Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utama
JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid melihat saat ini institusi Polri disebut sebagai Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ia berharap ke depan bisa diproyeksikan menjadi kepolisian nasional. Bedanya, kepolisian negara seolah hanya melayani dan melindungi negara. Padahal filosofi kepolisian di seluruh dunia untuk melayani rakyatnya.

Selain itu dalam konteks pengawasan. Pemberian sanksi seharusnya dibuka ke publik lewat laporan tahunan, perkembangan kasus dll. Selain itu dalam penanganan aksi unjuk rasa yang diikuti oleh mahasiswa, tidak perlu ada kendaraan taktis (rantis) dan brimob. Sebab, itu hanya akan memberi kesan pendekatan kepolisian represif, bukan humanis lagi.

"Andalkan saja negosiator di dalam kepolisian, terutama di Baintelkam untuk mengidentifikasi mana kelompok mahasiswa atau orang yang akan melakukan kerusuhan. Kalau sudah teridentifikasi, baru dikerahkan Brimob atau reserse untuk melakukan penangkapan," katanya.

Penasihat Senior Lab 45, Andi Widjajanto menginginkan polisi dalam koridor demokrasi. Polisi yang tidak boleh militeristik. Polisi yang tidak boleh menjadi polisi rahasia spt masa Nazi, fasis.

"Kita tidak mau polisi yang cawe-cawe dalam urusan politik, sehingga memunculkan partai coklat (parcok). Kita tidak mau polisi yang berbisnis, berniaga melayani kepentingan oligarki. Kita ingin polisi yang profesional di dalam koridor demokrasi," ungkapnya.

Ketua Tim Penasihat Ahli Kapolri, Ito Sumardi mengatakan saat ini konsep yang sudah dirumuskan sudah baik semua. Ia berharap nantinya dalam pelayanan unjuk rasa sudah mulai bertahap. Bisa dikritisi apabila tidak sesuai pelaksanaannya. SOP harus disesuaikan dengan dinamika masyarakat. Institusi Polri harus mengedepankan HAM namun tetap secara proporsional dan profesional.


Bagaimana menurut Anda? Tuliskan pendapat Anda di kolom komentar.

