- hari ini
KOMPAS.TV - Presiden Prabowo memberikan "kado" bagi saksi pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum dalam mengungkap kasus pidana, yang disebut juga justice collaborator.
"Kado" berbentuk penanganan khusus dan penghargaan berupa keringanan hukuman, pembebasan bersyarat, hingga remisi tambahan.
Kita bahas soal peraturan pemerintah ini dan dampak yang bisa saja ditimbulkan, bersama sejumlah narasumber: ada Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias dan Ahli Hukum Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho.
Baca Juga Saksi Pelaku Dapat "Kado" dari Presiden Prabowo, Ada Keringanan Hukuman & Hak Istimewa! di https://www.kompas.tv/nasional/601973/saksi-pelaku-dapat-kado-dari-presiden-prabowo-ada-keringanan-hukuman-hak-istimewa
#justicecollaborator #saksipelaku #prabowo
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/nasional/602134/prabowo-terbitkan-pp-soal-justice-collaborator-bisa-bebas-bersyarat-apa-urgensinya
"Kado" berbentuk penanganan khusus dan penghargaan berupa keringanan hukuman, pembebasan bersyarat, hingga remisi tambahan.
Kita bahas soal peraturan pemerintah ini dan dampak yang bisa saja ditimbulkan, bersama sejumlah narasumber: ada Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias dan Ahli Hukum Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho.
Baca Juga Saksi Pelaku Dapat "Kado" dari Presiden Prabowo, Ada Keringanan Hukuman & Hak Istimewa! di https://www.kompas.tv/nasional/601973/saksi-pelaku-dapat-kado-dari-presiden-prabowo-ada-keringanan-hukuman-hak-istimewa
#justicecollaborator #saksipelaku #prabowo
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/nasional/602134/prabowo-terbitkan-pp-soal-justice-collaborator-bisa-bebas-bersyarat-apa-urgensinya
Kategori
🗞
BeritaTranskrip
00:00Presiden Prabowo Subianto memberikan kado bagi saksi pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan pendegak hukum dalam mengungkap kasus pidana yang disebut juga sebagai justice kolaborator.
00:13Kado berbentuk penanganan khusus dan penghargaan berupa keringanan hukuman, pembebasan bersyarat, bahkan hingga remisi tambahan.
00:22Kita akan bahas soal peraturan pemerintah ini dan apa dampak yang bisa ditimbulkan bersama dengan sejumlah narasumber saya di pagi hari ini melalui sambungan daring.
00:32Sudah hadir ada Wakil Ketua LPSK, Ibu Susila Ningtia. Selamat pagi Ibu Susi, Assalamualaikum.
00:40Selamat pagi, Waalaikumsalam.
00:42Kemudian juga ada ahli hukum pidana dari Universitas Jenderal Sudirman, ada Prof. Ipnu Nugroho. Selamat pagi Prof. Ipnu.
00:49Selamat pagi, Mbak. Sehat-sehat selalu. Amin.
00:53Amin. Terima kasih.
00:54Kemudian juga kami sebenarnya sudah mengundang perwakilan dari Komisi 3 DPR RI, salah satunya dari fraksi PKS, Bung Nasir Jamil.
01:05Tapi sampai pagi hari ini masih belum bisa dihubungi kembali, kami masih menunggu konfirmasi dari Bung Nasir Jamil ataupun dari perwakilan dari anggota DPR khususnya di Komisi 3.
01:16Saya ke Ibu Susi dulu. Ibu Susi, dengan adanya peraturan Presiden, PP, peraturan pemerintah, maaf maksud kami peraturan pemerintah ini soal Justice Kolaborator yang mengatur salah satunya adalah soal pemisahan penahanan, pemisahan berkas, bahkan yang kemudian menjadi sorotan adalah soal bagaimana remisi, pembebasan bersyarat.
01:38Nah, LPSK tentu saja menyambut baik dengan adanya PP ini ya, Ibu Susi?
01:45Betul, Mbak. Jadi ini, PP ini perjalanannya panjang.
01:49LPSK juga terlibat dalam diskusi-diskusinya, penyusunan draft-nya gitu ya, bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM dan aparat penegak hukum lain dengan Kementerian Lembaga lainnya ya.
01:59Ini panjang bisa, dulu awalnya perpres, kalau saya bisa bercerita gitu ya, awalnya kita mau mendorong membuat peraturan Presiden gitu ya.
02:09Tapi terus kemudian diskusi, akhirnya PP ini memakan waktu hampir lebih dari 4 tahun ya, mungkin hampir 5 tahun gitu ya diskusi ini.
02:19Dan kami ini ya, esensi pada PP ini sebenarnya untuk menguatkan dan memberikan kepastian hukum kepada justice kolaborator mengenai pemenuhan pahaknya.
02:33Yang pertama, yang kedua juga ini adalah menjabarkan lebih operasional gitu ya, ketentuan di dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.
02:42Dan Undang-Undang nomor 31 tahun 2014, utamanya di pasal 10A berkaitan dengan saksi pelaku atau justice kolaborator ini.
