Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utama
JAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus pengeroyokan terhadap dua debt collector, atau yang dikenal dengan istilah mata elang, hingga tewas yang diduga dilakukan oleh enam anggota Polri berbuntut panjang. Peristiwa ini menimbulkan kerugian bagi banyak pihak serta memicu sorotan publik terhadap praktik penagihan utang di lapangan.

Insiden tersebut kembali membuka diskusi mengenai bagaimana seharusnya aktivitas debt collector dijalankan agar tidak menimbulkan cekcok, kekerasan, hingga berujung pada kematian.

Pembahasan mengenai persoalan ini diulas bersama Staf Ahli Kapolri, Profesor Hermawan Sulistyo, serta psikolog forensik Reza Indragiri.

Baca Juga Fakta Pembakaran Kios di Kalibata Buntut Pengeroyokan Debt Collector, Pedagang Rugi Besar! di https://www.kompas.tv/regional/637280/fakta-pembakaran-kios-di-kalibata-buntut-pengeroyokan-debt-collector-pedagang-rugi-besar

#debtcollector #pengeroyokan #kalibata #polri #mataelang #breaking news

Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/regional/637288/blak-blakan-kasus-polisi-keroyok-debt-collector-bentrok-di-kalibata-reza-indragiri-soroti-ini
Transkrip
00:00Pengeroyokan dua debt collector atau yang dikenal dengan istilah mata elang hingga tewas oleh enam anggota Polri berbuntut panjang karena memicu kerugian banyak pihak.
00:11Lalu bagaimana seharusnya aktivitas debt collector ini berjalan tanpa harus menimbulkan cek cok hingga berujung kematian.
00:16Kami diskusikan ini bersama staf ahli Kapolri Prof. Hermawan Solistio dan psikolog forensik Reza Indragiri.
00:23Selamat sore semuanya dengan Tival, apa kabar?
00:26Ya, selamat sore.
00:27Terima kasih semua sudah bergabung bersama kami.
00:29Enam anggota Polri terlibat pengeroyokan dua debt collector hingga berujung tewas Prof. Kiki.
00:35Menurut Anda ini semata-mata pemicunya karena motor yang ditarik debt collector ini punyanya polisi atau ada faktor lain?
00:43Enggak, begini ya. Kasus begini kan setiap hari ada kejadian seperti ini.
00:50Jadi ada problem kultural, sosial-kultural, ada problem hukum.
00:57Kalau dari segi hukum sebetulnya mudah.
01:01Mudahnya apa?
01:02Diubah nggak boleh, ada aturannya nggak boleh.
01:06Mengambil di jalanan kayak gitu, itu sudah ada aturannya.
01:11Nah, lalu tinggal pemilik motor itu dengan operator bekerja sama dengan bank yang memberikan itu.
01:23Dikunci aja lewat rekening banknya.
01:29Nah, rekening bank di peminjam ini, di pengguna ini.
01:37Nah, itu lebih aman, lebih gampang dan nggak menimbulkan keributan.
01:43Tapi problem yang ini seringkali ditolak karena ini nyangkut mata pencarian.
01:48Matel-matel itu kan yang dikenal biasanya stereotip dari etnik tertentu gitu.
01:59Nah, itu merupakan mata pencarian.
02:02Ini sulitnya di situ.
02:04Padahal kalau dari segi hukum itu.
02:06Nah, kalau dari segi sosial, ini lebih repot.
02:09Karena apa, ada istilah jagoanisme atau dulu tahun 70-an awal itu dikenal dengan jingoism.
02:21Jingoism adalah yang melandasi preman-preman di jalanan itu bahwa gue lebih jago dari lu gitu.
02:30Terus lu mau jual, gue borong.
02:33Nggak gue beli, gue borong.
02:35Baik.
02:36Kalau kemudian melihat profil enam pelaku ini, yang sama-sama anggota Polri,
02:42yang Anda lihat, Prof Kiki, secara profilnya anggota yang terbilang bermasalah atau nggak nih?
02:49Ya, pastilah.
02:51Kan saya selalu bilang anggota di level bawah itu sulit sekali.
02:57Mereka kalau baru, pendidikannya hanya tujuh bulan.
03:00Apa yang bisa didapatkan dari tujuh bulan pendidikan?