Selengkapnya saksikan di sini: https://youtu.be/OrGr4MLYzH0?si=1tbYTmL0Y_EPvfZr



#polri #reformasi #prabowo

Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/talkshow/630141/harapan-institusi-polri-tak-boleh-militeristik-amankan-demo-hingga-cawe-cawe-politik
Transkrip
00:00Dan tentunya sesuai dengan arahan dari Bapak Ketua Timber Formasi bahwa keberadaan kami di sini sebagai upaya supaya bisa merespon cepat dan segera mengimplementasikan terkait dengan rekomendasi-rekomendasi yang nanti akan diberikan oleh Ketua Timber Formasi kepada Bapak Presiden dan selanjutnya tentu harus kita tindak lanjut.
00:30Tadi adalah pernyataan dari Kapolri, Jenderal Polisi Listio Sigit Prabowo.
00:41Usman, awalnya kan akan dibentuk namanya komite, kemudian sekarang berubah menjadi Komisi Percepatan Reformasi Polri. Yang dipercepat apanya?
00:52Mungkin karena dua bulan terlat itu. Tapi menurut saya ini reformasi jangan cepat-cepat.
00:58Jangan cepat-cepat ya?
00:59Jangan cepat-cepat. Harus tepat-tepat.
01:01Harus tepat-tepat.
01:02Harus tepat. Yang pertama, tadi Pak Jimli sebenarnya menyebut satu hal yang bisa dikembangkan yaitu perubahan undang-undang.
01:08Misalnya paradigma kepolisian. Kan sekarang ini kepolisian itu disebut sebagai kepolisian negara.
01:14Republik Indonesia.
01:15Republik Indonesia.
01:16Mungkin ke depan perlu diproyeksikan sebagai kepolisian nasional.
01:21Kepolisian nasional. Apa bedanya?
01:22Bedanya. Kalau kepolisian negara dia seolah hanya melayani dan melindungi negara.
01:28Institusi-institusi di dalamnya. Padahal filosofi kepolisian di seluruh dunia melayani dan melindungi rakyatnya.
01:35Nah rakyat itu di dalam komponen nasional itu ada. Itu yang pertama, yang paradigmatik.
01:40Tapi itu memang mensyaratkan amendement konstitusi. Karena di dalam konstitusi istilah itu bermula gitu.
01:45Di dalam undang-undang juga, di sana juga ada.
01:47Nah yang kedua sebenarnya dalam konteks pengawasan. Saya setuju dengan Pak Ito soal pemberian sanksi.
01:54Pemberian sanksi itu yang seharusnya dibuka ke publik.
01:57Bisa lewat laporan tahunan, bisa lewat update perkembangan kasus, bisa lewat cara-cara lain.
02:02Yang ketiga mungkin tematik.
02:05Prosesan tadi disebut unjuk rasa.
02:07Apa yang kita merubah dalam soal unjuk rasa?
02:10Tadi Mas Andi disebut soal misalnya BRIMOB atau satuan-satuan paramiliter gitu.
02:15Ketika demonstrasi itu baru dimulai, katakanlah demonstrasi itu terlihat, oh dilakukan oleh BEM-BEM misalnya gitu.
02:21Gak perlu ada rantis, gak perlu ada misalnya BRIMOB gitu.
02:24Karena itu akan memberi kesan bahwa pendekatan kepolisian sifatnya represif.
02:29Bukan humanis lagi.
02:31Jadi andalkan saja misalnya negosiator-negosiator di dalam kepolisian.
02:34Terutama di Bahintelkam.
02:35Bahintelkam itu kan misalnya punya semacam personil, sumber daya yang bisa membangun komunikasi dengan kelompok-kelompok masyarakat sipil.
02:43Termasuk mahasiswa untuk katakanlah mengidentifikasi mana kelompok-kelompok mahasiswa dan pelajar,
02:49mana kelompok-kelompok-kelompok yang mau demonstrasi dengan cara rusuh.
02:53Nah kalau misalnya memang sudah didentifikasi orang-orang yang akan melakukan tindakan kerusuhan,
02:57melakukan kekerasan dengan membawa misi-misi politik tertentu,
03:00ya mungkin bisa saja dikerahkan BRIMOB atau dikerahkan misalnya SERSE gitu ya untuk melakukan penangkapan.
03:04Tapi kalau, oh ini BEM biasa atau ini kelompok-kelompok masyarakat sipil,
03:08ya cukup misalnya Sabara atau misalnya Intelkam gitu.
03:11Atau misalnya layanan-layanan kepolisian yang sifatnya lebih persuasif gitu, bukan represif gitu.
03:17Oke, baik. Kalau Mas Yusuf melihatnya gimana?
03:19Sebetulnya apakah tadi percepatan gitu?
03:22Kadang Anda bilang reformanya sudah-sudah.
03:23Yang mau dipercepat apanya lagi sebetulnya?
03:25Ya, ketika pilihannya itu terminologinya reformasi, ya reformasi itu kan sudah ada dan kalau kita ambil...
03:35Sudah berjalan, dan sekarang diakselerasi.
03:38Reformasi 98, melahirkan, ya tadi ada blueprint reformasi.
03:43Blueprint reformasi itu kan tiga, reformasi struktural, reformasi instrumental, reformasi kultural.
03:49Nah, dalam hal inilah untuk melihat kedalamannya, secara faktual reformasi itu ada.
03:55Sudah ada, sehingga perlu dipercepat.
03:58Nah, pertanyaannya apa...
03:59Percepat mau jadi seperti apa sih?
04:02Dari tahapan blueprint reformasi itu, apa yang perlu dipercepat?
04:06Nah, secara faktual, secara aktual, secara persepsi, sesungguhnya kalau kita dalam perspektif sebagai pengawas,
04:14itu ada pada reformasi kultural yang itu mengalami stagnan dan pelambatan.
04:19Nah, kita sederhanakan kultur kepolisian yang melindungi, melayani, mengayomi itu mengalami stagnan.
04:27Sehingga yang tampak adalah polisi yang tampil menjadi militer.
04:35Sehingga reformasi kultur ini diperlukan di dalamnya adalah demilitarisasi.
04:41Yang kedua, terkait dengan kultur pelayanan.
