Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utama
JAKARTA, KOMPAS.TV - Polisi mengungkap fakta baru kasus ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta. Pelaku yang masih berstatus anak berkonflik dengan hukum (ABH), diketahui membeli bahan pembuatan bom melalui platform daring.

Atas temuan ini, polisi mengimbau orang tua untuk lebih waspada dan mengawasi aktivitas anak di dunia maya demi mencegah tindakan serupa.

Untuk mengulas hal ini, simak dialog bersama pengamat terorisme dan intelijen, Ridlwan Habib.

#polisi #teroris #bom

Baca Juga Mendikdasmen soal Larangan Siswa SMA Bawa HP di Kelas: Harus Dibahas Lintas Kementerian di https://www.kompas.tv/pendidikan/632750/mendikdasmen-soal-larangan-siswa-sma-bawa-hp-di-kelas-harus-dibahas-lintas-kementerian



Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/nasional/632760/full-pengamat-soal-fakta-baru-ledakan-sman-72-pelaku-beli-bahan-bom-secara-online
Transkrip
00:00Kita bahas penanganan dan pencegahan menyebarnya pam radikalisme di kalangan pelajar dan anak yang kini marak di media sosial
00:06bersama pengamat terorisme dan intelijen Ridwan Habib.
00:09Mas Ridwan, selamat petang.
00:11Selamat sore Mas Dito.
00:13Mas Ridwan, sebelumnya Densus 88 ungkap ada 110 anak terpapar tersebar di 23 provinsi Jakarta, Jawa Barat terkait dengan jaringan terorisme.
00:21Pertanyaan saya, mengapa perekrut saat ini menyasar anak? Tujuannya apa?
00:25Salah satunya karena mereka sedang dalam proses mencari jadi diri ya, dan dalam situasi emosi yang labil begitu mudah sekali kemudian diarahkan
00:37untuk tindakan-tindakan yang tidak mengabaikan logika normal.
00:43Misalnya, yang disampaikan oleh jurubicara Densus 88, Mas Mayendra, AKPB Mayendra, mengatakan bahwa
00:51salah satu dari 110 anak yang terekrut oleh jaringan ISIS, itu bahkan oleh perekrutnya sudah diprovokasi atau diberikan pemahaman
01:02untuk melakukan penyerangan di gedung DPR.
01:05Ini penyerangan yang direncanakan oleh anak ini.
01:09Dan Alhamdulillah Densus 88 berhasil mencegah itu.
01:12Jadi memang situasi psikologis mereka ini masih sangat labil, mudah dipengaruhi, apalagi ketika mereka merasa dirinya sebagai pahlawan,
01:21atau dihargai, atau dianggap sebagai hero.
01:24Nah, ini makin membuat dia makin termotivasi, Mas Dipo.
01:29Ya, bahkan kalau berdasarkan analisa ataupun penyataan yang sebelumnya saya dapatkan dari Ketua Lembaga Riset Kameran Cyber District,
01:35Pak Pratama Persaudan, menyebut bahwa mudah sekali sebenarnya anak-anak kita saat ini mengakses, mohon maaf,
01:41misalnya membeli alat-alat yang sebenarnya tidak diperuntukkan.
01:44Bagaimana seharusnya aparat memonitor, Mas Ridwan, pergerakan jaringan perekrut di internet ini?
01:50Ya, saya kira pengungkapan Polda Metro Jaya terkait dengan KSMAN 72,
01:56yang kemudian dijelaskan bahwa ABH yang melakukan tindakan itu ternyata membeli bahan peledak atau bahan kimianya secara online,
02:08itu menunjukkan bahwa alarm tanda bahayanya sudah sangat-sangat menyala, sudah siaga satu, ini sudah merah.
02:16Sehingga kemudian saya sungguh berharap, kami berharap dari kalangan kampus, ada extraordinary effort dari pemerintah.
02:23Misalnya, kami misalnya mengusulkan Bapak Presiden membuat semacam task force atau satuan tugas pencegahan di online,