03:03Dan diajarkan itu pertama-tama adalah kewenangan.
03:09Kamu berwenang.
03:11Sehingga mereka lupa di batchnya yang dicantolin di kantongnya itu,
03:20itu tidak ada yang menyangkut kewenangan.
03:22Kewenangan itu kan menangkap, memeriksa, menahan.
03:28Nah, yang ada adalah pelayanan.
03:31Karena di belakangnya itu tertulis sangat jelas di batch logam itu,
03:39melindungi dan melayani.
03:41Nah, ini pendidikan harus menekankan itu.
03:45Jangan menekankan pelayanan, menekankan kewenangan.
03:50Sehingga sudah jelas ini bisa kena etik ya, Pak?
03:54Ya, sudah pasti itu.
03:56Sudah pasti.
03:57Kita lihat saja sidang pengadilannya nanti.
04:01Pak Reza, begini juga.
04:03Kalau kita lihat posisi dari debt collector ini,
04:05ibarat katakan saja kayak dua sisi mata uang begitu.
04:07Satu sisi, ada fungsinya bagi perusahaan leasing bisa menagih utang,
04:12operasional bisa berjalan normal.
04:13Tapi di sisi lain, ini jadi musuh buat para kreditor.
04:16Fakta ini jadi hal yang sebetulnya lumrah,
04:19kalau berkaca dari kasus ini?
04:22Ya, dalam situasi ketika peraturan atau norma itu tidak tersedia secara memadahi,
04:27maka memang riskan untuk kemudian memunculkan adanya sensasi deindividuasi
04:32atau anumi, memperilaku tidak terkendali,
04:35kemudian seolah bisa berbuat segenda hati.
04:37Tapi bagi saya, persoalan ini laksana efek brutalisasi.
04:42Yaitu bagaimana sebuah tindak pelanggaran hukum
04:44berlanjut dengan tindakan pelanggaran hukum berikutnya,
04:47namun dengan bobot yang lebih luas,
04:49berlanjut lagi dengan tindakan pelanggaran hukum berikutnya
04:51dengan skala yang lebih masif.
04:53Nah, dengan tingkat brutalitas yang semakin lama, semakin mendaki itu,
04:58maka sudah barang tentu penanganannya harus sifatnya
05:01multisektor, multidisiplin,
05:03agar memastikan bahwa tidak hanya tudingan itu terarah kepada salah satu pihak saja,
05:08tapi seluruh pihak terkait,
05:10akhirnya juga harus dimintai pertanggung jawabannya.
05:13Dan melihat pelakunya adalah polisi juga,
05:17sehingga asumsi bahwa seharusnya anggota polisi bisa bertindak lebih bijak
05:22dengan ada kewenangan itu seperti yang Prof. Kiki bilang,
05:24selama itu sesuai prosedur, itu tidak tergambar di sini ya?
05:28Vigilante macam itu yang sangat saya sesalkan.
05:31Sebenarnya kita harus berani berasumsi bahwa otoritas penegakan hukum,
05:34para personil betul-betul menjadi sosok tentang bagaimana penegakan hukum itu berlangsung.
05:39Tetapi ini yang saya khawatirkan merupakan pelanggaran hukum kedua
05:42yang tadi saya cerita tentang efek brutalisasi.
05:45Bahwa alih-alih meredakan atau menghentikan pelanggaran hukum pertama
05:49yang terindikasi dilakukan oleh debt collector,
05:53justru pelanggaran oleh debt collector itu ditangani dengan cara pelanggaran hukum
05:59yang sekali lagi sayangnya dilakukan oleh personil penegakan hukum.
06:04Nah, masuk akal.
06:05Kalau kemudian ya kita bisa diskusi panjang,
06:08apakah kita akan sebut mereka sebagai oknum belaka
06:10atau kita sebut mereka sebagai aparat penegakan hukum.
06:15Kalau kita anggap bahwa perilaku-perilaku kekerasan,
06:18perilaku-perilaku di luar hukum itu hanya dilakukan oleh segelintir saja,
06:23kerelevan, kita sebut nama orang itu sebagai oknum.
06:26Tapi yang kita khawatirkan,
06:28kalau subkultur menyimpang berupa kekerasan,
06:32subkultur menyimpang berupa melakukan pelanggaran hukum
06:35oleh sesama personil itu ternyata mewabah sedemikian lupa,
06:39maka kita punya alasan untuk bertanya unang.
