Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utamaLewati ke footer
  • kemarin dulu
JAKARTA, KOMPAS.TV - Melalui rapat terbatas di Istana pada Senin (2/6/2025) kemarin, pemerintah memutuskan untuk memberikan 5 paket stimulus ekonomi yang akan berjalan selama bulan Juni hingga Juli.

Adapun lima paket stimulus tersebut di antaranya adalah diskon tarif tol, diskon tiket transportasi, bantuan subsidi upah, perpanjangan diskon iuran JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja), serta subsidi sosial dan pangan.

Namun, diskon tarif listrik sebesar 50 persen yang sebelumnya ramai diperbincangkan tidak termasuk dalam paket stimulus yang diumumkan pemerintah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa paket stimulus ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan menjaga pertumbuhan ekonomi nasional.

Ekonom senior INDEF, Ahmad Tauhid, menyayangkan keputusan pemerintah yang membatalkan pemberian diskon tarif listrik.

Menurutnya, jumlah penerima manfaat diskon listrik jauh lebih besar dan memiliki dampak langsung terhadap daya beli masyarakat.

Banyak warga yang sebelumnya telah menaruh harapan pada rencana pemberian diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk bulan Juni hingga Juli.

Pembatalan tersebut menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat. Meskipun begitu, melalui lima paket stimulus yang tersedia, pemerintah tetap berharap dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

Apalagi, total anggaran yang dikucurkan untuk lima paket stimulus ekonomi selama Juni hingga Juli ini mencapai Rp24,44 triliun.

Baca Juga Menteri Bahlil Buka Suara usai Menkeu Ungkap Alasan Diskon Tarif Listrik Batal di https://www.kompas.tv/nasional/597383/menteri-bahlil-buka-suara-usai-menkeu-ungkap-alasan-diskon-tarif-listrik-batal