04:48Ini yang tadi persepsi publiknya kan selalu stagnan dan turun, kepuasan publik terhadap pelayanan.
04:54Baru yang ketiga, kultur pendegakan hukum yang profesional, yang berintegritas.
05:00Kita lihat lagi persepsi publik.
05:02Nah, ini kalau kita tuangkan di dalam fakta-fakta, keluhan-keluhan masyarakat kekompolnas itu paling dominan adalah mengeluhkan terkait dengan kinerja dan profesionalisme pendegakan hukum.
05:17Jadi, itu yang harus dipercepat.
05:20Harus dipercepat pijakannya karena pilihannya adalah terminologi reformasi, reformasi pori itu sudah ada.
05:26Oke, baik. Andi, kalau Anda lihat nih, ini ada kecenderungan ya.
05:31Ada krisis bentuk tim.
05:34Krisis bentuk tim.
05:35Tapi ya begitu terus polanya kan, setelah itu hanya buying time aja, kemudian tidak pernah ada perubahan apa-apa juga sebenarnya.
05:41Apa yang salah?
05:42Ya, itulah Indonesia.
05:43Indonesia ya?
05:44Doktrin 101 persen.
05:46Nunggu bom meledak dulu, baru bergerak.
05:49Bergerak?
05:49Nunggu sesuatu yang kolaps dulu, baru perbaikan.
05:53Perbaikan. Kalau Andi perbaiki?
05:54Kita bukan negara yang antisipatif.
05:56Ya, 1 persen.
05:58Jadi, ada kemungkinan jembatan robo, perbaiki.
06:01Perbaiki.
06:01Nunggu jembatannya robo dulu, baru perbaiki.
06:03Itu memang 100 persen doktrin negara kita.
06:06Ya, selama ini.
06:07Tapi yang paling gampang itu adalah,
06:09kita di reformasi, kita menginginkan polisi dalam koridor demokrasi.
06:13Ya, jadi polisi yang tidak boleh militaristik.
06:16Polisi yang tidak boleh menjadi polisi rahasia.
06:18Seperti masa nasi, atau fasis, atau polisi negara-negara komunis.
06:24Polisi rahasia intelijen.
06:25Kita tidak mau itu.
06:27Kita juga tidak mau polisi yang kemudian cawe-cawe dalam urusan politik,
06:32sehingga memunculkan partai coklat.
06:34Kita tidak mau polisi yang berniaga, berbisnis,
06:36yang melayani kepentingan oligarki.
06:38Misalnya, kita menginginkan polisi yang profesional dalam koridor demokrasi.
06:42Kalau mau gampang, kerja gampang,
06:44hal-hal yang tadi tidak, tidak, tidak, tidak itu,
06:47itu dipastikan saja, terjadi dulu.
06:49Semua itu dihilangkan, tidak terjadi dulu.
06:51Nanti hasilnya, pasti polisi yang demokrasi.
06:54Oke, baik-baik.
06:56Pak Ito, ini kan kita berbisnis soal reformasi ya.
06:58Karena kita juga punya konsep yang berbeda-beda itu.
07:01Apanya sih yang mau direform?
07:03Nah, kalau pandangan Pak Ito sebagai penasihat Kapuri,
07:06Komisi Percepatan Reformasi,
07:08polisi yang ideal, yang sudah direform, itu seperti apa?
07:11Gini Mas, pada saat selesai tahun 98,
07:14kan kita membuat reformasi birokrasi Polri.
07:17Oke.
07:18Kita punya konsep, punya SOP itu bagus semua.
07:21Bagus semua.
07:21Kan Komnas HAM.
07:22Konsepnya ya?
07:22Ya, dari masalah pelindungan HAM itu,
07:25Mas Usman itu terlibat langsung,
07:26itu udah bagus banget.
07:28Tapi permasalahannya, itu sebagian tidak dilaksanakan.
07:32Nah, sehingga perlu ada namanya di kepolisian ini adalah
07:35tim akselerasi transformasi, Mas, harus berubah.
07:40Bro.
07:40Padahal untuk konsep yang untuk ada itu sudah baik semua.
07:45Nah, sehingga dari situlah kita perlu adanya bagaimana
07:47akselerasi percepatan supaya kita bisa melakukan perubahan transformasi.
07:52Nah, kemudian tadi yang disampaikan Mas Usman,
07:54itu adalah 100% yang saat ini sudah kita lakukan, Mas.
07:57Mudah-mudahan, nanti dalam pelayanan,
08:00namanya sekarang bukan penanganan unjuk rasa,
08:02pelayanan terhadap unjuk rasa,
08:05itu sudah mulai sudah bertahap.
08:07Kalau teman-teman, BEM, yang itu kita akan hadapi dengan ini biasa,
08:10tidak pakai ini.
08:11Itu sudah akan mudah-mudahan,
08:13itu pun nanti bisa dilakukan,
08:15dikritisasi kalau memang kita tidak sesuai dengan pelaksanaannya.
08:19Kemudian yang tadi disampaikan oleh Pak Yusuf,
08:22saya kira betul ya,
08:23bahwa SOP-SOP ini kan tentunya harus disesuaikan dengan dinamika kehidupan masyarakat.
08:30Masyarakat kan beda, Mas.
08:31Kepatuhan hukumannya kan sudah berbeda, kan?
08:33Nah, tentunya kita juga harus tetap mengedepankan
08:36namanya hak asasi manusia,
08:38tetapi kita melakukan juga tentunya secara proporsional dan profesional.
08:43Nah, inilah yang nanti di dalam hasil Komite Reformasi ini
08:48yang kita harapkan ada masukan-masukan dari berbagai koalisi masyarakat sipil.
08:53Sehingga Pak Jimli kan mengatakan bahwa nanti pada saat terapat
08:56pasti akan mengundang semua masyarakat yang ingin memberikan masukan kepada tim ini.
09:02Ya, meskipun tidak dilibatkan secara langsung,
09:04tentu pelibatan secara tidak langsung ini juga sama saja dengan
09:08kalau mereka ada di dalam tim.
09:10Kalau perlu pahaman, pemahaman saya demikian, Mas.
09:12Oke, baik.
09:13Apakah kita masih bisa berharap pada Komisi
09:16ketika reformasi sudah dikerjakan
09:18tapi publik merasakan masih ada problem di Kepulisan?
09:21Kita bahas setelah cerita berikut ini.
09:22Terima kasih.

Dianjurkan