Skip to playerSkip to main content
  • 25 minutes ago
Transcript
00:00In the middle of the population of Sumatra,
00:07in the middle of the population of Sumatra,
00:09there were more than 1 million people.
00:12At the home of the family,
00:14school,
00:15school,
00:16and public facilities,
00:18and public facilities,
00:19were not known as a man.
00:21At the time of the population,
00:23and the victims were not able to do it
00:26only with what they have.
00:28There are some ways they can.
00:31Tiba-tiba,
00:32there is one solution that
00:35that made us citizens and netizen 62
00:38to make sense.
00:39Serious,
00:40this solution is the solution.
00:42The solution is to
00:44to make the
00:45government
00:46rencana.
00:47Artinya,
00:48in the future,
00:50maybe if I can speak with the President,
00:53there is also need to say
00:55that maybe already
00:56government
00:58rencana.
00:59So there is
01:00Dirjen Longsor,
01:01Dirjen Banjir,
01:02Dirjen Angin Topan,
01:03and Dirjen Satu
01:04Lagi Apa.
01:05That's right.
01:06Usulan
01:07that must have been
01:08to be the solution
01:09just heard
01:10like
01:11script sketch
01:12comedy
01:13in the middle of
01:14Lautan Air Mata
01:15Korban Bencana.
01:16Because
01:17this
01:18example of
01:19this
01:20was
01:22The
01:23New
01:24The
01:25Lax
01:26The
01:27Min
01:28The
01:29At
01:34It
01:35The
01:36The
01:40The
01:41The
01:42The
01:44when the status of the national penalty is not yet to be established
01:49because the government says that the national priority is enough
01:54while the fact in the lapangan is shown to the other.
01:58At the moment of criticism, it is not a new mechanism,
02:02not a new mechanism, not a new organization, not a BNPB,
02:08not a speed of distribution logistic and infrastructure.
02:11But it's just a mistake to open the new government.
02:18It seems that we are entering the most dangerous phase,
02:22that is when it's a bad thing,
02:26but the solution that we have to feel like comedy is not even funny.
02:32In the same time,
02:35the country has lost priority.
02:39Even though it's a bad thing.
02:51Maybe this is one of the most absurd moments in the history of the country.
02:58When the people were able to save their lives,
03:03the citizens just had time to save their lives.
03:09Let's look at it one by one.
03:11First one,
03:13a significant report of the Ministry of Energy and Daly Minerals,
03:18Bahlil Lahadalia,
03:19with President Prabowo,
03:20in Aceh in 7th December,
03:22in the 7th of December.
03:38But the fact is that video-video people show the opposite.
03:42There are a number of cities that are still dark,
03:45dark and dark,
03:48without any conflict.
03:50.
03:54This is a moment that must be a case to take a arrest,
03:58but it is a moment of a communication moment.
04:03When the narrative was a good thing to hear,
04:07but a real thing is done?
04:09Two, the Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS.
04:14In terms of the police, they said that they were not able to live in the neighborhood.
04:18At the time of the loss, loss of money, loss of money, loss of people,
04:26Bupati Aceh Selatan is going to go from the area that is not going to enter the fire.
04:33Not going to enter the fire, not going to enter the fire, not going to enter the fire,
04:37not going to make sure that the logist is ready, but going to enter the fire.
04:44This is the biggest emotion of the public.
04:47Lalu ia disanksi 3 bulan non-aktif.
04:51Tapi sanksi itu bukan solusi, melainkan sebagai symbolic failure.
04:57Inilah wujud paling telanjang dari ketidakhadiran negara.
05:02Ketiga, anggota DPRD Padang Pariyaman yang tetap berangkat kunjungan kerja ke Kabupaten Sleman
05:09ketika 10.000 lebih warga di daerahnya terdampak banjir.
05:15Alasannya, ya gak enak kalau batal.
05:19Kalimat sederhana yang begitu menyakitkan bagi warga Padang Pariyaman yang menjadi korban bencana.
05:27Kalimat gak enak kalau batal terdengar seperti,
05:33Jadi maaf, prioritas kami bukan kalian.
05:37Prioritas kami adalah jadwal yang sudah dibuat jauh-jauh hari.
05:43Ampun deh, ini pejabat yang berutang budi pada warga atau warga yang berutang budi pada para pejabat.
05:53Keempat, kayu gelondongan terbawa banjir dan bantahan yang menghina akal sehat kita semua.
06:03Viral video yang menunjukkan kayu gelondongan di tengah banjir Sumatera.
06:08Namun, Dirjen Gakum Kementerian Kehutanan pun membantah.
06:26Kalau kayu lapuk dan pohon pumbang, ya harusnya tercabut dengan akar-akarnya.
06:32Seolah-olah yang salah adalah mata publik, bukan fakta di lapangan.
