Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utama
JAKARTA, KOMPAS.TV - Hakim Agung 2011-2018, Prof. Gayus Lumbuun mengatakan hakim memiliki kewenangan luas untuk memeriksa dan memutus sebuah perkara. Dalam memutus perkara, hakim berdasarkan dakwaan jaksa.

Selain itu, Prof. Gayus juga melihat pemberian abolisi bagi Tom Lembong oleh Presiden Prabowo Subianto adalah untuk menghindari instabilitas nasional.

Pakar Hukum Tata Negara sekaligus pendukung Tom Lembong, Refly Harun mempertanyakan instabilitas nasional yang dimaksud Prof. Gayus. Sebab, jika tidak ada abolisi bagi Tom, justru bisa menjadi preseden buruk bagi investasi.

Maka, Refly menduga inilah yang mendorong Presiden Prabowo mengeluarkan abolisi bagi Tom.

Refly mengatakan putusan perkara Tom Lembong tidak ada kaitannya dengan dengan ekspor-impor atau impor gula.

Menurut Refly, kerugian negara yang dihitung itu adalah kelebihan bayar dari pihak swasta kepada PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia) yang notabene adalah BUMN. Gula itu harga pokoknya Rp8.900,000. Kemudian PPI beli Rp9.000,000. Jadi inilah yang kemudian dianggap lebih bayar.

"Dan kalau tidak diberikan abolisi, maka pemerintahan Prabowo-Subianto .tercatat sebagai pemerintahan yang menghukum orang untuk pertama kalinya," kata Refly.

"Jadi di sini ada politik di atas kekuasaan kehakiman. Nah masalahnya adalah siapa yang menyuruhnya? Kan begitu. Nah orang mengatakan dari sisi politiknya, ya belum selesai. Ada secara yuridis dia presiden tapi secara aktual dia masih berkuasa. Nah itulah kemudian orang bilang geng solo dan lain sebagainya," lanjutnya.


Menanggapi hal itu, Prof. Gayus mengatakan ada keprihatinan Presiden Prabowo Subianto dalam kasus Tom Lembong.

"Maka diambil langkah adalah abolisi. Maka abolisi ini kan tidak melihat salah benarnya lagi. Walaupun dia dihukum juga di tingkat pertama. Tetapi abolisi ini lebih kepada bagaimana menghentikan proses hukum," katanya.