#listrik #diskontarif #subsidi

Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/regional/597404/full-dpr-bicara-pertimbangan-pemerintah-yang-batal-gelontorkan-diskon-tarif-listrik-50-persen
Transkrip
00:00Seperti yang Anda saksikan, mayoritas dari masyarakat yang kita wawancaranya merasa kecewa bahwa diskon tarif listrik sebesar 50% ini dibatalkan.
00:08Untuk membahas hal ini saat ini sudah bersama kita, Wihadi Wianto, anggota Komisi 11 Fraksi Partai Gerindra dan Bima Yudhistira, Direktur Eksekutif Selyos.
00:17Selamat malam, Bapak, Pak.
00:19Selamat malam.
00:20Baik, saya ke Pak Wihadi dulu.
00:24Yang jadi pertimbangan, Pak Wihadi, berdasarkan komunikasi Anda dengan pemerintah, diskon tarif listrik 50% tidak jadi dikeluarkan.
00:30Ini masyarakat sudah banyak yang berharap, mereka jadi kecewa.
00:33Gimana ini Pak Wihadi?
00:36Jadi begini, diskon listrik ini...
00:41Dan saat ini pemberian yang semua kemarin mengutip adanya pemberian diskon itu kan belum sampai kepada tahap ratas.
00:58Jadi memang belum diputuskan gitu kan.
01:01Jadi kenapa seakan-akan dibatalkan?
01:04Bukan dibatalkan, tetapi kan yang kemarin itu kan belum ini kan.
01:08Belum waktu kemarin masih dilakukan ya.
01:12Kemudian pada saat ratas itu kan belum selesai.
01:14Nah, kalau sekarang mengenai masalah subsidi listrik, listrik itu kan tetap disubsidi oleh pemerintah.
01:21Tetapi sekarang ini adalah yang dilakukan.
01:24Itulah pada saat kemarin stimulus itu ada diadakan diskon.
01:27Nah, permasalahan diskon ini yang kemarin itu masih memang belum selesai.
01:33Artinya apa? Secara administrasi belum selesai.
01:36Artinya di sini memang pertimbangannya adalah dengan bulan Juni dan Juli,
01:42itu dilakukan adalah pemerintah memberikannya dengan secara langsung.
01:46Jadi secara langsung ini kan kita bantuan tunai juga ditambah itu sejumlah sekitar 200 atau 300 di situ.
01:54Nah, ini kan penambahan ini sebenarnya kalau dilihat bahwa ini adalah memang sudah diberikan kepada masyarakat
02:00untuk langsung mereka mendapatkan uang tunai tersebut.
02:05Jadi empat stimulus itu juga bisa dilaksakan langsung.
02:08Jadi hal ini mesti harus juga, media ini mesti harus juga melihat bahwa ini kan belum melalui ratas,
02:15tapi kan sudah ramai. Nah, ramainya ini kan karena apa?
02:18Karena memang kemarin Menko itu melakukan ratas di koordinasi daripada Menko,
02:27tetapi belum sampai pada ratas itu kepada Presiden.
02:30Nah, ini hari Senin kemarin baru dilakukan ratas.
02:33Jadi prosesnya demikian.
02:35Nah, dari proses itu dilihat bahwa pemberian dalam dua bulan itu,
02:41pemberian yang langsung diberikan tunai itu yang dianggap lebih efektif dengan dua bulan ini.
02:47Oke, ini berarti kalau saya lihat ada masalah komunikasi ya Pak?
02:50Karena belum diputus, belum diketok palu, tapi sudah terkomunikasikan kepada masyarakat.
02:55Masyarakat kita juga sudah berharap dan sudah mengalokasikan mungkin anggaran rumah tangganya kepada yang lain,
03:02dibandingkan untuk mereka sudah punya pos-poster sendiri.
03:07Ini masalah komunikasi ini apakah perlu dibenahi juga Pak?
03:10Nah, begini. Kita harus melihat dulu konteksnya ya.
03:14Konteksnya itu kan Pak Elangga melaporkan hasil ratas daripada koordinasi daripada Menko.
03:23Nah, kemudian harus dibawa kepada ratas di Presiden.
03:26Nah, ini kan proses itu.
03:27Nah, kalau proses itu kemudian disampaikan oleh Menko mengenai masalah hasilnya,
03:33kan boleh saja hasilnya seperti itu.
03:35Tapi kan itu pengkajian itu tentunya akan dikaji lagi pada saat kabinet ratas.
03:40Nah, ini kan hanya media saja yang membuat ini besar gitu kan.
03:44Sebenarnya kan ini sesuatu hal yang memang prosesnya terjadi seperti itu.
03:49Jadi bukan permasalahan komunikasi, tapi ini media yang langsung menangkap.
03:53Nah, kemudian seakan-akan tentunya yang paling banyak menangkap memang kompas ya.
03:58Tapi begini Pak Wihadi, sejak dulu, ini saya perhatikan kalau sejak dulu,
04:07mau ada kebijakan pemerintah, memang ada komunikasi seperti itu.
