Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utama
JAKARTA, KOMPAS.TV - Menyikapi banjir bandang yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, Pemimpin Redaksi National Geographic Indonesia, Didi Kaspi Kasim menyampaikan harapannya untuk bumi melalui program ROSI.

Ketika kita melihat apa yang terjadi di Sumatra hari ini banjir bandang, longsor, sungai yang berubah menjadi amukan lumpur, kita sebetulnya sedang disuruh berkaca. Berkaca dari betapa rapuhnya ekologi Indonesia ketika batas-batas alam dilampaui pelan-pelan, lalu runtuh sekaligus.

Dan pertanyaan terbesarnya selalu sama: apa yang harus kita lakukan sekarang?

Tidak ada solusi ekologis tanpa solusi sosial.
Dan langkah terakhir, adalah membangun harapan. Kita masih punya waktu untuk memperbaiki. Kita masih bisa memilih energi yang tidak menghabisi hulu. Kita bisa membangun ekonomi yang tidak menghilangkan sungai. Kita bisa membuat kebijakan yang memihak kehidupan jangka panjang, bukan keuntungan jangka pendek.

Harapan bukan sekadar optimisme. Harapan adalah keputusan untuk bergerak.
Jika hari ini kita mulai merawat kembali tanah yang lelah, memulihkan kembali gunung yang terkoyak, dan memberi ruang bagi sungai untuk bernafas, maka kita sedang membangun masa depan yang lebih aman bagi anak-anak kita.

Bumi sedang berbicara kepada kita.
Bumi sedang mengundang kita.

Undangan untuk menjadi lebih bijak.Lebih rendah hati.
Dan lebih berani membangun dunia yang layak dihuni.

Selama kita mau bergerak bersama,
selalu ada peluang bagi planet ini untuk pulih,
dan bagi kita untuk hidup lebih baik dari hari ini.