02:50Jadi, memang kami menyambut baik dari diskusi yang sudah 5 tahun ini dan kemudian menghasilkan PP.
02:56Dan yang berikutnya juga ini harapannya bisa lebih implementatif gitu ya, lebih operasional.
03:02Dan kemudian memang banyak peraturan lain selain Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban kayak SMA 4 2011.
03:09Kemudian sebelumnya juga ada peraturan bersama gitu ya, yang mengatur juga soal perlindungan dan pemberian hak kepada justice kolaborator.
03:17Jadi, ya ini harapannya bisa lebih operasional dan lebih memberikan kepastian hukum bagi saksi pelaku untuk mendapatkan hak-haknya.
03:27Oke, perjuangan teman-teman LPSK dan juga yang lain untuk memperjuangkan sampai 4 tahun,
03:33sampai sebenarnya peraturan presiden untuk tujuannya, tapi kemudian menjadi peraturan pemerintah.
03:39Bu Susi, kalau kita bandingkan Bu Susi, ini kan juga masih banyak yang belum mengetahui.
03:44Aturan sebenarnya justice kolaborator yang dulu, sebelum ada PP ini yang baru, PP 24 tahun 2025,
03:52apa yang kemudian membedakan atau keistimewaan-keistimewaan yang aturan yang dulu seperti apa secara garis besar dengan aturan yang sekarang?
04:01Iya, kita sebelumnya sudah pernah ada peraturan bersama, itu 2011 juga, sama terus ada SEMA 4 2011 dan Undang-Undang Pelindungan Saksi dan Korban.
04:12Nah, peraturan-peraturan ini tidak kemudian memerinci berkaitan dengan bagaimana proses pengajuan,
04:21siapa-siapa saja pihak yang akan bekerja berkaitan dengan pemenuhan hak saksi pelaku atau justice kolaborator ini.
04:30Jadi, itu misalnya proses pengajuan seperti apa, itu kan tidak didetailkan di dalam Undang-Undang maupun SEMA sebelumnya gitu ya.
04:40Terus kemudian bagaimana kemudian pemberian hak-hak tersebut secara lebih detail gitu kan,
04:46tidak disebut di dalam Undang-Undang.
04:48Sehingga PP ini hadir untuk memerinci gitu ya, memberikan detail berkaitan dengan bagaimana proses pengajuan, permohonan,
04:58kemudian bagaimana kemudian menetapkan atau memberikan rekomendasi dan sebagainya.
05:03Terus baru kemudian memberikan haknya seperti apa gitu.
05:06Selain itu, sebenarnya juga ada Permen Hukum HAM nomor 7 tahun 2022 ya,
05:10berkaitan dengan nanti di dalamnya itu mengatur mengenai rekomendasi dari LPSK untuk saksi pelaku mendapatkan remisi tambahan.
05:20Itu mbak, jadi memang banyak peraturan sebelumnya, tetapi memang belum lebih detail berkaitan dengan hukum acaranya ya,
05:27atau mungkin Prof. Ibn Nuh nanti bisa lebih mendetailkan.
05:32Jadi, itu berkaitan dengan proses hukum acaranya seperti itu mbak.
05:37Oke, jadi dengan adanya PP ini, kemudian soal proses pengajuan sebagai justice kolaborator, pembohonannya,
05:44kemudian soal bagaimana hak-hak mereka, ini di PP ini lebih didetailkan ya, Bu Susia.
05:50Nah, Anda pernah mengatakan, untuk mendapatkan saksi pelaku atau justice kolaborator ini sangat sulit.
05:58Apa sebenarnya kesulitannya?
05:59Iya, yang pertama kita tidak mudah ya, untuk mendapatkan orang untuk mau mengaku,
06:06mengakui bahwa dia berbuat, itu selalu pelaku pasti tidak mau mengakui, itu pertama.
06:12Yang kedua, untuk bekerjasama juga susah, tidak mudah.
06:15Seringkali kasus-kasus yang berkaitan dengan saksi pelaku atau kejahatan,
06:19atau justice kolaborator ini adalah kejahatan yang terorganisir,
06:22yang bukan pelakunya bukan satu, biasa lebih dari dua atau tiga gitu ya.
06:27Nah, itu susah.
06:29Belum lagi nanti kita mengkonstruksikan,
06:32siapa sih yang bisa kita tetapkan sebagai JC gitu ya,
06:35dari misalnya ada lima orang pelaku nih,
06:37itu tidak mudah untuk menetapkan seseorang,
06:40atau kemudian kita misalnya LPSK mau merekomendasikan seseorang sebagai JC
06:44dari lima orang tersebut misalnya,
06:46itu tidak mudah.
06:47Nah, kita harus cek dan re-cek, kemudian menginvestigasi,
06:51bahkan berkomunikasi dan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum panjang, Mbak.
06:55Jadi, menentukan siapa yang bukan pelaku utama itu tidak mudah,
06:59sehingga kemudian ya, yang kami bilang bahwa seorang justice kolaborator itu
07:05perlu diberikan penghargaan dan perangkat khusus,
07:08karena memang tidak mudah orang untuk mengaku, satu.