Selengkapnya saksikan di sini: https://youtu.be/FewAMvOVKx8?si=_iIwD6_Noo4-qvQp

#tomlembong #abolisi #prabowo

Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/talkshow/610345/refly-harun-bicara-kasus-tom-lembong-tepatkah-vonis-hakim-menurut-gayus-lumbuun-rosi
Transkrip
00:00Selamat malam Anda menyaksikan program ROSI.
00:02Bebas dari tahanan usai menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto,
00:07mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong melaporkan tiga hakim
00:10yang menyedangkan terkait kasus korupsi impor gula
00:14ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
00:18Malam ini saya mengundang seorang pakar hukum Tata Negara
00:21dan juga bagian dari pendukung Tom Lembong,
00:24ia adalah Refli Harun dan mantan hakim agung atau hakim agung di era 2011-2018
00:30Profesor Gayus Lumbun.
00:32Pak Gayus, Bung Refli selamat malam.
00:35Selamat malam Pak Rosi.
00:37Bung Refli saya mulai dulu dari Anda.
00:40Belum pernah rasanya ada seorang terdakwa korupsi,
00:43ia dihukum tetapi justru mendapat pembelaan yang sungguh meluas dari masyarakat banyak.
00:49Biasanya seorang koruptor itu dianggap hukumannya kurang berat
00:53tapi baru kali ini seorang terdakwa pidana korupsi justru mendapat pembelaan.
00:58Tetapi alih-alih sudah bebas karena ada abolisi dari Presiden Prabowo
01:03tapi justru ingin melaporkan tiga hakim.
01:06Mengapa menurut Anda langkah ini dianggap perlu?
01:09Tadi lawyernya kan mengatakan perbaikan sistem hukum.
01:14Dan Anda sepakat dengan itu?
01:15Sepakat.
01:16Jadi ini bukan hanya soal urusan Tom Lembong seorang.
01:20Saya dengar dari lawyernya, kalau jangankan pas setengah tahun atau dua tahun,
01:25satu hari pun Tom Lembong pasti akan melawan.
01:28Jadi bukan karena sudah dibebaskan dan tidak bersyukur.
01:31Bukan.
01:32Tetapi justru karena ingin mengkoreksi sistem peradilan kita.
01:35Karena dia merasakan betul bagaimana dia dikriminalisasi.
01:38Jadi kasusnya itu kan berubah-ubah.
01:44Sebenarnya kan unsur yang paling pentingnya itu kan kerugian negara.
01:47Itu salah satunya.
01:49Nah kerugian negaranya itu sejak dia dinyatakan sebagai tersangka
01:54sampai putusan hakim itu berubah.
01:58Jadi kasus awalnya beda, kemudian ketika di dalam dakwaan beda,
02:05dalam tuntutan beda, dalam vonis hakim beda.
02:08Kalau gitu kenapa?
02:09Kenapa hakim yang harus menjadi tumbal?
02:12Sebenarnya bukan tumbal ya.
02:13Kenapa hakim yang harus kemudian menerima, harus dilaporkan?
02:17Di mana ininya hakim?
02:18Sebenarnya yang saya dengar, mereka juga mau melaporkan kejaksaan.
02:21Bahkan mereka juga mau ke komisi tiga.
02:24Jadi sebenarnya yang terlibat itu kan kejaksaan
02:28dan tentu saja majelis hakim.
02:30Dalam tanda kutip membuat sebuah putusan yang
02:33dalam perspektif saya ini peradilan sesat.
02:36Orang tidak jelas salahnya apa,
02:38tiba-tiba dihukum dengan pasal dua lagi.
02:41Pasal dua itu minimum empat tahun hukumannya.
02:44Jadi wajar kalau kemudian mereka merasa bahwa
02:48ini perlu diperjuangkan,
02:50mumpung ada pemerintahan yang baru kan.
02:52Saya sebagai pribadi misalnya, Zarub Rikar.
02:56Kok ada maklar di Mahkamah Agung
02:58yang bisa mengumpulkan uang satu triliun
03:01kemudian kita tidak menganggap bahwa
03:03yang namanya Mahkamah Agung sudah roboh.
03:07Coba bayangkan, kalau seandainya seorang maklar saja
03:09bisa mengumpulkan uang sampai satu triliun,
03:13lalu bagaimana uangnya mengalir ke pembuat putusannya?
03:17Kan nggak mungkin pembuat putusannya itu
03:18lebih rendah mendapatkan dibandingkan maklarnya misalnya.
03:20Itu logic thinking-nya.
03:22Jadi Anda merasa ini sebagai bagian dari pintu masuk?
