00:00Ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta yang membuat seorang siswa berstatus sebagai anak berhadapan hukum
00:06membuka mata kita semua. Betapa tragedi ini jadi tanggung jawab bersama.
00:12Polisi menyebut anak tersebut terpapar konten kekerasan saat mengonsumsi media digital.
00:18Bagaimana emosi seorang anak bisa berujung ledakan amarah
00:21dan bagaimana pula memulihkan psikis para korban pasca tragedi.
00:25Dan untuk membahasnya sudah bersama kami psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana Hadiwijoyo.
00:32Selamat malam Bu Vera apa kabar?
00:34Malam kabar baik Mbak Valen.
00:36Bu Vera mengapa remaja cederung tertarik pada konten kekerasan di media sosial atau platform digital?
00:44Oke, satu tidak semua remaja mungkin tertarik ya.
00:48Jadi ini pasti juga didasari ketertarikan ini pasti juga didasari oleh emosi yang memang
00:56atau ada kebutuhan emosi yang tidak terpenuhi gitu ya.
01:00Sehingga anak ini mencari-cari hal-hal lain di luar.
01:06Ya sekarang pilihannya banyak ya ada di internet, ada melalui teknologi digital.
01:10Anak bisa mencari-cari hal-hal yang bisa klop dengan kebutuhan yang dia tidak dapat penuhi
01:16dari lingkungan sekitarnya, lingkungan nyatanya baik keluarga maupun sekolah gitu.
01:20Jadi dan remaja pada dasarnya memang sangat tertarik dengan hal-hal yang berbau sensasional,
01:26hal-hal yang berbau mendobrak aturan, berbau kebebasan, berbau menunjukkan power
01:32bahwa mereka di usia remaja bisa melakukan sesuatu yang berdampak cukup besar gitu.
01:39Ya tapi kalau melihat memang tidak bisa dibungkiri bahwa anak-anak zaman sekarang
01:44itu sudah dekat dengan media sosial.
01:46Mengingat juga teknologi sekarang sudah sedemikian rupa dan kalau kita misalnya
01:51nggak ngerti teknologi bisa dikatakan gap-tech gitu.
01:54Tapi bagaimana sih sebenarnya untuk membangun emosi anak supaya sebenarnya ketika mereka browsing,
02:01mereka lihat sosmed itu bisa ngerti gitu bahwa ini adalah hal baik yang patut dilihat
02:06dan ini yang nggak baik yang udah skip aja gitu.
02:09Oke, kalau kita bicara usia remaja sebenarnya mereka sudah tahu ini tidak boleh,
02:14ini boleh gitu ya, ini salah, ini benar, mereka sudah tahu.
02:18Tapi kontrol dirinya, kendali dirinya ketika mereka terpancing emosinya,
02:24katakanlah tersakiti, ingin membalas rasa sakitnya tersebut,
02:28nah itu benar-salah itu menjadi tidak ada artinya.
02:33Jadi karena mereka lebih mengikuti emosinya, ini ada hubungannya dengan cara kerja otaknya mereka juga nih,
02:39Mbak Valen gitu ya.
02:41Ada bagian yang namanya prefrontal cortex yang membantu seorang individu untuk mengambil keputusan yang tepat,
02:46mempertimbangkan konsekuensinya dari tindakannya,
02:49itu bagian itu yang membantu ya.
02:51Nah ini baru berfungsi optimal di usia 20 tahunan.
02:54Di sebelum usia itu ya anak-anak gitu ya, remaja khususnya,
02:58ya lebih mengambil keputusan bertindak mengikuti emosinya saja.
03:02Walaupun dia misalnya tahu berokok itu tidak baik gitu ya,
03:05terus ada temannya bilang alhamlah gitu aja nggak berani sih gitu.
03:08Nah itu emosinya yang terpancing akhirnya dia melakukan.
03:10Oke, berarti bisa diketahui ya, berarti bisa dibilang kalau anak remaja itu ya sampai sekarang masih haus pengakuan.