04:11Tapi kan presentasenya sudah menuju jadi, sudah menuju 100 persen.
04:15Makanya kita juga yang mengasumkan ini akan jadi.
04:19Ya, tahu. Tapi kan harusnya, memang ini kan harus dilihat dulu.
04:25Ini hasil ratas daripada Menko.
04:29Belum pada ratas presiden.
04:31Artinya di sini keputusannya belum di keputusan presiden.
04:34Tapi seakan-akan pemerintah yang sudah menurutkan,
04:37ini kan media sendiri yang membuat asumsi itu kan.
04:40Lagi ke media, salahnya gitu Pak ya.
04:41Jadi kita kan tidak pernah berkomentar mengenai masalah ini, kan gitu loh.
04:46Ini sudah proses seperti ini lumrah juga kalau saya katakan,
04:50kalau Pak Wihadi mengatakan media sudah mengasumkan lebih dulu.
04:53Dalam pemerintahan-pemerintahan sebelumnya juga sudah seperti ini Pak sebenarnya.
04:56Tapi ada pola-pola khusus yang bisa disampaikan kepada masyarakat,
04:59sehingga masyarakat juga tidak terlalu berharap sebetulnya.
05:01Tapi sebenarnya begini ya.
05:04Sorry, tapi sebenarnya begini.
05:06Bahwa permasalahan restrik itu, itu kalau kita lihat diskon yang ada,
05:11tetapi dengan pemberian langsung tunai yang diberikan pemberian bantuan itu kan sudah ada.
05:17Jadi disini, saya harapkan disini bahwa tetap ada yang namanya bantuan kepada masyarakat,
05:23tapi bentuknya langsung, gitu kan.
05:25Nah, jadi itu dari 4 stimulus itu kan sudah,
05:305 stimulus itu kan semuanya memang mengacu kepada bagaimana untuk peningkatan daripada perekonomian.
05:37Baik, kita bicara konteksnya lagi.
05:39Ini tadi dialihkan, memasukkan diskon listrik ini ke dalam stimulus ekonomi,
05:43justru mengalihkan ke bantuan subsidi upah.
05:45Kalau begitu saya tanya ke Mas Bimas,
05:47berapa besar pengaruhnya Mas Bimas mengalihkan bantuan subsidi upah ini,
05:52alih-alih tadi memberikan diskon tarif listrik 50%?
05:55Ya, menurut saya begini.
05:59Menurut saya kan harus diakui bahwa ada persoalan daya beli masyarakat itu sedang mengalami kelesuan.
06:05Jadi daya beli masyarakatnya sedang turun,
06:07kemudian pemerintah coba memberikan stimulus, kan gitu.
06:11Nah, pertanyaannya adalah,
06:12apakah bantuan subsidi upah yang menjadi 300 ribu per bulan,
06:18itu lebih baik dibandingkan diskon tarif listrik,
06:22atau sebenarnya masyarakat itu butuh dua-duanya?
06:25Kenapa?
06:26Nah, karena sekarang ini yang sedang butuh bantuan di kelompok menengah ke bawah itu,
06:32itu ada yang tercover oleh bantuan subsidi upah,
06:37ada yang tidak.
06:38Ada yang tercover oleh diskon tarif listrik.
06:41Contohnya misalnya,
06:43bantuan subsidi upah itu datanya pakai data apa?
06:46Datanya itu pakai data BPJS Ketenaga Kerjaan.
06:49Nah, sementara pekerja-pekerja informal,
06:53yang dia lebih banyak dibantu misalnya melalui diskon tarif listrik,
06:58yang dirasakan Januari-Februari kemarin,
07:01asalkan listriknya sampai dengan 1.300 VA.
07:04Nah, itu kan artinya mereka juga membutuhkan bantuan lainnya.
07:08Bagus kalau pekerja informal masuk dalam skema bantuan subsidi upah.
07:13Driver ojol, misalnya kurir, itu bagus.
07:16Jadi ini bisa jalan sebenarnya dua-duanya,
07:18itu jauh lebih bagus.
07:19Tapi kalau hanya mengandalkan bantuan subsidi upah,
07:22kekurangannya adalah tadi,
07:24coverage dari mereka yang menerima bantuan subsidi upah,
07:28itu kalau hanya terbatas pekerja formal,
07:31kemudian guru honoret itu bagus,
07:33tapi pekerja informal tidak mendapatkan bantuan yang semacam itu dari pemerintah,
07:39maka efeknya terhadap total ekonomi itu menjadi lebih kecil,
07:43sumsi rumah tangga.
07:44Apalagi 58 persen kan pekerja kita, pekerja informal.
07:48Itu dia yang ingin saya tanyakan.
07:4950, sekian persen,
07:51ini hampir seimbang dengan pekerja formal berarti.
07:54Pekerja informal kita cukup besar jumlahnya.
07:56Untuk bumper mereka yang informal ini,
08:00dengan tadi ada kebutuhan tarif listrik diskon 50 persen,
08:05lalu juga subsidi upah.
08:06Nah kalau subsidi upah kan kita tidak bisa lagi andalkan.
08:08Nah kalau begini caranya mereka,
08:11pemerintah ini mengalihkan ke subsidi upah,