07:10Yang kedua, bukan pelaku utama ini juga susah untuk mengidentifikasi ya,
07:16tidak mudah gitu, tidak bisa seperti membalikkan tangan gitu ya.
07:20Nah, itu yang berikutnya juga ada ancaman ya,
07:26itu yang seringkali juga didapatkan,
07:28sehingga mereka tidak mau bekerja sama dengan aparat penegak hukumnya.
07:33Dan itu yang di fakta-fakta yang kami hadapi.
07:37Ada di lapangan.
07:38Ya, betul.
07:39Oke, saya ke Prof. Ibnu.
07:40Prof. Ibnu, dengan adanya peraturan pemerintah nomor 24 tahun 2025,
07:45dari sisi hukum, kita mengatakan dari sisi hukum,
07:49apa dampaknya nanti untuk ke depannya?
07:51Kalau Bu Susi kan sudah mengatakan ini lebih detail,
07:56soal bagaimana pemisahan berkas, pemisahan penahanan,
08:00lebih jelas lah untuk memperjelas semuanya begitu ya,
08:04untuk justice kolaborator termasuk juga soal kado dalam tanda kutip,
08:09bisa mendapatkan remisi, pembebasan bersyarat.
08:12Nah, kalau Anda dari sisi hukum seperti apa, Prof. Ibnu melihatnya?
08:16Ya, gini Pak, dari sisi hukum,
08:19pertama yang disampaikan khususnya adalah terkait diperajudikasi.
08:23Jadi di pemeriksaan pendahuluan.
08:25Sekarang yang menarik itu sekarang diajudikasi.
08:28Karena diajudikasi ini adalah tadi disebutkan bahwa seorang jisi akan mendapatkan pembebasan bersyarat.
08:38Jadi bukan pidana bersyarat loh ya.
08:40Kalau pidana bersyarat itu pidana yang tidak dilakukan.
08:43Jenis-jenis pemidana.
08:44Tapi kalau pembebasan bersyarat,
08:46itu seseorang yang sudah diputus terbukti melakukan tindak pidana,
08:52mendapatkan suatu pembebasan bersyarat.
08:54Nah, pembebasan bersyarat ini kalau kita melihat dalam Undang-Undang Pemasarakatan itu
09:00mewajibkan 2 per 3 dari pidana yang dijatuhkan baru mendapat bebas bersyarat.
09:08Nah, pertanyaannya kalau PP2425 ini dijalankan berarti konsep 2 per 3 itu mungkin harusnya tidak berjalan.
09:17Sehingga pembebasan bersyarat secepat mungkin.
09:21Baru separuh mungkin bisa bersyarat.
09:22Apakah mengikuti 2 per 3?
09:25Ini juga menjadikan suatu problem tersendiri.
09:27Tapi intinya, kalau nanti percepatan bebas bersyarat dari PP yang bersangkutan,
09:34goalnya adalah mengurangi overkapasitas di dalam lembaga pemasarakatan.
09:39Ini saya kira sebagai bentuk luar biasa dalam terobosan kali ini.
09:43Karena goalnya itu sebetulnya terhadap NAPI itu adalah bebas bersyarat.
09:48Kecepatan keluar dari lembaga pemasarakat.
09:50Apakah yang disampaikan bus itu tentang pengurangan remisi dan sebagainya itu goalnya adalah cepat bebas bersyarat.
09:56Nah, kriteria bebas bersyarat inilah saya kira memang perlu ada suatu penjelasan yang jelas.
10:01Apakah mengacung tetap 2 per 3?
10:04Ataukah mengkecualikan dari tentang undang-undang pemasarakat yang besar?
10:08Kalau mengecualikan, saya kira bagus itu.
10:11Karena untuk mempercepat keluar dari suatu lembaga pemasarakatan.
10:17Itu yang pertama.
10:18Yang kedua, tadi sampaikan bahwa ini adalah sulit untuk memperlakukan suatu apa namanya jisi.
10:27Karena ini harus jelas juga.
10:28Apakah semua tindak bedana?
10:31Apakah hanya kejahatan-kejahatan yang menyangkut perkara korupsi?
10:34Oke, harus jelas di situ ya klasternya dulu ya.
10:36Kejahatan apa nih?
10:37Karena jangan-jangan sampai nanti semuanya mendapat bahwa itu nggak memberikan efek cerah.
10:41Karena konsep tujuan itu memberikan efek cerah.
10:43Sedangkan pada hal ini adalah bukan efek cerah tapi membantu pengunggapan suatu perkara.
10:48Dua dimensi itu harus sinkron, Mbak.
10:50Oke, nah itu gimana tuh Bu Susi?
10:53Harus jelas ini soal kejahatan apa?
10:55Kejahatan soal kasus korupsi atau kejahatan yang lain?
10:58Jangan sampai kemudian orang-orang ini ramai-ramai kemudian mengajukan atau mengajukan permohonan sebagai jisi atau justice kolaborator.
