Sebuah musala di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, ambruk, menewaskan 36 orang dan 27 lainnya masih belum ditemukan. Proses evakuasi yang telah berlangsung selama 7 hari ini dilakukan oleh tim SAR gabungan dari BNPB, Basarnas, TNI, Polri, dan relawan. Kondisi di lokasi sangat memprihatinkan, dengan puing-puing bangunan yang menimbun para korban.
Tim SAR menggunakan alat berat seperti beko dan breaker untuk menyingkirkan puing beton dan besi. Namun, satu kendala utama yang dihadapi adalah adanya beton yang menempel pada bangunan lain, sehingga memerlukan penanganan khusus. Ahli dari ITS Surabaya didatangkan untuk memberikan bimbingan agar proses pemotongan beton tidak merusak bangunan sekitarnya.
Sementara itu, keluarga korban menanti kabar dengan sabar di posko krisis center yang didirikan di salah satu gedung pesantren. Mereka menyaksikan langsung proses evakuasi melalui layar CCTV yang disediakan oleh Dinas Komunikasi Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Di posko ini, keluarga juga diberikan bantuan logistik, pakaian, dan dukungan psikososial.
Uswatun Riris, seorang warga yang memberikan bantuan, merasa tergerak untuk membantu setelah mendengar kesulitan yang dialami keluarga korban. Bersama teman-temannya, mereka mengumpulkan dana untuk membelikan pakaian, karena bantuan makanan dan minuman sudah banyak disalurkan oleh pihak lain.
Keluarga korban, seperti Bapak Muh Zaini, menantikan hasil identifikasi terhadap ponakannya. Ia menyebutkan ciri khusus ponakannya, seperti gigi depan yang patah. Di sisi lain, Wakil Bupati Sidoarjo, Mimik Idayana, berharap seluruh korban dapat ditemukan hari ini dan memastikan semua biaya perawatan korban ditanggung oleh pemerintah.
Salah satu santri yang selamat, Al-Fatih, kembali ke rumahnya di Bangkalan, Madura, setelah 3 hari tertimbun. Ia selamat karena wajahnya terlindungi oleh seng. Keluarga menyambutnya dengan isak tangis haru, dan Al-Fatih segera berziarah ke makam kakeknya sebagai ungkapan syukur.
Be the first to comment