00:00Intro
00:00Masih bersama kami di Kompas Bisnis, Saudara Menteri Keuangan Purubaya Yudisa Dewa bilang
00:16utang pemerintah pusat senilai 9.138 triliun rupiah masih di level batas aman.
00:23Purubaya meminta agar nilai utang tidak semata-mata dilihat dari nilai absolut nominalnya saja,
00:31tetapi dilihat dari perbandingannya dengan rasio terhadap PDB.
00:35Purubaya pun membandingkan rasio utang Indonesia yang jauh lebih rendah dibanding negara lain
00:40seperti Jerman, Amerika Serikat, Singapura, dan Jepang.
00:44Menurut Purubaya, utang tidak seharusnya dijadikan sentimen negatif pada perekonomian
00:49karena jika dilihat dari standar internasional, Purubaya menilai utang Indonesia masih cukup pruden
00:55atau aman dengan kehati-hatian.
01:01Acuan utang, bahaya besar apa enggak, itu bukan dilihat dari nominalnya saja,
01:08tapi diperbandingkan dengan seks obat ekonominya.
01:11Ini kan 9.138 triliun itu sekarang masih di bawah 39% dari PDB kan?
01:15Jadi dari standar ukuran internasional itu masih aman.
01:23Anda bayangkan kalau saya seorang yang punya uang penghasilan 1 bulan 1 juta
01:29dibandingkan Pak Sekjen yang punya penghasilan 100 juta.
01:32Utang saya 1 juta, itu sama dengan pendapatan saya sebulan.
01:36Tapi untuk dia 1 juta, itu cuma sepas 100 dari pendapatannya.
01:41Dia aman, bayarnya gampang, saya enggak bisa bayar mungkin atau susah membayar utangnya.
01:49Jadi acuannya bukan nilai absolut nominal saja, tapi dibandingkan dengan rasio ekonominya.
01:54Kita aman, masih di bawah 40, Maastricht Triti kan 60%.
02:00Berdasarkan data Dirjen Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan,
02:08utang pemerintah terus naik sejak 5 tahun terakhir.
02:11Di tahun 2020, utang pemerintah berada di Rp6.079 triliun,
02:17di 2021 Rp6.913 triliun,
02:21Lalu di tahun 2024, tercatat Rp8.813 triliun,
02:28dan di tahun 2025, tercatat Rp9.138,05 triliun.
02:35Dengan demikian, dalam 5 tahun terakhir,
02:37posisi utang meningkat lebih dari Rp3.000 triliun.
02:41Sekali lagi kami tekankan, saudara,
02:49utang pemerintah per Juni 2025 sudah menembus Rp9.138,05 triliun.
02:57Nilai ini 39,86% dari PDB.
03:02Sebagai catatan, Undang-Undang No. 17 Tahun 2003
03:05tentang Keuangan Negara mengamanatkan,
03:07utang aman adalah 60% terhadap PDB.
03:11Rasio utang pemerintah pusat tembus Rp9.138,05 triliun.
03:21Menteri Keuangan Purubaya Yudisa Dewa bilang,
03:23angka ini masih dalam batas aman,
03:26karena masih di bawah 60% dari PDB.
03:29Benarkah demikian?
03:30Kemudian apa solusinya?
03:32Agar belanja pemerintah tidak terus membengkak?
03:35Kita tanyakan kepada Guru Besar Ekonomi Universitas Air Laga,
03:39Prof. Rahma Gahmi.
03:40Selamat pagi, Prof. Rahma.
03:43Selamat pagi, Mas. Apa kabar?
03:46Baik, Alhamdulillah, Prof.
03:47Kemudian kita bicara soal utang Indonesia nih, Prof.
03:51Yang Undang-Undang kan bilang bahwa batas amannya adalah 60%.
03:54Tapi ini kan ada level waspadanya gitu.
03:58Apakah 40% ini yang Rp9.138 triliun ini
04:03di titik psikologis lampu kuning utang kita?
04:06Ya, begini Mas. Terima kasih.
04:10Sebenarnya batas utang kita itu,
04:14kalau mau membandingkan dengan negara-negara lain,
04:17seperti Filipin, termasuk juga India yang cukup besar,
04:22dari PDB-nya gitu ya, sampai 80% gitu.