06:38Inikah cara para pemimpin kita menghadapi bencana?
06:43Inikah cara sebuah negara lari dari tanggung jawab konstitusional
06:50sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945?
06:54Yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia.
07:00Termasuk saudara-saudara kita di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
07:08Setelah semua kejanggalan, semua bantahan yang menginjak-nginjak akal sehat.
07:18Semua narasi yang tidak sejalan dengan realitas.
07:21Maka ini adalah puncak absurditas cara para pejabat kita merespon bencana Sumatera.
07:27Muncul satu gagasan yang kedengarannya sih seperti solusi besar ya.
07:30Bagaimana kalau kita bentuk Kementerian Bencana?
07:35Bukankah kita sudah punya BNPB?
07:37BNPB, Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
07:41Lembaga yang secara dejure setara dengan Kementerian.
07:45Lembaga yang memang dibentuk untuk mengurus semua jenis bencana.
07:49Mulai dari pencegahan, mitigasi, tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
07:57Jadi ketika ada usul untuk membuat Kementerian Bencana, pertanyaannya bukan hanya apakah kita perlu Kementerian baru.
08:05Pertanyaan yang lebih penting adalah apa yang selama ini tidak mampu dilakukan oleh BNPB?
08:11Apakah BNPB kurang kuasa?
08:15Ya tidak, BNPB memiliki hak komando tertentu dalam kondisi darurat.
08:19Apakah BNPB kurang anggaran?
08:23Ya tidak juga.
08:25Jadi justru setiap tahun dana penanggulangan bencana meningkat.
08:29Apakah BNPB kurang struktur dan personel?
08:34Mereka memiliki deputi-deputi yang fungsional dan ya spektrumnya lengkap.
08:39Apakah BNPB kurang koordinasi?
08:42Tapi kita juga tahu jika masalahnya adalah koordinasi, maka menambah satu Kementerian baru hanya akan menambah keruatan alur komunikasi dan koordinasi yang sudah kacau.
08:57Lalu apa bedanya?
08:59Inilah masalah struktural yang harus kita bicarakan secara jujur.
09:03Kalau masalahnya adalah koordinasi, maka menambah Kementerian baru hanya akan menambah kacau-kekacauan yang sudah terjadi.
09:12Kalau masalahnya adalah izin konsensi hutan dan pengelolaan sumber daya alam yang longgar, maka Kementerian baru ya tidak akan mengubah apa-apa.
09:22Kalau masalahnya adalah keputusan politik yang tidak berani menyentuh industri-industri besar penyebab deforestasi,
09:31maka penambahan Kementerian bencana juga tidak akan menghijaukan kembali hutan-hutan yang terlanjur digodoli.
09:40Kalau masalahnya adalah disfungsi pemimpin daerah yang mengaku tak mampu lagi lalu pergi ungroh, maka Kementerian baru tidak akan mengubah karakter seorang pejabat.
09:51Inilah pola pikir yang mengkhawatirkan.
09:54Bukannya memperbaiki institusi yang ada, para pejabat kita cenderung menciptakan institusi baru karena ya memang menguatkan lembaga yang sudah existing,
10:05membutuhkan political will, akuntabilitas, disiplin anggaran, membongkar konflik kepentingan,
10:14melakukan pengawasan yang sungguh-sungguh, melakukan penegakan hukum lingkungan yang ketat.
10:20Semua itu ya memang sulit, semua itu tidak populer, semua itu berisiko menyentuh kekuatan ekonomi besar.
10:29Dan disinilah masalahnya, ya memang lebih mudah sih menambah gedung baru daripada membongkar oligarki pengerukan sumber daya alam yang tak tersentuh hukum.
10:40Jadi negara bukannya kekurangan lembaga, negara kekurangan ketegasan.
10:48Negara bukannya kekurangan struktur, negara kekurangan akuntabilitas.
10:55Karena andai hal-hal berikut ini dilakukan dengan tegas oleh negara, izin tebang dibereskan,
11:03tata ruang dibangun berbasis sains, pengawasan hutan diperketat, prosedur darurat dipraktikan bukan sekadar ditulis dalam dokumen.
11:14Maka kita tidak perlu kementerian bencana, kita hanya perlu negara yang benar-benar hadir.
11:21Tapi ketika negara tak punya kemauan untuk menyentuh akar masalah,
11:27seringkali jalan pintas itu muncul, ya sudah kita bikin kementerian baru saja.
11:32Seakan-akan gedung baru bisa mengubah nasi para korban.
11:38Seakan-akan dirjen-dirjen baru bisa menahan banjir bandang akibat hutan yang digenduli.
11:43Ya seakan-akan struktur baru bisa membasuh keputusan-keputusan politik yang telah salah selama bertahun-tahun.