11:07Gimana Bu Susi?
11:09Iya, sebenarnya ini ya kalau pembahasan ini, pembahasan PP ini sebenarnya tidak lari dari undang-undang perlindungan saksi dan korban.
11:18Oke.
11:19Sehingga itu berkaitan erat dengan ketentuan mengenai tindak pidananya, jenis tindak pidana.
11:25Jadi tidak semua tindak pidana dapat kita tetapkan JC gitu ya, dapat kita perlakukan seseorang itu sebagai JC misalnya gitu ya.
11:34Jadi di dalam undang-undang perlindungan saksi dan korban memang diatur beberapa tindak pidana seperti tindak pidana korupsi, narkotika, dan psikotropika, kemudian terorisme,
11:44kemudian pelanggaran HAM yang berat, kemudian ada pencucian uang, terus kemudian ada kekerasan seksual, terus kemudian ada penganiayaan berat,
11:58ada juga penyiksaan dan atau tindak pidana lain yang saksi ahli korbannya dan termasuk saksi pelakunya terancam nyawanya atau jiwanya.
12:09Begitu.
12:09Jadi memang dibatasi, Prof, tidak semua tindak pidana akan kemudian diberlakukan pengaturan mengenai justice kolaborator ini.
12:18Begitu.
12:18Oke, jadi memang ada beberapa macam case ya, ada case tertentu yang kemudian bisa mengajukan justice kolaborator.
12:26Nah, yang kita paling ingat betul dan ramai sekali adalah soal bagaimana pengajuan justice kolaborator Richard Eliezer.
12:33Ini visualnya jelas sekali Richard Eliezer pada saat itu mengajukan sebagai justice kolaborator untuk mengungkap siapa sebenarnya pelaku utama atau otak intelektual dari kasus pembunuhan yang terjadi kala itu.
12:48Begitu ya, penembakan yang terjadi kala itu.
12:50Nah, dari sisi ini, Prof, apa yang kemudian bisa dicermati?
12:55Dengan aturan PP yang baru ini, tentu saja.
12:57Betul. Jadi begini, yang perlu dicermati memang sekarang konsep kita harus tahu dulu spiritnya.
13:04Bahwa spirit dari PP ini adalah dalam rangka untuk membantu.
13:08Dengan membantu penegak hukum dalam mengungkap suatu perkara.
13:11Nah, dengan demikian kejahatan-kejahatan yang luar biasa seperti sampaikan Bu Susi tadi,
13:16kecermatan penegak hukum untuk menilai peran saksi, ini harus jeli.
13:22Karena jangan sampai dengan iming-iming, iming-iming pengurangan, bahkan pembebasan bersarat,
13:29semua berubah lomba.
13:30Ini yang dilakukan. Ini yang harus hati-hati.
13:32Karena dengan seperti itu, saya kira itu suatu lompatan yang luar biasa, bebas bersarat.
13:38Tapi catatan sebagai bentuk rigid, sebagai bentuk ius konstitutum,
13:44nah, ius operatum gitu, kalau orang hukum.
13:47Operasionalnya itu harus dibuat rigid.
13:49Dengan demikian, nanti keluarnya PP ini harus dibuat aturan-aturan yang lebih detail,
13:55yang paling tidak jangan sampai terjebak dengan sikap-sikap yang seolah-olah sebagai GC, padahal tidak.
14:03Ini suatu terobosan yang harus menjadikan antipasi ke depan.
14:07Karena kalau itu sampai terjadi, sistem rusak nanti.
14:10Nah, ini yang menjadi.
14:11Karena kita pernah dulu GC itu asal formal, sekarang sudah tidak.
14:14Saya menjadikan apresiasi, SPSK sudah sedemikian rigid, tidak semua bisa dilakukan.
14:20Dengan demikian, aturan pelaksanaan dari PP yang menerjemahkan sebagai ius operatum dalam PP tersebut harus jelas.
14:27Sebetulnya saksi pelaku itu seperti apa?
14:29Karena ke depan dalam KUHA baru itu ada juga saksi mahkota.
14:33Apakah saksi mahkota ini juga bagian dari saksi pelaku?
14:36Ini juga jadi problem, Pak.
14:38Karena jangan jadi, PP ini harus juga inherent dengan KUHA, dengan KUHA yang akan datang.
14:45Nah, KUHA yang akan datang itu sebagai bentuk pengurangan suatu bidan besar, luar biasa.
14:50Karena kita lihat oper kapasitas luar biasa.
14:52Tapi pertanyaannya, nah pertanyaannya,
14:55kalau itu hanya kejahatan-kejahatan yang bersifat transnasional,
15:00kejahatan serus saya kira tidak banyak berpengaruh terhadap oper kapasitas.
15:04Padahal kemarin Menteri Hukum mengharapkan sekali ini mengurangin sebagai oper kapasitas.
15:09Sedangkan oper kapasitas yang paling banyak adalah narkotika.
15:13Oke, jadi harus benar-benar seleksi, kemudian pengawasannya seperti apa.