03:18Nah tapi bisa dianalisis nggak sih Bu Vera,
03:21dideteksi bagaimana kemudian menganalisa dan bagaimana kita sebagai pendamping orang tua, guru, tenaga pendidik,
03:31untuk bertanggung jawab bahwa jangan sampai emosi yang kemudian saat itu berada dalam si anak ini,
03:39tidak kemudian berdampak jadi petaka gitu.
03:45Oke, jadi remaja memang makhluk emosi dalam tanda kutip gitu ya,
03:49tapi bukan berarti mereka tidak bisa diarahkan untuk mengambil keputusan yang tepat,
03:53mengambil tindakan yang tepat gitu ya.
03:55Jadi peranan dari orang-orang dewasa di sekitar dia, baik orang tua maupun guru gitu ya,
04:00itu adalah jadi teman diskusi, teman yang mau mendengarkan betapa anehnya keluh kesahnya dia gitu ya.
04:07Kadang kan kalau kita mendengarkan anak remaja berkeluh kesah,
04:10kita akan berpikir, alah gitu aja kok dipusingin sih, gitu aja dipikirkan sih.
04:14Tapi itu tantangannya, kita harus jadi pendengar yang baik, pendengar yang aktif,
04:18tanpa menilai, tanpa menjudge, tanpa buru-buru menasehati.
04:22Itu yang dibutuhkan.
04:23Karena remaja butuh mengekspresikan emosinya terlebih dahulu untuk tenang.
04:28Setelah dia tenang baru bisa diajak berdiskusi tentang pilihan-pilihan apa aja yang dia punya gitu ya.
04:36Misalnya katakanlah dia menjadi korban buli, dengarkan dulu keluh kesahnya.
04:40Nah banyak anak yang, khususnya yang datang ke tempat praktek saya,
04:45tidak mendapatkan tempat untuk mencurahkan apa yang dia rasakan, apa yang dia alami gitu ya.
04:50Nggak ada teman bicara gitu, jadi semua dipendam sendiri.
04:53Itu padahal yang dibutuhkan adalah teman bicara, sehingga dia tahu bagaimana nih harus bersikap dengan tepat,
04:59mengambil solusi yang tempat untuk menghadapi masalahnya gitu.
05:02Oke, teman bicara, ruang dialog itu adalah hal penting.
05:06Tapi gimana ya membangun ruang dialog itu?
05:08Karena kadang ada juga anak yang pertama kilahan figur orang tua.
05:13Atau sebenarnya orang tuanya itu ada di dekat mereka, tapi seolah merasa jauh gitu.
05:18Nah gimana untuk membangun ruang dialog ini sebenarnya?
05:24Jadi butuh effort dari kedua-duanya sebetulnya gitu ya.
05:27Seringkali yang terjadi adalah orang tua ketika anaknya sudah mulai beranjak besar,
05:32remaja, punya dunia sendiri, terus mulai susah diajak ngomong gitu ya.
05:37Jadinya terus orang tuanya, ya sudahlah biar ajalah dia sendiri.
05:40Nah makin lama hubungannya makin renggang.
05:43Padahal yang harus dilakukan adalah ya sama-sama beradaptasi gitu ya.
05:46Orang tua beradaptasi beda, merubah gaya komunikasi, merubah cara mulai bicara,
05:54cara mengajak anak mulai bicara, itu dirubah gitu ya.
05:59Jadi saya mungkin cerita sedikit tentang ada salah satu orang tua yang datang ke tempat praktek,
06:04kebingungan bagaimana cara mengajak anaknya komunikasi, karena anaknya seharian main game aja gitu ya.
06:09Jadi kalau diajak ngomong, ibunya diusir gitu ya.
06:12Kalau ibunya mendekati, ngapain sih? Sana-sana-sana, bunda sana-sana gitu ya.
06:16Akhirnya kita mulai dengan apa?
