Pepatah “Air susu dibalas dengan air tuba” mengandung pesan mendalam tentang rasa budi dan balas jasa. Secara harfiah, pepatah ini menggambarkan seseorang yang membalas kebaikan dengan kejahatan — memberi racun sebagai balasan atas pemberian susu, simbol kasih dan ketulusan. Dalam kehidupan pribadi, ini mencerminkan perilaku manusia yang lupa diri, tidak tahu berterima kasih, atau bahkan menyakiti orang yang telah menolongnya.
Dalam relasi antarindividu, pepatah ini sering muncul saat seseorang merasa dikhianati oleh orang yang dulu ia bantu. Entah dalam pertemanan, keluarga, atau pekerjaan — kebaikan tidak selalu kembali dalam bentuk yang sama. Kadang justru dibalas dengan fitnah, iri hati, atau pengkhianatan. Namun di sinilah ujian moral manusia: apakah kita akan membalas kejahatan dengan kejahatan, atau tetap memilih jalan kebajikan?
Di era digital, pepatah ini semakin relevan. Dunia maya sering kali memperlihatkan betapa mudahnya seseorang menyalahgunakan kepercayaan dan kebaikan orang lain. Misalnya, seseorang membantu orang lain dengan tulus, tetapi kemudian kebaikannya disalahartikan, disebarkan tanpa izin, atau bahkan dipermalukan di media sosial. Kecepatan informasi membuat air tuba — kebencian, fitnah, dan ujaran kebencian — menyebar lebih cepat daripada air susu — niat baik dan ketulusan.
Namun, bila kita melihatnya melalui kacamata filsafat Bajra Jnana dan ajaran Hindu, pepatah ini mengajarkan tentang pengendalian diri, kesadaran, dan kebijaksanaan spiritual. Bajra Jnana melambangkan kekuatan pengetahuan yang mencerahkan — bajra berarti petir atau kekuatan tak tergoyahkan, sedangkan jnana berarti pengetahuan sejati. Dalam konteks ini, seseorang yang memahami Bajra Jnana tidak akan mudah terguncang oleh perlakuan buruk orang lain. Ia sadar bahwa membalas keburukan dengan keburukan hanya memperpanjang lingkaran samsara — penderitaan akibat karma buruk.
Ajaran Hindu juga menekankan tat twam asi — “aku adalah engkau”. Ketika kita benar-benar memahami bahwa diri kita dan orang lain adalah satu dalam esensi ilahi, maka menyakiti orang lain sama artinya dengan menyakiti diri sendiri. Maka, walaupun kebaikan dibalas kejahatan, seorang yang bijak memilih untuk tetap berbuat baik, karena ia paham bahwa yang menabur kebaikan akan menuai kebaikan pula, entah cepat atau lambat.
Pepatah “Air susu dibalas dengan air tuba” bukan hanya peringatan tentang ketidakadilan manusia, tapi juga pengingat agar kita tetap teguh di jalan dharma — kebenaran dan kebajikan. Di dunia yang serba cepat dan penuh reaksi instan, bijaksana berarti menahan diri, berpikir jernih, dan terus menebar air susu — kasih dan kebajikan — meski dunia kadang membalasnya dengan air tuba.
Be the first to comment