15:20Nah, jangan sampai kemudian niat baiknya peraturan pemerintah nomor 24 tahun 2025 ini
15:26untuk memberikan kado terhadap justice kolaborator dalam pengungkapan suatu perkara ini,
15:31kemudian backfire juga.
15:32Jadi, ibaratnya jangan sampai malah obral JC begitu ya, Prof. Ipnu dan juga Bu Susi.
15:39Nah, pengawasan seperti apa yang seharusnya benar-benar dipastikan dan harus dilakukan?
15:45Jika menjadi justice kolaborator, jangan sampai kemudian pertanyaannya,
15:50justru ini jadi trik seseorang yang terlibat pidana untuk kemudian menghindari hukuman.
15:56Seperti apa yang harus dilakukan tentu saja pengawasannya?
15:59Tapi nanti dijawabnya nanti ya, Bu Susi dan juga Prof. Ipnu tetap bersama kami,
16:03usai jeda kami akan kembali sesaat lagi.
16:05Soal bagaimana peraturan pemerintah nomor 24 tahun 2025 yang kemudian bisa dikatakan
16:11memberikan angin segar dan juga kado dari Presiden Prabowo Subianto
16:15terhadap justice kolaborator untuk bisa kemudian mengungkap secara terang-beneran suatu perkara.
16:21Begitu ya, ada berbagai macam kado keistimewaan, salah satunya adalah remisi,
16:27pengurangan hukuman, kemudian juga ada pembebasan bersyarat.
16:32Nah, kita masih membahasnya bersama dengan Bu Susi dari LPSK dan juga Prof. Ipnu dari Universitas Jenderal Sudirman.
16:41Saya ke Bu Susi dulu.
16:43Bu Susi, ini yang kemudian dikhawatirkan adalah dengan adanya PP nomor 24 tahun 2025,
16:48ini jangan sampai kemudian jadi obral JC.
16:51Harus ada seleksi yang selektif, pengawasan yang ketat.
17:00Nah, pengawasan seperti apa yang harus dilakukan untuk memastikan
17:04kalau seseorang menjadi justice kolaborator bukan justru menjadi trik dalam tanda kutip
17:10seseorang yang terlibat pidana untuk menghindari kemudian hukumannya
17:14jadinya harusnya berat, malah jadi ringan.
17:17Nah, ini jangan sampai kita terkecoh dari itu.
17:20Iya. Sebenarnya ini ya perlu saya sampaikan berkaitan dengan penghargaan terhadap saksi pelaku ini atau JC.
17:29Penghargaan ini kan ada dua ya.
17:30Yang pertama adalah keringanan penjatuhan pidana atau penjatuhan hukuman.
17:34Yang kedua adalah berkaitan dengan hak-haknya sebagai narapidana.
17:39Berkaitan dengan pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan sebagainya.
17:44Nah, sebenarnya kalau di pengaturan baik di Undang-Undang Pelindungan Saksi dan Korban maupun di PP ini,
17:50diatur jelas Mbak bahwa ini sebutannya atau.
17:53Jadi, bukan kumulatif tetapi alternatif.
17:56Kalau misalnya putusannya adalah memang ada pengurangan penjatuhan hukuman,
18:05maka seharusnya tidak bisa mendapatkan remisi tambahan, pembebasan bersyarat, dan sebagainya.
18:10Jadi, itu hanya sebagai pilihan ya?
18:13Pilihan alternatif saja.
18:15Ya, jadi alternatif gitu ya.
18:17Nah, tetapi memang diskusi pada saat itu memang agak susah ya bagaimana mengidentifikasi soal keringanan penjatuhan hukuman dan sebagainya.
18:25Ini memang perlu koordinasi dengan berbagai pihak, utamanya dengan aparat penanggara hukum ya dalam hal ini kejaksaan.
18:33Dan mungkin majelis hakimnya yang memutus perkara tersebut gitu.
18:38Itu yang pertama. Yang kedua berkaitan dengan pengawasan atau pemantauan.
18:43Ini adalah kami itu di waktu itu diskusi apa ini ya, beberapa ini ya, pengalaman LPSK.
18:49Itu memang ada beberapa case gitu ya, di mana kemudian saksi pelakunya tidak konsisten gitu ya.
18:57Sehingga kami kemudian mengevaluasi status yang bersangkutan sebagai jasis kolaborator
19:03dan kita kemudian tidak meneruskan perlindungan atau pemenuhan hak-hak yang bersangkutan berkaitan dengan statusnya sebagai jisi.
19:11Nah, hal ini kemudian diadopsi, diatur juga di dalam PP24 tahun 2025 ini gitu ya.
19:19Di mana disebutkan ada mekanisme evaluasi di pasal 31 ya, di mana ini ada penyidik, ada penuntut umum atau pimpinan LPSK dapat melakukan evaluasi terhadap pemberian penanganan dan kemudian penanganan khusus kepada saksi pelaku gitu ya.
19:36Jadi, belum sampai kepada putusan itu, kita di PP ini dimungkinkan untuk diberikan evaluasi.