04:27Memang kalau melihat dari tetangga negara-negara tersebut,
04:32memang Pak Purbaya itu meyakini masih aman gitu ya.
04:37Tapi kan kita harus melihat, Mas,
04:40bahwa batas aman menurut Undang-Undang No. 17 tahun 2003 itu,
04:45memang batas rahasia utang terhadap PDB 60% gitu ya.
04:49Nah, memang kita itu masih berada pada posisi 39%, sekian gitu ya.
04:54Nah, memang titik psikologis dari lampu kuning itu,
04:58memang banyak yang menganggap bahwa 40% itu sebagai level waspada,
05:04atau titik psikologis di mana utang mulai perlu dikelola lebih hati-hati.
05:10Nah, memang kita ini tentunya jangan terlampau yakin bahwa
05:15utang kita masih berada batas level aman gitu.
05:19Kalau mau membandingkan negara-negara lain,
05:23terutama Filipin, Malaysia, India, dan sebagainya, Thailand, dan sebagainya gitu ya.
05:28Itu kan mempunyai postur APBN yang berbeda dengan kita gitu ya.
05:33Kalau kita itu kan, kita tahu, Mas,
05:35per 31 Agustus kemarin dari APBN yang total 2.800 sekian,
05:41kita itu baru terrealisasi 1.600 triliun gitu.
05:47Jadi intinya ini perlu kewaspadaan, perlu kehati-hatian gitu, Mas.
05:53Karena memang kita tidak mudah ya untuk bagaimana kita melihat bahwa
05:59secara rasio saat ini, per Juni tahun 2025 ini,
06:03rasio utang Indonesia terhadap PDB memang betul.
06:06Baru 39,86%, tapi itu adalah mendekati titik waspada.
06:11Nah, masalahnya begini, kalau kita lihat pencapaian dari APBN itu,
06:18kalau semua normal ekonomi itu, dan juga semua berjalan,
06:25sektor real berjalan, sehingga nanti pendapatan dari korporit itu juga
06:30memadai, bertambah gitu ya, sehingga dia juga bisa membayar pajak dengan baik.
06:35Sehingga nanti rasio pajak yang sudah dialokasikan untuk APBN kita itu
06:39akan tercapai, ya itu tidak apa-apa gitu.
06:42Tapi ini kan masalahnya sekarang kita dalam kondisi ekonomi yang tidak baik-baik saja.
06:46Kenapa? Karena sektor real tidak jalan.
06:49Kenapa saya mengatakan sektor real itu tidak jalan?
06:51Karena undiverse loan yang ada di perbankan itu 2.395 triliun sekian.
06:58Artinya itu sudah sektor real kita itu mandet.
07:01Dan apalagi sekarang memang kita ketahui bahwa sektor manufaktur itu
07:05memang sudah kolaps gitu ya.
07:07Sehingga disinilah yang menyebabkan pendapatan korporit itu menurun.
07:13Sehingga ini berpengaruh pada rasio pendapatan pajak kita.
07:17Teks rasio kita tidak akan tercapai gitu mas.
07:20Oke.
07:20Nah, memang ya oke.
07:22Iya, walaupun masih di bawah 40% tapi kita harus waspada karena kondisinya lagi beda gitu ya.
07:28Kita lagi...
07:28Beda mas, karena kenapa ya?
07:30Level kelas menengah sekarang kan sudah memang pada titik kulminasi nol gitu ya.
07:36Karena sudah tidak mempunyai tabungan dan dia juga sudah memakan utang gitu ya.
07:41Dengan pinjaman gitu.
07:43Nah, ini yang harus diwaspadai.
07:44Padahal negara kita ini adalah yang paling terbesar itu kan level menengah.
07:49Menengah ke bawah gitu.
07:50Nah, ini yang perlu diwaspadai.
07:52Sehingga rasio kalau misalnya nanti rasio utang kita melebih 40% bagaimana?
07:57Memang kita pernah kan mas, historisnya Indonesia itu pernah memiliki rasio utang yang lebih...
08:02Apa namanya dari...
08:0440%?
08:05Iya, dari 40% masa lalu.
08:07Terutama pada saat kita mengalami krisis moneter tahun 97-98 gitu ya.
08:13Ya memang kalau kita lihat dari rasio utang saat ini,
08:15kalau pemerintah mengatakan masih aman-aman saja, ya nggak masalah.