03:24Iya, saya pribadi ya, ini pribadi.
03:27Saya sendiri memperjuangkan sebuah perubahan yang radikal
03:29dalam tata hukum kita yang ada.
03:32Dan kalau tidak diberikan abolisi,
03:35maka pemerintahan Prabowo Subianto
03:38tercatat sebagai pemerintahan
03:40yang menghukum orang untuk pertama kalinya.
03:43Saya underlining Prabowo Subianto atau Presiden
03:47begini sederhananya.
03:47Saya belum percaya yang namanya independensi of judiciary.
03:53Jadi hakim memutus bukan karena dia independen,
03:59tetapi tonenya adalah seolah-olah bahwa ada misi khusus
04:04bahwa Tom Lembong harus dihukum.
04:07Jadi di sini ada politik di atas kekuasaan kehakiman.
04:11Nah masalahnya adalah siapa yang menyuruhnya, kan begitu.
04:15Nah orang mengatakan dari sisi politiknya,
04:18ya belum selesai.
04:19Ada secara judisial, secara yuridis dia presiden,
04:26tapi secara aktual dia masih berkuasa.
04:28Nah itulah kemudian orang bilang geng solo dan lain sebagainya.
04:31Ini adalah kasus pesanan, begitu.
04:33Sebagai seorang mantan hakim agung,
04:36tidakkah Anda melihat bahwa hakim jadi kena getahnya?
04:39Padahal ini dianggap juga sebagai kasus pesanan.
04:43Ya tentu bisa kita pahami kalau suara masyarakat seperti ini.
04:47Tapi suara masyarakat yang mempersoalkan keadaan pengadilan,
04:51itu harus saya katakan banyak contohnya sebelum kita merdeka.
04:54Kita ini terlalu lama dijajah.
04:57Jadi siapapun yang memperintah kita curiga.
05:00Langkah-langkah diambil selalu curiga.
05:02Sehingga pada waktu-waktu kita dijajah itu abad ke-11.
05:05Tapi rasanya oke kalau itu melihat dari sejarah,
05:09tapi kalau melihat dari kasusnya Tom Lembong,
05:11kecurigaan itu ada dasarnya?
05:13Iya, karena cuatan-cuatan masyarakat itu menjadi presiden prihatin.
05:18Bahwa akan mengguncangkan padahal belum tentu benar atau belum tentu salah.
05:22Maka diambil langkah adalah abolisi.
05:25Maka abolisi ini kan tidak melihat salah benarnya lagi.
05:30Walaupun dia dihukum juga di tingkat pertama,
05:32tetapi abolisi ini lebih kepada bagaimana menghentikan proses hukum.
05:37Menghentikan, menghapus.
05:40Ini kira-kira kalau Tom Lembong ya masih ada lagi yang lain.
05:43Jadi bagi saya, tadi saya menggunakan bagaimana mekanisme mengerti pemerintah
05:48seperti hari-hari ini.
05:49Di jambat sebelum tentu merdeka itu dengan wayang.
05:53Wayang itu diciptakan dan dilakonkan untuk mengerti pemerintah.
05:58Kalau kita kembali ke topiknya Prof Gayus,
06:01sebagai seorang hakim agung di periode 2011-2018,
06:06sekarang setelah salah satu terdakwa kasus korupsi Pak Tom Lembong mendapat abolisi,
06:11hakim dilaporkan.
06:12Dan ini adalah peristiwa pertama dalam sejarah.
06:14Artinya, hakim mendapat sorotan bahwa ia telah memutuskan fonis atas dasar,
06:20bukan atas dasar keadilan.
06:22Entah dia tidak paham kasusnya,
06:24atau memang karena pesanan politik.
06:26Hakim seringkali dilaporkan,
06:28saya ini berkali-kali berjabat sebagai
06:30majelis kehormatan hakim atau MKH,
06:33yang mengadili hakim di semua tingkatan.
06:35Jadi biasa,
06:36karena hakim kan tidak bisa memuaskan semua pihak yang diadili.
06:40Ini kalau terbicara netral ya,
06:42objektif bagi saya.
06:43Oke, kalau gitu saya mau masuk ke begini.
06:45Seperti misalnya,
06:47pertimbangan yang diberikan atau dibacakan oleh majelis hakim,
06:51yaitu Tom Lembong saat menjadi Menteri Perdagangan,
06:55pemegang kekuasaan pemerintahan, dan lain sebagainya,
06:57lebih mengedepankan ekonomi kapitalis dibanding dengan sistem demokrasi ekonomi
07:01dan sistem ekonomi Pancasila berdasarkan Undang-Undang Dasar 45.
07:04Pertimbangan macam apa ini?
07:06Itu ngawur itu.