19:45Nah, apa sih yang dievaluasi itu ada tiga hal.
19:48Yang pertama berkaitan dengan kualitas keterangannya, mungkin kita evaluasi bahwa ternyata kualitas keterangannya nggak bagus misalnya seperti itu.
19:55Yang kedua berkaitan dengan konsistensi dari saksi pelaku itu ya.
20:00Mungkin awalnya waktu pendidikan dia seperti membuka, tapi ketika di persidangan kemudian bahasa jawanya balelo gitu ya.
20:10Dan itu bisa di tengah itu bisa kemudian dicabut begitu ya, jelas aja.
20:17Ya, betul. Nah, ini termasuk hal yang lainnya juga adalah berkaitan dengan konsistensi dia soal kerjasama dengan aparat penegak hukum.
20:24Mungkin di akhir-akhir tiba-tiba dia nggak mau kerjasama dengan aparat penegak hukum untuk mengungkap kejahatan.
20:30Itu yang tiga hal yang perlu dievaluasi dalam berkaitan dengan pemenuhan HH sebagai jasis kolaborator.
20:38Oke, Prof Ibnu, bagaimana dari kacamata Anda kalau mendengar dari keterangan dari Bu Susi tadi?
20:46Ini kan yang kemudian dikhawatirkan adalah jangan sampai ini menjadi hanya trik seseorang yang terlibat pidana untuk menghindari hukuman.
20:53Yang seharusnya hukumannya mungkin berat, dia mau diringankan, yaudahlah saya ini aja deh ala-alam mau jadi jasis kolaborator gitu ya.
21:03Prof Ibnu.
21:04Ya, betul Mbak. Jadi memang ini yang menjadikan suatu perhatian dalam JC itu persidangan Indonesia itu suatu yang sangat panjang.
21:14Dari tingkat pengungkapan perkara, penyelidikan, kemudian penuntutan, sampai suatu persidangan.
21:21Dibutuhkan suatu peran yang luar biasa, karena spiritnya adalah membantu.
21:26Membantu penegak hukum dalam mengungkap suatu perkara.
21:29Konsep membantunya itu seperti apa? Berapa persen?
21:33Nah, konsep membantu itu dibutuhkan yang paling utama adalah bagaimana mengungkap tadi, di awal penyelidikan ini, tidak hanya perkara-perkara yang sedang menyelimuti yang bersangkutan pelaku, tapi juga mungkin perkara-perkara lain.
21:48Itu kalau melihat spirit dalam suatu PP ini, Mbak.
21:51Jadi bukan hanya perkara yang sekarang, tapi perkara-perkara yang lain.
21:54Sehingga sebagai bentuk membantu negara dalam mengungkap suatu perkara ini, memunculkan suatu tindak-pindahnya lain.
22:00Nah, dengan demikian, kalau bisa membantu tadi, Bu Susio mengatakan, ada suatu reward.
22:06Reward terhadap perlakuan di dalam pemeriksaan, dan reward dalam pemberian suatu hukuman.
22:12Reward dalam perlakuan ini yang juga-juga merupakan sebagai bentuk, apa namanya, sebagai GC.
22:17Sejauh mana? Inilah yang saya kira sebagai antisipasi, jangan sampai sebagai obrel GC.
22:24Korupsi, dalam tingkatan sistem, apakah itu penyidikan, apakah penuntutan, apakah persidangan, harus ada suatu parameter yang jelas.
22:34Sejauh mana perannya?
22:35Nah, peran ini akan terlihat dari jumlah kualifikasi perkara.
22:39Misalkan korupsi.
22:40Sejauh mana dia bisa membongkar kasus korupsi yang seperti apa?
22:43Sejauh mana dia bisa mengembalikan aset-aset korupsi yang terjadi dalam suatu tindak-tindak korupsi.
22:49Nah, ini juga penting, tidak hanya peran, tapi membantu membalikan.
22:53Narkotika, demikian juga.
22:55Ini saya kira suatu yang utuh nanti melihatnya, jadi jangan sampai hanya peran, tapi membantu pengungkapan suatu perkara dalam arti luas.
23:02Oke, jadi saya teringat begitu ya, salah satu kasus penyuapan hakim begitu ya, kalau tidak salah ada hakim begitu di, hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan, pengadilan negeri Jakarta Selatan, pengadilan negeri Jakarta Selatan, dan juga beberapa kawan-kawan begitu ya, bahkan mengembalikan, mengembalikan uang begitu, mengembalikan uang ke Kejaksaan Agung begitu.
23:25Nah, ini masuk JC atau gimana nih, kalau Anda melihatnya Prof. Ibnoh?
23:30Ya, melihat, itu saya sebagai kumulatif, Pak.
23:35Kumulatif, Pak. Kalau itu memang betul sebagai bagian dari pengungkapan perkara dan mau menggalikan, saya itu suatu biasa.
23:43Dengan demikian, Pak Arief, Pak Juwanto sebagai hakim yang terhadap kasus ini, bisa membongkar seluas-ruasnya dalam kasus yang ada di dunia peradilan.
