Awal dari Kekacauan: Wajah KAI Sebelum 2009 Sebelum tahun 2009, menyebut nama "Kereta Api Indonesia" (KAI) sering kali mengundang gambaran kekacauan. Stasiun-stasiun kereta api terasa kumuh, sesak, dan semrawut. Para pedagang asongan dan calo tiket berkeliaran bebas, menciptakan suasana yang tidak aman dan tidak nyaman.
Lebih parah lagi adalah kondisi di dalam kereta. Penumpang berdesakan, bahkan hingga naik ke atap kereta—fenomena yang melahirkan istilah "atapers". Toilet kotor dan bau adalah pemandangan umum. Kereta ekonomi adalah simbol penderitaan: panas, penuh sesak, dan jauh dari kata layak.
Secara bisnis, KAI adalah perusahaan yang terus merugi. Pelayanan publik terabaikan, dan perusahaan BUMN ini tampak seperti raksasa tua yang sakit dan tak terurus.
Kedatangan Sang Pendobrak Pada tahun 2009, di tengah kondisi karut-marut itu, ditunjuklah seorang bankir profesional, Ignatius Jonan, sebagai Direktur Utama. Banyak yang skeptis. Jonan adalah orang luar, tanpa latar belakang di industri perkeretaapian. Namun, ia datang membawa perspektif baru yang radikal: KAI harus memperlakukan penumpang sebagai pelanggan (customer), bukan sekadar "penumpang".
Jonan tidak bekerja dari balik meja. Ia dikenal dengan gaya kepemimpinannya yang "turun ke bawah" atau blusukan. Ia tidak segan memeriksa langsung kondisi stasiun dan kereta di berbagai daerah, seringkali tanpa pemberitahuan.
Revolusi Dimulai dari Toilet Transformasi yang dilakukan Jonan dimulai dari hal-hal yang paling dasar namun paling berdampak pada martabat pelanggan.
1. "Revolusi Toilet" Kisah paling legendaris adalah obsesinya pada kebersihan toilet. Jonan percaya, jika toilet saja—hal yang paling kotor—bisa dibuat bersih dan wangi, maka mengurus yang lain akan lebih mudah. Ia sering mengecek toilet kereta dan stasiun secara pribadi. Ada cerita ia pernah memarahi kepala stasiun dengan keras karena menemukan toilet yang kotor. Standar baru ditetapkan: toilet harus bersih, kering, dan wangi.
2. Memberantas "Atapers" Jonan menyatakan perang terhadap "atapers". Ini bukan hanya soal ketertiban, tapi soal keselamatan dan kemanusiaan. Berbagai cara dilakukan, mulai dari pemasangan portal penghalang, menyemprotkan oli di atap (meski ini diperdebatkan), hingga penjagaan super ketat di stasiun. Awalnya banyak ditentang, namun ketegasannya berhasil: dalam waktu relatif singkat, tidak ada lagi penumpang di atap kereta.
3. AC untuk Semua Langkah yang paling diapresiasi publik adalah kebijakannya memasang Air Conditioner (AC) di semua kelas kereta, termasuk ekonomi. Ini adalah terobosan besar. Kereta ekonomi yang dulu identik dengan "gerah" dan "sumpek" kini menjadi sejuk dan nyaman. Ia menghapus diskriminasi pelayanan.
Mendobrak Sistem yang Usang Setelah membenahi fisik, Jonan bergerak membenahi sistem.
4. Perang Melawan Calo (E-Ticketing) Untuk memberantas calo yang merugikan pelanggan, Jonan meluncurkan sistem tiket online (e-ticketing) secara masif. Ia juga menerapkan sistem boarding pass dan p
Be the first to comment