07:07Saya tidak boleh dikatakan ngawur ya.
07:09Tidak boleh sama sekali.
07:10Oke, saya akan...
07:11Kita objektif.
07:12Saya melembutkan pernyataan Bung Refli.
07:14Pertimbangan macam apa ini?
07:17Sejauh ada relevansi pandangan hakim
07:20terhadap sebuah konteks perlakuan
07:23atau di bidang ekonomi menyangkut hukum,
07:26ada dua pandangan atau mungkin lebih,
07:28yaitu bagaimana kapitalis ekonomi
07:33dan nasionalis atau seri di Pancasila.
07:36Itu biasa saja.
07:38Hakim memperbandingkan hal yang tidak pernah tercuat
07:40tapi ada di pikiran hakim majelis ini.
07:43Bahwa ini apakah kesana?
07:45Apakah ini kesini?
07:46Itu kan kebebasan hakim.
07:47Apa hakim dibelenggu untuk tidak boleh mempersoalkan yang tidak dibahas?
07:51Tidak, saya pikir.
07:52Jadi gini, kan kalau hakim membuat sebuah putusan
07:57itu harus ada koherensinya, korelasinya.
08:01Jadi putusan terakhir Tom Lembong itu
08:03tidak ada kaitannya dengan ekspor-impor.
08:06Tidak ada kaitannya dengan impor gula.
08:09Jadi kerugian negara yang dihitung itu adalah kelebihan bayar.
08:13Dari pihak swasta kepada PPI.
08:15PPI itu perusahaan perdagangan Indonesia
08:17yang notabene adalah BUMN.
08:19Gula itu harga pokoknya Rp8.900
08:23kemudian PPI beli Rp9.000.
08:27Jadi dianggap lebih bayar.
08:29Lalu hubungannya sama Tom Lembong apa?
08:31Kan awalnya kita lihat kebijakan impor gula.
08:34Tapi itu tidak dipersoalkan pada putusan akhir.
08:39Lalu kalau kita kaitkan dengan ekonomi kapitalisme
08:42itu di mana kapitalismenya?
08:46Coba bayangkan.
08:46Kita berpikir apa kapitalismenya di sana?
08:49Misalnya ya katakanlah
08:51Tom Lembong memilih untuk melibatkan swasta dalam impor.
08:57Misal tidak monopoli BUMN.
09:01Kapitalismenya di mana?
09:02Kalau kita bicara ekonomi Pancasila
09:04itu ekonomi yang ada triplasnya.
09:07Oke.
09:07Jadi tadi Anda mengatakan ini ngawur
09:09tapi itu langsung dibantah
09:10atau jangan seperti itu.
09:13Lalu nggak bantah.
09:15Beliau ingin dihaluskan.
09:16Saya ingin.
09:17Tidak, tidak.
09:18Saya tidak sependapat.
09:19Karena begini ya.
09:21Hakim itu punya kewenangan yang luas
09:22untuk meriksa perkara
09:24dan memutus perkara.
09:25Walaupun ada intergrated criminal justice system.
09:29Jaksa juga harus diperhatikan juga
09:31terhadap perkara ini
09:32kalau kita bicara intergrated ya.
09:35Tetapi begini.
09:36Oke.
09:36Jadi antinya mestinya
09:37kenapa cuma hakim yang dilaporkan?
09:38Jaksa juga harusnya dilaporkan.
09:40Jaksa tidak keberatan
09:41dan Jaksa memang juga dalam kaitan
09:43pengadilan yang mengadili ini.
09:46Anda merasa ada ketidakadilan
09:47untuk para hakim.
09:48Kenapa hakim yang mutus
09:50berdasarkan dakwaan Jaksa
09:51tapi yang justru
09:52kena getahnya adalah majelis hakim
09:54bukan kejaksaan?
09:56Kalau integrasi jabatan
09:58tugas ya tentunya
10:00semua akan terlibat.
10:02Ya Anda juga merasa
10:03bahwa dalam hal ini
10:03majelis hakim mendapat ketidakadilan?
10:05Kalau disualan di publik seperti ini
10:07maka...
10:08Harusnya kejaksaan juga dilaporkan?
10:10Bukan dilaporkan
10:11karena gini ya
10:12saya belum bicara pelaporannya.
10:14Kalau pelaporannya teknis juridis
10:16saya tidak sependapat untuk dilanjutkan.
10:18Kecuali memang...
10:19Teknis juridis sebenarnya apa maksudnya?
10:20Ya membahasang tadi itu
10:22termasuk Pak Refli
10:23mempersoalkan pandangan hakim
10:25mengenai
10:26mengenai
10:27bentuk perekonomiannya.
10:28Kenapa tidak?
10:29Bukankah itu
10:30sebagai bagian dari
10:31pembelajaran hukum?
10:32Hanya perilaku
10:33hakim yang salah itu
10:34yang mesti diadili
10:35kemudian setelah pesan hakim.
10:37Hakim ini tidak mempunyai
10:38advokat juga demikian kan?