23:53Kalau kemarin kita harapkan pada jaroh, karena jaroh sudah diputus.
23:56Sekarang, dalam diskusi ini mudah-mudahan, Pak Juwanto dan Pak Arief pasti membuka bahwa ini juga terkait dengan perkara yang lain.
24:05Mahkamah Agung lah, dan sebagainya pesan.
24:07Ini saya kira suatu momentum yang bagus.
24:10Dalam PP ini, uji coba, Bu Susi, terhadap ketiga hakim Jakarta Selatan yang sekarang lagi bermasalah ini,
24:16bisa mengungkap semuanya, sehingga akan mendapatkan suatu baik perlakuan hukuman yang pidana bersyarat.
24:22Nah, ini saya kira suatu momentum uji coba, didekati, mampu nggak menguap suatu perakuan? Berani atau tidak?
24:30Jangan cuma balikin duit aja gitu ya, terus berharapkan ada peringanan rukuman begitu ya.
24:36Tidak semudah itu begitu ya.
24:38Bu Susi, kalau dari penanganan LPSK sendiri ya, sebelum penerbitan PP nomor 24 tahun 2025,
24:47sebenarnya untuk pengajuan atau permohonan justis kolaborator yang ditangani LPSK,
24:53paling banyak ini kasusnya pengungkapan apa? Pengungkapan korupsika atau seperti apa sebenarnya?
24:58Dan kendalanya tuh sejauh ini tuh bagaimana gitu?
25:03Iya, kalau dari jumlah kuantitasnya memang paling banyak korupsi ya.
25:10Ini karena memang dari awal itu memang banyak, JC ini banyak di kasus korupsi.
25:15Tapi kemudian bergeser, ada kasus pembunuhan, terus kemudian juga ada kasus yang lainnya ya.
25:25Yang terakhir ini ada beberapa kasus narkotika gitu.
25:28Dan itu yang paling banyak memang sampai detik ini kasus korupsi, Mbak.
25:33Oke, kalau misalkan tadi Prof Ipru mengatakan,
25:36iya yang kasus soal pengadilan hakim di PN Jaksal yang Pak Juyamtu dan kawan-kawan yang kemudian mengembalikan uang,
25:44ini bisa jadi uji coba atau bagaimana atau seperti apa kalau menurut Anda?
25:48Iya, itu ini Prof, bagus juga bisa uji coba kalau kemudian ketiga hakim ini ya,
25:54misalnya ada pelaku yang utama yang lebih lagi gitu Prof,
25:58karena memang dalam berkaitan dengan kasus kolaborator ini ada ininya Prof,
26:05ada klausul begini, dalam kasus yang sama ini yang problematik gitu ya.
26:13Jadi kalau untuk mengungkap kasus yang lain maka statusnya memang jadi saksi,
26:17bukan saksi pelaku kalau yang bersangkutan tidak berkaitan dengan kasus tersebut
26:21atau tidak menjadi atau bukan menjadi bagian dari kasus tersebut,
26:26bukan menjadi bagian pelaku dari kasus tersebut gitu ya.
26:29Tapi kalau di kasus yang sama kemudian tiga hakim ini ada yang lebih besar,
26:35yang diungkap gitu ya, yang pelaku utamanya gitu,
26:38mungkin ada kesempatan di situ ya.
26:41Ada potensi di situ.
26:42Ada potensi gitu ya,
26:43tapi kalau kemudian diungkap kasus yang lain dan tiga hakim ini tidak menjadi bagian dari pelaku,
26:49mungkin posisinya sebagai whistleblower.
26:52Tapi menurut saya dalam kasus yang pertama tadi,
26:55yang tiga hakim ini bisa ketika mau mengungkap kasus yang lain,
26:59itu bisa saja diberikan penghargaan berupa mungkin ya Prof ya,
27:04untuk alasan meringankan dan sebagainya begitu ya.
27:07Itu yang perlu kita dalami lebih lanjut,
27:10apakah memang di kasus yang sama atau kasus yang berbeda.
27:13Ini karena ada batasan itu Prof berkaitan dengan saksi pelaku itu.
27:17Oke, dari sepengalaman Anda sepanjang ini menangani di LPSK,
27:22Bu Susi,
27:23orang-orang yang kemudian mengajukan permohonan,
27:26termasuk juga sudah menjadi justice kolaborator,
27:30semuanya mendapatkan keringanan,
27:32atau kemudian ada yang tidak mendapatkan keringanan sama sekali?
27:36Case-nya apa dan alasannya apa pada saat itu?
27:40Iya, jadi begini Mbak,
27:42yang mengajukan permohonan ke LPSK untuk sebagai JC,
27:44bukan hanya JC yang memang murni,
27:46mau menjadi JC,
27:47tapi juga ada yang menghindari pertanggung jawaban bidana dan sebagainya.
27:52Ada yang seperti itu,
27:53tapi memang kemudian kita rigid ya,
27:56detail untuk meneliti soal syarat-syarat tersebut,
28:00sehingga tidak semuanya kita berikan status,
28:03atau kita rekomendasikan sebagai JC.
