JAKARTA, KOMPAS.TV - Fenomena fotografer di ruang publik, saat masyarakat berolahraga, disentil oleh Komdigi karena berkaitan dengan perlindungan data pribadi.
Merespons hal ini, para fotografer yang kerap berada di ruang publik menyebut bahwa mereka terbiasa peka membaca sinyal warga yang tak ingin didokumentasikan.
Fotografer memahami adanya aturan perlindungan data pribadi. Namun mereka menyebut bahwa aplikasi jual beli foto yang berbasis kecerdasan buatan dengan pengenalan wajah ini hanya bisa diakses oleh pengguna pribadi, sehingga dianggap aman.
Namun, jika pemerintah memutuskan untuk melarang fotografer di ruang publik, maka tidak ada pilihan lain selain patuh terhadap aturan tersebut.
Sejumlah warga merespons soal fenomena fotografer di ruang publik. Ada yang bilang bahwa peran fotografer membuat semangat warga berolahraga, adapula yang menyadari pentingnya perlindungan data pribadi, namun tetap memilih bijak menggunakan media sosial.
Kementerian Komunikasi dan Digital memang mengakui belum ada kebijakan terkait potensi penyalahgunaan data pribadi lewat teknologi kecerdasan buatan dalam platform jual beli foto yang digunakan oleh fotografer di ruang publik.
Komdigi, melalui Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bonifasius Wahyu Pudjianto, menyebut akan membahas lebih lanjut apakah adanya fotografer di ruang publik dikategorikan sebagai pelanggaran privasi digital. Lantas, bagaimana batas antara karya seni dan pelanggaran data pribadi?
Kita akan membahasnya dengan Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSREC.
Baca Juga [FULL] Kritik DPRD soal Naiknya Tarif PAM Hingga Dua Kali Lipat, Sudah Tepat? | SAPA PAGI di https://www.kompas.tv/nasional/627066/full-kritik-dprd-soal-naiknya-tarif-pam-hingga-dua-kali-lipat-sudah-tepat-sapa-pagi
#fotografer #olahraga #datapribadi #siber
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/regional/627070/full-lembaga-riset-keamanan-siber-soroti-soal-fotografer-di-ruang-publik-ancaman-data-pribadi