08:20Tapi harus hati-hati.
08:22Jangan terlalu percaya diri dengan apa istilahnya rasio utang yang ada.
08:27Karena memang ekonomi kita ini sekarang lagi belum baik.
08:31Karena Bank Dunia pun sekarang sudah menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 itu
08:38tentunya tidak akan sampai 5% mas gitu loh.
08:42Oke, jangan terlalu pende dengan masih di bawah 40% tapi kita harus pas pada dengan kondisi sekarang.
08:47Tapi kemudian bagaimana dapatnya bagi utang negara nih Prof?
08:50Kita akan bahas susah jadat tetap bersama kami di Kompas Bisnis.
08:52Iya.
08:52Masih di Kompas Bisnis dan masih bergabung bersama kami melalui sambungan daring Prof Rahma Gahmi,
09:01Guru Besar Universitas Ekonomi, Maksudnya Guru Besar Ekonomi Universitas Erlangga.
09:06Prof Gahma, kita lanjutkan kembali.
09:08Ini kan utang kita yang mendekati 40% dari PDB, ini sekarang lagi nggak baik-baik aja.
09:13Jangan terlalu yakin gitu ya, karena ketidakpastian global lagi tinggi.
09:16Trump kembali perang sama Xi Jinping, kemudian dolar bisa naik rupiah lemah.
09:20Ini resikonya bagi utang negara seperti apa Prof?
09:24Ini nih, ketidakpastian global itu tentunya kan akan juga berdampak pada risiko utang Mas.
09:31Karena jika dolar menguat, rupiah melemah, itu nanti beban utang luar negeri kita terutama dalam bentuk falas itu,
09:40Indonesia akan meningkat dalam hitungan rupiah gitu kan.
09:42Risikonya apa? Utang dalam falas itu akan jadi lebih mahal jika rupiah melemah gitu ya.
09:49Nah, pemerintah mungkin perlu mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk pembayaran utang jadinya kan.
09:56Sehingga kalau sudah pendapatan APBN kita itu hanya dialokasikan untuk pembayaran utang kan berarti kan tidak bisa membangun Mas.
10:05Jadi itu risikonya.
10:06Nah, yang kedua, skenario global itu terutama adalah apa?
10:10Kita kan belum tahu ya ketegangan geopolitik ini seperti potensi perang dagang antara Trump dengan si Jinping gitu ya.
10:19Dan itu kan bisa meningkatkan volatilitas mata uang global juga Mas.
10:23Nah, ini perlu hati-hati.
10:24Jadi jangan terlalu kepedean bahwa ini masih ada di bawah rasio PDB yang sudah di bawah 40% dari rasio PDB gitu.
10:32Tidak seperti itu.
10:34Kenapa?
10:35Karena juga saya lihat ini sekarang kan masa-masa memang orang dalam kondisi tidak punya pekerjaan.
10:42Ya.
10:43Nah, karena orang tidak punya pekerjaan ini berisiko dan rentan sekali untuk terjadi social unrest gitu kan.
10:51Nah, kalau misalnya kestabilan politik tidak terjamin, terjadi social unrest dan sebagainya.
10:56Karena saya lihat Indonesia ini terlalu kental, terlalu politik ini jadi panglima gitu dibandingkan dengan pembangunannya.
11:04Ini sangat berbahaya sekali.
11:06Nah, ini perlu hati-hati juga.
11:08Jadi kenapa?
11:09Karena ini kan semuanya akan mengarah kepada yang menjadi suatu apa istilahnya semakin dalam.
11:18Adaan yang akan kita hadapi nanti.
11:21Oke, lagi-lagi nih ya Prof ya keadaan sekarang harus diwarpadai.
11:23Jangan mentang-mentang masih lampu kuning, masih di bawah 60%, terus kita santai-santai saja.
11:29Harus ada kebijakan fiskal yang tepat juga dari pemerintah untuk bagaimana kita bisa memanfaatkan utang ini secara baik dan juga efektif.
11:36Terima kasih Prof. Rahma Ghafmi, Guru Besar Ekonomi Universitas Erlangga sudah bergabung bersama kami di Kompas Bisnis.
11:43Selamat pagi Prof.
11:45Terima kasih Mas.
11:46Selamat pagi.
11:47Selamat pagi.