28:05Nah, berkaitan dengan yang tadi Mbak sampaikan ya,
28:09bahwa memang ini ya,
28:12keringanan penjatuhan hukum tidak semuanya,
28:15JC yang kemudian kita berikan perlindungan,
28:17itu mendapatkan keringanan penjatuhan hukuman,
28:19karena apa?
28:20Ada juga yang beda persepsi,
28:22atau beda pendapat antara LPSK dengan aparat penegak hukum,
28:28misalnya seperti ini.
28:29Jadi LPSK merasa yang bersangkutan sebagai JC,
28:32tapi aparat penegak hukum merasa ini bukan,
28:34sehingga tidak masuk dalam tuntutannya untuk diringankan hukumannya,
28:37sehingga putusan hakimnya juga tidak mengarah ke sana.
28:41Jadi peristiwa itu juga apa ya,
28:43situasi seperti itu juga kita hadapi,
28:45jadi tidak semuanya mendapatkan keringanan penjatuhan hukuman gitu.
28:50Pernah ada suatu kasus korupsi di Jawa Timur misalnya,
28:53itu kita berbeda pendapat dengan JPU pada saat itu,
28:59dan kita sudah menyampaikan alasan-alasan untuk memberikan rekomendasi kepada yang bersangkutan sebagai JC misalnya.
29:05Nah itu kemudian,
29:07di tingkat pertama yang bersangkutan itu diputus sama dengan pelaku utama,
29:11namun kemudian kita menyampaikan juga pendapat hukum kami juga kepada majelis hakim di tingkat banding ya,
29:23karena yang bersangkutan kemudian tidak banding,
29:25akhirnya diputuskan lebih ringan dibanding pelaku utama yang lain.
29:29Jadi masukkan pendapat hukum dari LPSK itu kemudian menjadi pertimbangan oleh majelis hakim di tingkat banding
29:38untuk memutuskan yang bersangkutan sebagai JC gitu.
29:41Jadi banyak sih ada situasi-situasi seperti itu.
29:44Oke banyak situasi-situasi yang kemudian tidak juga kemudian lantas ketika jadi JC,
29:50kemudian diringankan hukumannya begitu ya, mendapatkan keringanan.
29:55Terakhir, Prof. Ipnu,
29:57apa masukan yang bisa disampaikan terhadap LPSK dan juga pemerintah
30:02terkait dengan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 2025 ini
30:08soal justice kolaboratori yang bisa bebas bersyarat begitu ya,
30:13jangan sampai kemudian jadi trik juga untuk seorang tersangka atau terdakwa
30:19atau terpidana untuk bisa lepas dari jeratan pidana,
30:25termasuk juga soal obral JC,
30:27harus lebih detail pengawasannya seperti apa, singkat saja Prof. Ipnu.
30:31Ya, kita melihat spirit PP terkait JC,
30:36ini adalah dalam rangka membangun itu pemuka.
30:39Oleh karena itu, di dalam undang-undang LPSK yang menyangkut pemberian JC,
30:44itu terhadap tindak pidana lain yang meresahkan masyarakat,
30:48harus juga diberikan.
30:49Jadi misalkan yang sekarang lagi rame adalah lingkungan,
30:52tambang, judul, dan sebagainya.
30:55Itu saya kira meresahkan masyarakat.
30:57Oleh karena itu, judul yang sekarang berjalan ini juga
30:59bagian dari uji coba bagaimana kalau bisa memberikan pidana bersarat,
31:03sehingga bisa memberikan informasi dari kepada siapapun
31:08untuk mengungkap suatu perkara itu.
31:10Ini spiritnya.
31:11Jadi, spirit undang-undang ini ada apa?
31:13Presiden itu mengungkap suatu perkara.
31:15Jadi, Indonesia itu bersih.
31:16Dari suatu perkara tidak pidana korupsi,
31:19lingkungan, tambang, dan sebagainya.
31:20Dengan demikian, pengungkapan-pengungkapan perkara ini
31:23sesuatu yang sangat dibutuhkan,
31:25sehingga akan mendapatkan bidana besar.
31:27Dengan demikian, catatan yang terakhir adalah
31:30bagaimana peran APH dan LPSK
31:33mampu mendorong PP ini betul-betul bisa mengungkap suatu kejahatan,
31:38sehingga perkara-perkara korupsi, lingkungan,
31:41tambang yang ada di Indonesia,
31:42semakin menurun bahkan tidak ada.
31:43Oke, baik. Kita akan tunggu bagaimana pengimplementasiannya
31:48dari Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2025.
31:52Terima kasih, Bu Susi dari LPSK.
31:55Kemudian ada Prof. Ipnu dari Universitas Jenderal Sudirman.
32:00Terima kasih, Bapak-Bapak, Bapak dan juga Ibu.
32:03Sehat selalu. Wassalamualaikum dan selamat berlibur.
32:06Waalaikumsalam. Selamat pagi.
32:08Selamat pagi, Mbak.