02:33terutama nanti melibatkan PSSN, IT, BNPT, kemudian juga dari BIN, kemudian dari Cybercrime Polri, Kementerian Sosial, Komdigi,
02:43semua jadi satu, sehingga kemudian Satgas ini bekerja fokus untuk melacak, pertama melacak situs-situs apa saja yang diakses,
02:53oleh pelajar-pelajar ini, 110 yang ISIS, termasuk juga ABH, yang mengakses situs-situs white supremacy.
03:00Jadi ada bedanya, Mas, antara yang 110 yang dibongkar oleh Densus 88 dengan ABH SMA 72, ini berbeda.
03:08Yang 110 ini konten radikalisme ISIS, yang ABH 72 ini konten kekerasan terinspirasi dari white supremacy atau neonazi.
03:18Dan itu dua-duanya menyasar anak-anak kita?
03:22Dua-duanya menyasar anak-anak, dua-duanya menyasar remaja.
03:26Untuk yang ISIS di Amerika Serikat itu juga sudah mulai masuk pahamnya, white supremacy juga menyebar di Eropa, Amerika Serikat, Australia, New Zealand.
03:36Jadi memang dua-duanya paham yang sangat berbahaya dan dua-duanya harus ditangkal, dua-duanya harus dicegah.
03:42Nah, situs-situs yang kemudian mengarahkan anak-anak kita untuk mengakses itu harus ditutup.
03:48Harus ditutup ya?
03:48Nah, supaya pemerintah ini punya kekuatan hukum, saya kira sudah saatnya disahkan rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Cyber.
03:58Oke. Karena yang menarik juga ABH ini tidak hanya mendapatkan bahan baku di internet,
04:03tapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah semudah itu membuat bom tanpa ada yang memimbingnya?
04:08Betul. Apalagi dia membelinya kan secara bertahap, secara bertahap, satu pesatu.
04:14Jadi membeli bahan kimianya dulu, kemudian membeli pakunya dulu.
04:18Jadi ini perencanaan, Mas.
04:20ABH ini melakukan perencanaan dan tentu saja kita skeptis kalau itu hanya dilakukan oleh dia sendiri.
04:26Walaupun anak ini cerdas karena dia pernah ikut lomba karya ilmiah dan sebagainya.
04:30Tetapi kita harus skeptis bahwa ada semacam tanda petik mentor online, itu bisa di luar negeri ya.
04:38Bisa di luar negeri, belum tentu orang Indonesia.
04:40Yang kemudian memandu dia tahap demi tahap.
04:43Bahan apa yang harus dibeli, berapa takarannya, dan seterusnya.
04:46Nah, ini yang saya kira harus bungkat.
04:48Saya mendukung Polda Metro Jaya yang terus mendalami kasus ini,
04:51sehingga nanti ketemu tujuh jaring-jejaring yang kemudian menginspirasi si ABH ini.
04:56Tapi kalau menurut Anda, Mas Ridwan, apakah hanya, mohon maaf,
05:01110 anak yang kemudian terpapar, tersebar di 23 provinsi,
05:04atau jangan-jangan fenomena ini adalah fenomena gunung es?
05:08Oh, kalau ISIS gunung es, itu kan baru yang diketahui baru 110.
05:13Tetapi kan sebenarnya yang saya dengar,
05:15Densus 88 juga sedang mengejar orang-orang dewasa lain,
05:19yang ketangkap kan yang orang dewasa 5,
05:21yang anak-anak itu 110 dibina.
05:23Nah, yang sementara yang 5 ini, ini punya komplotan juga ini.
05:27Ada sekitar 70 orang yang sedang dikejar oleh Densus 88,
05:31yang mereka ini memang sengeja menyasar anak-anak usia 15,
05:35bahkan 14, 13, 12, sampai 18 tahun,
05:39untuk kemudian mereka rekrut,
05:41mulai dari platform terbuka, dari Facebook dulu,
05:45begitu mereka terpancing di situ,
05:48terpancing untuk berkomentar,
