
13:59Saya ulangi, cepat dan ajak, artinya konsisten.
14:03Sepanjang otoritas hukum bisa memastikan bahwa proses ini bisa secepat mungkin masuk ke ruang persidangan,
14:09kemudian seluruh orang Indonesia, wabit khusus anak-anak kita,
14:13bisa melihat bagaimana seorang pelaku mendapatkan sanksi atas perbuatannya,
14:17dan itu juga berlangsung secara konsisten, maka mudah-mudahan sekali lagi deterrence effect akan bekerja.
14:22Namun saya perlu tandaskan, bahwa dari segala macam narasi yang sudah berkembang sejauh ini,
14:27tampaknya kita harus menyakin safat.
14:29Kita semata-mata berbincang tentang seorang siswa SMA yang berkerudukan sebagai pelaku,
14:35atau anak yang berkonflik dengan hukum,
14:38tapi pada saat yang sama, besar kemungkinan anak ini juga sekaligus korban.
14:43Pertanyaannya, terhadap anak sebagai pelaku, kita akan minta pertanggung jawabannya secara pidana,
14:49tapi anak sebagai korban, bagaimana negara akan merealisasikan perlindungan khusus kepada dirinya?
14:55Baik, terima kasih atas obrolannya di siang hari ini.
14:58Reza Indragiri, psikolog forensik dan juga konsultan Yesen Lentera Anak.
15:02Selamat beraktifitas kembali.
15:04Terima kasih.
Jadilah yang pertama berkomentar
Tambahkan komentar Anda

Dianjurkan