06:41Ini oknum atau keaparat?
06:43Prof Kiki, soal jasa debt collector ini sebetulnya secara regulasi,
06:48aturan yang ada, ada nggak sih detail SOP,
06:52standar tindakan yang mengatur kerja-kerja mereka ini?
06:56Saya nggak tahu ya, saya bukan ahli hukum,
07:01tapi yang terjadi adalah,
07:04ya itu tadi,
07:05kalau dari perspektif premanisme,
07:09mereka akan merasa kuat karena mereka itu polisi,
07:14mereka aparat, mereka ini.
07:16Tetapi debt collector yang lain dan aparat untuk,
07:22dan orang-orang untuk menghadapi debt collector seperti itu,
07:27itu kan di mana-mana ada.
07:29Ini fenomena yang sangat umum,
07:32sangat umum sekali setiap hari kejadian gitu loh.
07:35Dan itu dari perspektif,
07:39pemberi jasa ini kan mata pencarian secara kolektif gitu.
07:47Nah, aturan apapun bagi saya akan tampak pasti dilanggar oleh siapapun,
07:54apakah itu oknum atau orang biasa gitu.
07:57Dan, apa, ini, situasi ini sebetulnya mencerminkan apa yang terjadi di bawah puncak dari Gunung Es
08:09tentang situasi ekonomi yang memburuk, memburuk.
08:13Sehingga Anda merasa bahwa apapun aturannya,
08:17selama debt collector cara mainnya seperti ini,
08:20ya kasus semacam ini akan berulang terus begitu?
08:23Iya, pasti itu, pasti.
08:25Saya tidak hanya bilang nggak bisa makan,
08:33tetapi ada nuansa jagoanisme,
08:39ada nuansa premanisme,
08:41ada nuansa yang saya sebut istilah lama tahun 70-an itu,
08:47adalah jingoism dari film Jenggo,
08:52film Jenggo yang terkenal sekali dulu,
08:57tokohnya itu jagoan,
09:00koboi-koboyan kayak gitu.
09:02Dan, ini fenomena umum di seluruh Indonesia,
09:07seluruh masyarakat.
09:08Bukan hanya persoalan debt collector,
09:12tapi semua kita itu kan merasa jagoan gitu.
09:15Jadi, merasa jagoan, hukum itu pasti dikesampingkan.
09:22Oke.
09:22Itu yang dalam istilah sekarang,
09:25saya bilang,
09:26lu jual, gua borong gitu.
09:29Oke.
09:30Ini kan kasus yang ada di Kalibata,
09:32kan sampai berujung pembakaran,
09:33tapi kalau kemudian harus menunggu laporan,
09:35apakah nggak salah prosedur ya Pak?
09:37Gimana baiknya ini?
09:38Karena kan kerugiannya masif ini.
09:39Ya, tinggal dicomoti aja pelakunya.
09:44Tinggal dicomoti pelakunya,
09:46apakah mereka bekerja sama sejak awal,
09:50untuk menghadapi debt collector,
09:55atau mereka secara spontan,
09:58lagi kumpul-kumpul,
09:59terus ada kasus,
10:00kumpul itu kan akan menentukan
10:01derajat kesalahan yang mereka lakukan.
10:04Oke.
10:05Psikologi sosialnya ini yang akan jadi PR Pak Reza,
10:08ini kompleks sekali urusannya,
10:10soal sosial, ekonomi, dan lain-lain.
10:12Menurut Anda masih ada ruang untuk memperbaiki ini semua?
10:16Sayangnya nih,
10:16betapapun seragam itu ditanggalkan,
10:19pangkat disimpan,
10:21tetap saja teman-teman di kepolisian itu
10:23sebagai manusia terkunci dalam sebuah bias,
10:27yaitu,
10:28manakala mereka berada di satu tempat,
10:32lebih dari satu orang,
10:34maka dikhawatirkan akan muncul jiwa korsang menyimpang.