05:50dibawa ke platform yang lebih tertutup.
05:53Misalnya Discord, 4chan, aplikasi Telegram, dan seterusnya.
05:57Jadi ini masih banyak, Mas.
05:59Ini fenomena gunung es.
06:00Oke, sebagai bahan sosialisasi untuk orang tua,
06:03analisa Anda seperti apa sebenarnya komunikasi yang dilakukan oleh perekrut,
06:07sehingga anak-anak kita, dalam tanda kutip,
06:09mudah untuk kemudian dipengaruhi?
06:11Mereka tidak akan bisa merekrut di platform terbuka,
06:15di platform terbuka.
06:17Jadi kalau kemudian adik-adik kita,
06:19anak-anak kita ini sudah mempunyai grup chat tertutup,
06:22grup chat tertutup, misalnya Discord, 4chan,
06:25atau aplikasi Telegram, grup Telegram,
06:27nah ini mulai indikasi itu.
06:29Indikasi bahwa dia mengarah kepada satu pembicaraan kelompok tertutup,
06:33yang bisa mengarah kepada kejahatan.
06:36Baik itu radikalisme ISIS,
06:38maupun radikalisme white supremacy atau neo-Nazi.
06:41Jadi saya kira,
06:42pertama tentu pengawasan platform terbukanya,
06:45tapi yang kedua,
06:46mulai curiga,
06:47mulai ditanya ketika adik-adik kita,
06:50anak-anak kita,
06:51mengakses platform chat tertutup yang kita tidak tahu.
06:55Jadi ini yang saya kira jadi indikasi awal.
06:57Oke, perlukah pembatasan usia mungkin untuk kemudian,
07:00anak-anak kita jika ingin mengakses media sosial?
07:04Saya kira perlu ya.
07:06Tentu saja dengan regulasi yang baik,
07:07saya kira perlu.
07:08Dan itu tujuannya saya kira untuk menyelamatkan masa depan Indonesia.
07:12Nah, makanya memang sudah saatnya disahkan
07:15rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Cyber.
07:18Jika Undang-Undang ini nanti disahkan,
07:20RUU KKS ini disahkan,
07:22maka pemerintah,
07:23terutama dalam hal ini badan cyber dan sandi negara,
07:26dia akan mempunyai kekuatan yang lebih powerful.
07:29Oke.
07:29Untuk kemudian misalnya memaksa website-website itu,
07:32memaksa penyedia aplikasi
07:33untuk mengikuti koridor hukum Indonesia.
07:36Terakhir, mungkin Mas Ridwan,
07:38singkat saja,
07:39apakah mungkin ada peran dari sekolah yang bisa dimaksimalkan dalam hal ini?
07:43Oh, wajib.
07:43Saya kira peran sekolah itu justru paling pertama, Mas.
07:46Jadi mereka juga harus melakukan patroli online,
07:49termasuk juga guru pimpinan konseling,
07:51jangan menunggu.
07:52Jangan menunggu anak curhat,
07:53tapi datangi di kelas,
07:55tanya masalahnya,
07:56sehingga kemudian anak ini menjadi nyaman,
07:58dan tidak mencari jawaban dari platform-platform tertutup yang orangnya tidak jelas.
08:02Website-website yang bahaya itu.
08:05Oke, Mas.
08:05Saya ingin tanyakan lagi,
08:06apakah mudah untuk kemudian mencirikan anak yang sudah terpapar radikalisme?
08:09Tentu memang tidak mudah.
08:13Harus-harus ada one-on-one,
08:15pertemuan one-on-one,
08:18tidak bisa kemudian misalnya jadi ciri fisik gitu.
08:20Harus ada pertemuan,
08:21ada pembicaraan,
08:22ada dialog,
08:23dari situ nanti bisa diketahui anak ini sudah sedalam apa.
08:26Dan itu peran pertama tentu saja orang tua ya.
08:28Orang tua,
08:29baru kemudian guru dan pihak sekolah.
08:31Baik,
08:32pengamat terorisme dan intelijen,
08:33Mas Ridwan Habib,
08:34terima kasih telah bergabung di Kompas Petang.
Jadilah yang pertama berkomentar
Tambahkan komentar Anda

Dianjurkan