Selengkapnya saksikan di sini: https://youtu.be/uK6VENB-rtI



#banjir #aceh #sumut

Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/talkshow/635744/refleksi-banjir-sumatera-apa-yang-bisa-kita-lakukan-untuk-bumi-rosi
Transkrip
00:01Terima kasih Anda masih di Rosi.
00:04Bencana yang terjadi di Sumatera bukanlah bencana alam, itu adalah bencana ekologis.
00:08Bencana yang disebabkan karena kita manusia tidak mampu merawat alam, berkeadilan, dan memikirkan keseimbangan alam.
00:17Sehingga ketika segala sesuatu yang diluar kontrol manusia berupa cuaca, itu tidak dapat kita cegah karena alam telah kita rusak.
00:27Saya bersama pemimpin redaksi National Geographic Indonesia, Didi Kaspi Kasim.
00:33Bung Didi, hutan Sumatera itu diakui UNESCO sebagai warisan dunia hutan hujan tropis Sumatera.
00:40Betul ya? Tropical Rainforest Heritage of Sumatera sejak tahun 2024.
00:45Tetapi karena ada penebangan liar, perambahan lahan, rencana pembangunan infrastruktur,
00:512011 itu hutan Sumatera berstatus dalam bahaya.
00:55Itu 2011, artinya sebenarnya sesuatu yang terjadi di Sumatera 28-27 November lalu adalah sesuatu yang as predicted.
01:10Sesuatu yang sebenarnya ya ada di depan mata.
01:15Yang kita panen, ulah kita yang kita panen.
01:18Ulah kita puluhan tahun dan kita memanennya mungkin bagian dari ulah kita gitu ya.
01:23Saya pikir itu narasinya begitu.
01:26Dan hari ini, hari Kamis 4 Desember, sebenarnya kita sedang merayakan atau memperingati
01:32Hari Konservasi Alam.
01:36Betul ya?
01:37Tetapi justru pada hari yang sama Indonesia sedang meratapi Hari World Life Heritage.
01:48Miris banget ya?
01:50Ironi ya Mbak.
01:52Apakah Sumatera ini akan menjadi yang terakhir atau Sumatera akan juga menjadi penanda bahwa pulau lain di luar Sumatera,
01:59Kalimantan, Sulawesi, bahkan juga Papua akan mengalami hal yang sama?
02:04Sumatera mungkin adalah cermin buat saya Pak.
02:08Buat kita berkaca hari ini bahwa apa yang terjadi di Sumatera bahkan bisa lebih cepat terjadi di tempat lain.
02:14Jadi pelajarannya sangat mahal harganya rasanya kalau misalnya kita tidak belajar dari apa yang terjadi hari ini.
02:21Karena yang terjadi pun sekarang selagi kita berbicara di Sulawesi, Kalimantan, Papua,
02:27mengalami degradasi yang tidak kalah cepatnya.
02:30Begitu Mbak.
02:30Jadi artinya sebenarnya, kalau gini, BMKG kan sudah mengatakan pada tanggal 22 November sudah mengatakan ini akan ada cuaca ekstrim.
02:42Dan kemudian dikatakan antisipasi, pemerintah daerah harus antisipasi.
02:47Gak mungkin juga bisa mengantisipasi kalau cuma 5 hari atau 7 hari dengan seluruh rasa hormat kita pada alarm atau peringatan pada BMKG.
02:54BMKG, tapi kalau memang seperti ini alam yang ada, memang antisipasi itu tidak mungkin disiapkan hanya 5 atau 2 minggu.
03:03Itu harus disiapkan dekade, bertahun-tahun untuk mengantisipasinya.
03:08Betul Pak. Jadi saya rasa memang kita memerlukan early warning system yang melibatkan masyarakat.
03:14Kita melibatkan tata kelola misalnya adat yang memang sudah mempunyai sistem sebetulnya dalam mengelola bencana.
03:21Jadi saya rasa memang betul bencana ini terlalu masif untuk ditangani 6 hari atau 7 hari gitu ya.
03:30Memang mulai dari sekarang rasanya harus ada langkah konkret yang kita lakukan dengan dimulai dari memperbaiki tutupan lahan.
03:37Lalu kemudian tadi memperbaiki early warning system kita dengan melibatkan masyarakat di akar rumput gitu mbak.
03:44Itu akan menjadi lumayan kita bisa lebih bersiap lah gitu.
03:48Ya menutup perbincangan kita pada malam hari Bung Deddy.
03:53Jadi 4 Desember ini kita memperingati World Wildlife Conservative 4 Desember.
04:01Tetapi di hari yang sama kita sedang meratapi apa yang terjadi pada alam kita.
04:08Tapi harusnya ratapan itu tidak berhenti hanya sekedar ratapan.
04:12Harus menjadi satu kebangkitan bersama.
04:13Saya ingin mengundang Anda untuk memberikan harapan tidak saja kepada pemerintah tapi juga bagi masyarakat Indonesia.
04:21Terima kasih telah menyaksikan Rosy.
04:22Kita jumpa lagi Kamis depan tetaplah di Kompas TV.
04:25Independent, terpercaya.
04:28Ada harapan yang selalu bisa kita sematkan demi masa depan ekologi Indonesia.
04:34Pemimpin Redaksi National Geographic Indonesia, Didi Kasim.
04:42Ketika kita melihat banjir bandang dan longsor di Sumatera hari ini,
04:47sebenarnya kita sedang diajak berkaca betapa rapuhnya ekologi Indonesia ketika batas-batas alam terus dilampaui.
04:54Hujan ekstrim ini hanya pemantik.
04:57Persoalan utamanya adalah lanskap yang kita ubah, terlalu cepat hulu yang gundul,
05:03lereng yang dipaksa bekerja tanpa henti, rawa dan gambut yang dikeringkan tanpa memikirkan musim berikutnya.
05:10Langkah pertama adalah kejujuran ekologis.
05:13Tanpanya, pemulihan mustahil dimulai.
05:16Langkah kedua, mengembalikan batas alam.
05:19Hulu tidak boleh dipaksa menjadi kebun atau tambang.
05:21Sungai tidak boleh disempitkan beton, dan gambut tidak boleh dikeringkan semaunya.
05:28Kita harus kembali menghormati geografi kita.
05:31Langkah ketiga, memulihkan fungsi bukan sekadar menanam ulang.
05:36Reforestasi adalah awal, tetapi inti pemulihan adalah menghidupkan kembali daerah tangkapan air.
05:44Struktur tanah, ruang sungai, dan hutan sebagai pengatur air.
05:48Langkah keempat, mengembalikan manusia sebagai penjaga.
05:53Komunitas adat, ilmuwan, jurnalis, dan generasi muda harus berjalan bersama.
05:59Karena tidak ada solusi ekologis tanpa solusi sosial.
06:04Dan akhirnya, kita perlu membangun harapan.
06:07Kita masih punya waktu untuk memilih energi yang tidak merusak dulu.
06:11Membangun ekonomi yang menghormati sungai, dan membuat kebijakan yang berpihak pada kehidupan jangka panjang.
06:19Harapan adalah keputusan untuk bergerak.
06:22Jika hari ini kita mulai merawat tanah yang lelah, memulihkan gunung yang terkoyak, dan memberi ruang bagi sungai untuk bernafas.
06:30Kita sedang membangun masa depan yang lebih aman.
06:32Bumi sedang berbicara, mengajak kita lebih bijak, lebih rendah hati, dan lebih berani.
06:39Selama kita bergerak bersama, selalu ada peluang bagi planet untuk pulih.
06:44Dan bagi kita, untuk hidup lebih baik.
06:47Terima kasih telah menonton!
Jadilah yang pertama berkomentar
Tambahkan komentar Anda

Dianjurkan