10:37Mereka merasa memiliki identitas yang sama,
10:41memiliki status yang sama,
10:42bahkan seolah-olah memiliki persoalan
10:44atau kesulitan hidup yang sama,
10:47dan memandang dunia dengan cara yang kurang lebih sama,
10:49bahwa kita akan terhindar dari resiko,
10:53kita akan mampu lolos dari pertanggung jawaban etik
10:55maupun pidana,
10:57sesama kolega akan mengindungi kita,
10:59dan cara-cara berpikir yang sesat atau bias semacam itu
11:01akan terus menerus meruyak.
11:03Karena itu, terus terang,
11:04bagi saya,
11:06kalau masalah ini ingin diselesaikan secara tuntas,
11:09menyeluruh objektif dan transparan,
11:12maka langkah yang diambil oleh pihak kepolisian sudah sangat jipu,
11:15bahwa justru penindakan pertama kali dilakukan terhadap
11:18enam orang personil yang melakukan pengroyokan itu.
11:22Dengan melakukan penindakan secara internal semacam itu,
11:25akan terbangun moral,
11:27akan terbangun spirit,
11:28bahwa mantu-mati kepolisian tidak punya beban
11:30untuk kemudian menindak pihak-pihak eksternal
11:32yang juga harus bertanggung jawab dalam peristiwa ini.
11:35Bukan berarti saya mengatakan,
11:37inilah kesempatan bagi polisi
11:38untuk menggunakan pendekatan penegakan hukum semata,
11:41bukan seperti itu.
11:43Karena saya sepakat dengan apa disampaikan oleh Prof. Kiki,
11:46di samping penegakan etik,
11:48di samping penegakan hukum,
11:49pendekatan-pendekatan yang lebih sosiologis,
11:51masyarakatan,
11:52tentu tidak bisa dimuskilkan sama sekali.
11:55Oke, nah soal peristiwa pembakarannya ini,
11:58Prof. Kiki, terakhir untuk Anda.
11:59Karena ada kesan bahwa ini polisi
12:01tapaknya cukup berhati-hati,
12:02meskipun kemudian ada yang bilang bahwa
12:04dalam peristiwa ini ada upaya provokasi
12:06dan yang lain-lain yang memicu akhirnya pembakaran,
12:08warga yang tidak terlibat urusan soal yang
12:10debt collector ini pun jadi korbannya di sini.
12:12Anda merasa begitu juga?
12:14Dalam kasus seperti ini,
12:17selalu instan sifatnya.
12:19Tidak ada perencanaan lama dihadapi, dibunuh,
12:24itu jarang sekali terjadi.
12:27Biasanya temannya ribut,
12:29ikut ribut,
12:30lalu tersinggung egonya,
12:32ikut ribut,
12:33digebuki rame-rame.
12:36Itu wajar dalam tanda petik ya.
12:40Ada solidaritas seperti itu.
12:42Kebetulan yang diambil ini kan polisi.
12:47Bisa terjadi orang biasa.
12:49Dan yang orang biasa itu tidak terdeteksi.
12:52Banyak sekali kasus begini.
12:55Kalau untuk pembakarannya gimana?
12:57Terkesan hati-hati kan menurut Anda?
12:59Karena ada pandangan seperti itu di publik.
13:02Ini kan warung-warung yang gampang dibakar nih.
13:08Begitu kejadian seperti itu,
13:10ya apa aja dirusak,
13:12dihancurin, dibakar.
13:14Saya kok tidak melihat ada proses lama direncanakan untuk membakar semuanya gitu.
13:22Enggak.
13:23Nah mungkin karena efek perlawanan dari dep kolektor itu,
13:29dia lihat itu barang sudah di depan matanya,
13:33kalau diambil dia akan dapat pecahan.
13:35Sehingga pengusutannya menurut Anda harus bagaimana untuk konteks pembakaran itu tadi?
13:40Ya, dihukumlah.
13:42Dihukum.
13:44Pelakunya dihukum dulu,
13:46supaya tidak terjadi seperti ini.
13:48Tapi apakah ada insinuasi dari pihak dep kolektornya,
13:54harus dihitung juga.
13:55Mungkin melakukan provokasi,
13:59menyerang duluan,
14:00atau bagaimana itu harus dihitung.
14:03Oke.
14:03Prof Kiki, Pak Reza,
14:05terima kasih banyak sudah berbagi pandangan bersama kami kali ini.
14:07Selamat sore semuanya.
Jadilah yang pertama berkomentar
Tambahkan komentar Anda

Dianjurkan