08:13sementara pekerja informal tidak mendapatkan itu,
08:16bagaimana untuk target pertumbuhan ekonomi 5 persen,
08:185 persen di kuartal ke-2 2025 ini?
08:23Mas Bima?
08:25Ya.
08:26Jadi dengan itu,
08:28dengan bantuan subsidi upah yang memang
08:31sebenarnya masih terbatas ke pekerja formal,
08:34memang daya dorong kepertumbuhan ekonomi kuartal ketiga,
08:38ini memang perlu lebih banyak stimulus lagi,
08:41biar bisa mencapai pertumbuhan 5 persen.
08:44Karena stimulus yang ada sekarang,
08:45ini kan hanya memanfaatkan momentum libur sekolah.
08:48Tapi kemudian juga kelompok menengah aja deh.
08:51Enggak wah, yang menengah itu,
08:53itu punya concern,
08:54mau liburan,
08:55manfaatkan diskon tarif tol,
08:57kemudian maskapai penerbangan,
08:59atau mempersiapkan beli seragam,
09:02dan beli keperluan anak sekolah di tahun ajaran baru.
09:05Jadi stimulusnya kan cuma temporer,
09:07manfaatkan libur.
09:08Nah kita sebenarnya dari awal merekomendasikan,
09:12stimulus itu harus satu paket kebijakan,
09:14yang covernya luas,
09:16dan tenornya panjang.
09:19Jadi bisa dirasakan sampai akhir tahun 2025.
09:22Mereka yang belum masuk bantuan subsidi upah,
09:25dimasukkan.
09:26Diskon tarif listrik kalau bisa sampai 2200 VA.
09:29Karena banyak pekerja yang kos-kosan atau kontrakan itu,
09:32itu harus membayar listrik,
09:34dayanya 2200 VA.
09:36Nah ini memang situasi yang harus dilihat,
09:40pemerintah perlu all out ini.
09:42Jadi begitu ada pembatalan,
09:45ataupun tidak jadilah memberikan diskon tarif listrik dengan berbagai alasan,
09:49tapi salah satunya karena kan alasan keterbatasan anggaran.
09:52Ya.
09:52Masa fiskal ini kan.
09:54Nah itu gimana caranya pemerintah harus mendorong serapan belanja dan stimulus lebih banyak lagi.
10:00Karena apa?
10:01Karena kalau daya dorong pemerintahnya minim,
10:04kuartal 3 itu cuma mengandalkan libur sekolah,
10:06lebaran sudah lewat,
10:08menunggu Natal tahun baru juga masih cukup lama.
10:11Lumayan lama ya.
10:11Ya, maka efek ekonomi secara agregat itu belum mendapatkan motor pertumbuhan ekonomi yang memadai.
10:20Sebenarnya itu yang inginkan masyarakat dan pengusahaan.
10:22Oke.
10:23Pak Wihadi, tadi bagaimana juga Anda di Komisi 11 juga,
10:26terutama dari partai Anda, partai Gerida, juga partai pemerintah,
10:29pasti juga berkoordinasi dengan pemerintah dengan cukup intensif gitu.
10:33Bagaimana menjawab tantangan tadi?
10:34Bahwa subsidi upah ini ya diberikan sebagai bantalan ke pekerja formal.
10:40Bagaimana dengan informal?
10:40Sementara pekerja informal kita juga hampir seimbang,
10:42bahkan lebih banyak dari pekerja formal kita, Pak Wihadi.
10:48Ya, Pak Wihadi masih, mohon maaf, suaranya masih di mute.
10:56Ya, Pak Wihadi.
11:00Masih belum terdengar suaranya?
11:04Ya, kami mengalami sedikit kendala teknis sepertinya dengan Pak Wihadi.
11:09Mungkin bisa diperbaiki dulu.
11:10Audio Pak Wihadi supaya bisa terdengar di layar, di layar kaca.
11:15Dan saya ke Mas Bima lagi kalau gitu.
11:18Mas Bima sampai gini, mengingat ada alasan, ini hal lain tapi masih dalam konteks ini.
11:23Ini ada alasan pembatalan keterlambatan penganggaran katanya.
11:26Apa yang bisa dilakukan sebenarnya untuk meningkatkan efisiensi birokrasi
11:29dalam merancang program stimulus sebenarnya?
11:31Ya, stimulus ini satu harus bicara, harus koordinasi kementerian di budang perekonomian.
11:40Kan kemenko perekonomian, kemudian listrik ini SDM, PLN, panggil, kementerian keuangan, ada nggak pos anggarannya?
11:47Itu semua kemenko perekonomian.
11:50Ini bolanya di kemenko perekonomian untuk melakukan rapat koordinasi.
11:54Sehingga yang keluar ke publik itu clear.
11:57Pemerintah mau melakukan A, B, C, D.
11:59Nah, ini satu yang penting.
12:02Yang kemudian kedua, yang lebih penting lagi adalah, ini memang lagi efisiensi anggaran.
12:08Tapi sudah terlihat jelas bahwa di kuartal pertama, pemerintah efisiensi belanja pemerintah minus 1,3% secara tahunan,
12:17itu tidak baik bagi perekonomian.