06:18Oke saya bilang, ibu duduk di sampingnya, usap-usap aja pundaknya,
06:22coba aja di situ, nggak usah ngomong, nggak usah diajak ngomong, tetap aja di sampingnya.
06:25Besok ulangi lagi, tetap lakukan kontak fisik pada anaknya.
06:30Lama-lama cair, lama-lama dimulai dari situ, terus terjadi dialog.
06:33Itu yang pelan-pelan bisa dilakukan ya.
06:36Nah ini akan lebih baik lagi kalau memang dari sebelum anak usia remaja,
06:40sudah ada waktu rutin memang untuk ngobrol-ngobrol santai, saling tukar cerita gitu ya.
06:45Jadi ketika ada masalah apapun di luar rumah,
06:49anak bisa dengan leluasa untuk bercerita kepada orang tuanya,
06:54karena dia sudah merasa nyaman gitu, sudah terbiasa untuk bercerita.
06:58Nah di sekolah juga dibutuhkan seperti itu nih sebenarnya Mbak Valen gitu ya.
07:02Guru-guru bisa ambil peranan seperti itu juga.
07:05Oke Bu Fero, Anda menyampaikan bahwa itu adalah peran keluarga dan juga peran pihak sekolah atau tenaga pengajar.
07:10Tapi lebih dari itu, sekarang ini peran negara seperti apa untuk menangani ya kasus tersebut.
07:17Pertama supaya anak tidak terpapar konten negatif lewat media digital,
07:21kemudian juga sekaligus menjadi langkah antisipasi supaya peristiwa ini tidak terulang lagi.
07:27Oke, sejak maraknya dunia digital gitu ya, kita sudah melakukan banyak sekali literasi digital.
07:34Walaupun mungkin dengan masih meningkatnya kasus kekerasan gitu ya,
07:39masih meningkatnya kasus-kasus yang kriminal datangnya dari dunia digital,
07:44mungkin kayaknya masih belum cukup dan mungkin belum luas gitu ya.
07:49Tanggung jawab utama memang di orang tua untuk mendampingi dan mengawasi penggunaan digital pada anak gitu ya.
07:55Dan sekolah pun juga membantu.
07:57Tapi dengan makin banyaknya kasus kekerasan yang terinspirasi dari apapun yang dilihat di konsumsi anak di dunia digital gitu ya,
08:07sepertinya sudah mulai dibutuhkan nih gitu ya,
08:10sudah dibutuhkan tindakan yang lebih tegas, yang lebih keras dari pemerintah.
08:15Di mana pemerintah kan juga punya kewajiban untuk melindungi warga negaranya gitu ya, termasuk anak-anak gitu ya.
08:20Dan rencana pemerintah untuk membatasi kekerasan, konten kekerasan di media digital ini juga salah satu solutif.
08:28Atau ada hal yang lebih tepat lagi, Bu Fero? Singkat saja.
08:32Salah satu solusi, betul gitu ya.
08:35Karena beberapa tahun, tahun ini saja ya, kita sepatut apresisi juga usaha pemerintah.
08:39Pemerintah sudah meluarkan PP Tunas, katakanlah gitu ya.
08:42Itu salah satu usaha untuk melindungi anak-anak supaya aman di dunia digital.
08:47Cuma ini kan kita kejar-kejaran ya, dengan banyak kasus dan intensitasnya juga, intensitas kekerasannya juga makin mengerikan gitu ya.
08:56Sehingga kalau menurut saya, ya perlu ada tindakan yang lebih tegas lagi.
09:01Salah satunya ya, pembatasan konten kekerasan, pembatasan game-game online gitu.
09:06Walaupun ini hanya salah satu faktor, tapi sangat berpengaruh bagi remaja.
09:10Baik, terima kasih sudah berbagi informasi bersama kami di Kompas Malam Kompas TV,
09:15Psikolog Anak dan Remaja, Ibu Vera Itabiliana Hadi Wijoyo.
09:18Terima kasih, salam sehat selalu.
09:19Terima kasih, malam.