10:40Advokat pun ada ketentuan
10:41mengenai
10:42apa namanya
10:44apa
10:45apa
10:46kekebalan
10:47kekebalan
10:48ada
10:48Pasal 19
10:49advokat juga mengatur itu.
10:51Jadi
10:51advokat itu tidak bisa dituntut
10:53dan perkara ini
10:54baik di dalam
10:55maupun di luar pengadilan.
10:56Oke jadi
10:57apapun
10:57apapun pertimbangan hakim
10:59maka itu adalah hak
11:00yang dimilikinya
11:01karena ia hanya bertanggung jawab
11:02karena adilnya ke atas
11:04kalau dikatakan
11:05ini tidak adil
11:06dan sebagainya
11:06kan siap negara menyiapkan
11:08dibanding kasasi
11:09sampai PK
11:10putusan hakim itu
11:12tidak boleh
11:13dipersoalkan oleh pejabat publik
11:16pejabat publik
11:17wajib melaksanakannya
11:18tetapi
11:19akademisi dia boleh
11:21kita ini kan orang
11:22akademisi kan
11:23jadi
11:24Prof
11:25apa
11:26Gayus
11:27saya mengajar hukum kan
11:29karena itu menurut saya
11:30ya kita
11:31harus
11:32melihat ini
11:33sebagai sebuah
11:34bahan akademis
11:35untuk dipersoalkan
11:36nah foranya dimana
11:39ya disini juga
11:39tidak masalah
11:40jadi kita ini bukan
11:41sekedar menggugat
11:44dalam soal
11:45kekebalan hakim
11:45kan
11:46Prof. Gayus akan mengatakan
11:48putusan hakim itu
11:49dianggap benar
11:50sebelum dievaluasi
11:52sebelum ada
11:53pengadilan tingkat banding
11:54dan lain sebagainya
11:55tetapi
11:55kita kan
11:56menjadikan ini
11:57sebagai pembelajaran publik
11:59yang dikhawatirkan
12:00Presiden
12:01menjadikan
12:02tidak stabilnya negara
12:04itu dikhawatirkan
12:05jadi
12:06tidak semua
12:07dilarang
12:08itu hak
12:09dan kebebasan
12:09tidak usah
12:10dimanapun
12:11membahas itu
12:12kebebasan
12:13jadi Prof lebih melihat
12:13untuk menghindari
12:15menghindari
12:15instabilitas
12:16tapi secara materi
12:19seharusnya tidak layak
12:20dapat abolisi
12:20instabilitas nasional
12:22itu yang mana
12:23kalau kita membahas
12:25putusan hakim
12:26ini kan
12:26ini masih baru
12:27ini masih baru
12:28akan berkembang terus
12:29justru
12:30kalau menurut saya
12:31akan terjadi
12:32instabilitas
12:33kalau tidak
12:34dikeluarkan
12:34abolisi
12:35terhadap
12:35Pemlembong
12:36karena ini akan menjadi
12:37Presiden buruk
12:38bagi investasi
12:39saya sepakat
12:40saya menduga
12:41itulah yang membuat
12:42Presiden Prabowo
12:43mengeluarkan
12:43abolisi
12:44saya sepakat
12:44dalam pengeluaran
12:45abolisi ini
12:45tapi jangan dipandang
12:47bermain politik
12:48secara bermain politik
12:48secara berbira
12:49secara politik
12:50justru saya tidak ingin
12:51abolisi ini memang
12:53produk politik
12:54yang berkaitan
12:56dengan hukum
12:56tetapi
12:57jangan dipolitisasi
12:58seperti
12:59cuatan-cuatan
13:01ini persen
13:02memperingatkan
13:03pengadilan
13:04hakim-hakim
13:04supaya betul
13:06ini bukan
13:06jalurnya
13:07itu tujuannya
13:08mungkin iya
13:09tapi bukan jalurnya
13:10jadi gini
13:10jadi Prof Gayus
13:14termasuk setuju dong
13:15adanya pemberian
13:16abolisi dan amnesti
13:17saya sangat setuju
13:18diterima dengan baik
13:19tetapi yang tidak Anda
13:19setujui adalah
13:20kemudian ini menjadi
13:21peringatan pada
13:22lembaga penegak hukum
13:23sistem peradilan
13:24untuk mengkoreksi diri
13:25saya berpandang yang berbeda
13:28tentunya boleh saja
13:29orang
13:30menganggap seperti itu
13:31tapi saya bisa boleh juga
13:33untuk orang sebaliknya
13:34Presiden
13:35membelenggu
13:36tidak lagi mengizinkan
13:38orang ini
13:39menimbulkan keributan
13:40untuk tidak boleh
13:41diproses secara hukum
13:42apakah
13:43abolisi dan amnesti ini
13:44hanya untuk
13:45rekonsiliasi
13:46atau memang
13:47harus ada koreksi
13:48pada aparat penegak hukum
13:50selamat menikmati

Dianjurkan