12:20Oleh karena itu, pemerintah di sisa kuartal sampai akhir 2025 ini kan harus mengeluarkan paket-paket stimulus tadi
12:27untuk mendorong orang belanja, mendorong pengusaha juga melakukan ekspansi.
12:33Nah, ini artinya apa?
12:34Artinya anggaran harus disiapkan jauh-jauh hari untuk melakukan stimulus.
12:39Dan harapannya tidak terlalu mendadak seperti ini.
12:42Jadi pengusaha itu kan view-nya paling tidak lah.
12:45Tiga bulan sebelumnya kan pemerintah mau melakukan apa,
12:49mau melakukan gebrakan apa untuk stimulus ekonomi.
12:52Karena pengusaha juga butuh hitung-hitungan berapa banyak nanti permintaan yang muncul,
12:57karena pemerintah memberikan stimulus untuk subsidi upah nominalnya berapa.
13:02Itu kan semua harus dihitung.
13:04Nah, saya kira kalau terlalu mendadak, kemudian informasinya berubah-rubah,
13:08ini jangan disalahkan kompasnya gitu.
13:11Oke, baik, Mas Bima.
13:12Ini disalahkan koordinasi kementeriannya, kan gitu.
13:15Pak Wihadi sudah bisa mendengar suara saya?
13:18Ya, saya mendengar.
13:18Pak Wihadi, ini tadi, singkat saja ya,
13:20tadi kita sudah perbincangkan dengan Mas Bima, Pak Wihadi juga sudah mendengar, saya yakin,
13:24bahwa tadi stimulus ini diberikan lebih baik ya dua-duanya sebenarnya,
13:28kalau mau mengacu pada pertumbuhan ekonomi 5% di tahun ini.
13:32Nah, sedangkan sekarang kan dialihkan ke subsidi upah,
13:34sedangkan sektor informal tidak akan mendapatkan subsidi upah.
13:39Bagaimana responsannya soal ini?
13:40Jadi begini, satu hal yang mesti harus dipahami,
13:44bahwa pemberian stimulus ini kan memang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
13:50Nah, kita melihatnya bahwa saat ini kan untuk yang menengah bawah kan sudah ada dengan sembako.
13:57Dan sembako juga kita tambah, kartu sembako juga kita tambah,
14:01dan tambah dengan uang tunai.
14:02Nah, ini adalah untuk mendorong namanya daya beli.
14:06Hal seperti ini kan memang ada stimulus yang tidak.
14:09Nah, kalau kita bicara mengenai masalah PLN,
14:11itu kembali lagi, bahwa alasan bukan karena memang tidak ada dana.
14:16Dan kita bicara masalah efisiensi, bukan pada masalah ini.
14:20Semua anggaran APBN itu tetap tidak berubah,
14:25itu tetap ada dengan angka 3.600.
14:29Nah, kemudian kalau kita lihat di sini,
14:31kenapa mengenai masalah PLN tidak jadi?
14:33Karena gini, stimulus yang dilakukan yang lalu itu PLN sudah ada.
14:38Kita berikan diskon ke PLN.
14:39Nah, di sini kan ada sistem daripada administrasi yang belum terselesaikan,
14:44sehingga kita melihat bahwa saat ini karena waktunya pendek 2 bulan,
14:48dan sekarang ada bulan Juni,
14:49maka harus diberikan dalam bentuk langsung.
14:52Nah, ini adalah komunikasi-komunikasi yang dilakukan pada saat rata-ratas oleh Presiden.
14:57Jadi, kita harus melihat tahapan itu.
15:00Jadi, saya kira, kita mesti harus melihat juga bahwa memang stimulus-stimulus itu didorong
15:06untuk memiliki pertumbuhan ekonomi.
15:08Kita lihat di sini, golongan menengah.
15:09Golongan menengah mengunggungkan adanya mereka kemudian ada tol, tarif tol.
15:15Tarif tol ini kan tidak hanya kepada masalah orang yang berjalan untuk liburan,
15:19tetapi itu kan juga angkutan atau moda tiap hari yang berjalan tol itu diberikan diskon.
15:25Nah, ini kita harus tahu masalahan ini bahwa memang kita mendorong yang namanya
15:30saving daripada kos yang harus dikeluarkan untuk pembayaran tol,
15:35ini bisa dilakukan untuk yang lain.
15:36Jadi, hal-hal seperti ini bisa dilakukan,
15:42dan ini adalah menumbuhkan yang namanya mereka saving daripada yang harus dikeluarkan oleh tol.
15:47Berarti ada bumper-bumper lain tadi,
15:50kalau kata Pak Wihadi, seperti tol dicotohkan begitu ya.
15:53Berikut juga skema-skema yang lain.
15:55Karena kalau memang mengandalkan subsidi upah,
15:58ya itu tadi, karena sektor-sektor informal juga tidak ter-cover.
16:02Baik, semoga ada solusi terbaik untuk masalah ini.
16:04Terima kasih Pak Wihadi, Mas Bima, sudah bergabung di Sampai Indonesia Malam hari ini.
16:08Sampai jumpa lagi, Pak Malam.
16:09Terima kasih.

Dianjurkan