11:51Jadi saat bencana Sumatera terjadi, kita sebenarnya tidak kekurangan solusi, tapi kekurangan akal sehat.
12:00Pernyataan Menteri Sosial Saifullah Yusuf Gus Ipul bahwa artis, influencer atau pihak manapun harus izin dulu
12:14jika ingin menggalang donasi seketika mengaduk-ngaduk emosi publik karena di saat yang sama
12:21banyak korban bencana Sumatera yang mengaku belum tersentuh bantuan pemerintah secara memadai.
12:28Pernyataan Gus Ipul seperti mengirim pesan, solidatas rakyat boleh tapi harus melalui pintu negara.
12:36Padahal kita tahu dalam bencana, waktu adalah nyawa dan kecepatan adalah kunci penanganan.
12:44Saat bencana terjadi, negara seolah lebih sibuk mengatur daripada membantu.
12:50Mensus lupa ya, kalau kita sudah terlalu sering melihat bagaimana anggaran dalam situasi darurat,
12:57kerap menjadi ladang basah bagi para koruptor.
13:01Korupsi bantuan COVID, korupsi dana hibah, korupsi dana bantuan gempa, korupsi dana bantuan untuk pengungsi,
13:10termasuk korupsi bansos.
13:13Mengapa negara ingin mengatur solidaritas rakyat di saat negara sendiri gagap menunjukkan kapabilitasnya?
13:21Di sini kita melihat benturan yang jauh lebih dalam.
13:25Solidaritas rakyat versus birokrasi pemerintah.
13:30Kecepatan versus kehati-hatian yang terlambat.
13:34Ketulusan publik versus ketakutan negara terhadap potensi penyalahgunaan anggaran
13:40yang ironisnya dalam banyak kasus justru dilakukan oleh perangkat negara sendiri.
13:46Kita tak masalah dengan regulasi.
13:49Kita tak anti tertip administrasi.
13:52Tapi kita menolak kemunafikan.
13:56Di media pemerintah terlihat sigap di lapangan yang terjadi justru sebaliknya.
14:03Dan yang lebih menakutkan lagi, saat negara mulai membatasi niat baik rakyat,
14:09maka jangan heran jika rakyat merasa memang harus saling menyelamatkan
14:15tanpa berharap terlalu banyak kepada pemerintah.
14:19Pemerintah menyatakan masih sanggup menangani bencana Sumatera
14:23dan belum butuh bantuan luar negeri.
14:27Pemerintah menilai penanganan bencana Sumatera sebagai prioritas nasional sudah cukup.
14:34Tak perlu ditetapkan statusnya sebagai bencana nasional.
14:38Gubernur Aceh Muzakir Manaf harus mendatangkan tim dari Tiongkok
14:43untuk melacak urban bencana.
14:46Ia pun terbuka menerima bantuan internasional.
14:49Sesuatu yang justru seolah dihindari oleh pemerintah pusat.
14:53Jadi pertanyaannya, siapa yang kehilangan sense of urgency?
14:59Rakyat atau negara?
15:06Kita harus mengakui banjir di Sumatera bukan hanya soal hujan yang turun terlalu deras.
15:13Banjir di Sumatera adalah akumulasi dari tata ruang yang diabaikan tahun demi tahun.
15:21Izin yang diberikan tanpa kendali dan tanpa hati nurani.
15:25Pengawasan hutan yang dilunakan demi kepentingan ekonomi sesaat.
15:30Koordinasi antar lembaga yang tidak pernah benar-benar dibenahi.
15:35Yang seharusnya dilakukan negara adalah
15:39membongkar akar masalah terkait izin usaha,
15:42menegakkan hukum terhadap pelaku perusak hutan tanpa tebang pilih,
15:47memperkuat BNPB dan stakeholder serta ekosistem penanganan bencana,
15:52menuntut kehadiran dan aksi nyata para pemimpin daerah hingga level pemerintah pusat.
15:58Jangan ABS asal bapak senang, depan presiden lapor semua terkendali padahal faktanya ya gitu deh.
16:05Apakah negara ini serius memperbaiki cara kerjanya saat bencana datang?
16:11Perubahan iklim miscaya terjadi, cuaca makin ekstrim, risiko akan makin tinggi.
16:19Yang harus kita putuskan adalah apakah kita mau sekadar membentuk lembaga baru atau membangun keberanian baru.
16:28Keberanian untuk mengakui bahwa sistem penanganan bencana kita masih lemah.
16:34Keberanian untuk mengakui bahwa struktur yang sudah ada harus dibenahi, bukan sekadar diperbanyak.
16:42Keberanian untuk mengakui bahwa kehadiran negara dalam situasi genting seperti bencana,
16:48perlu ditingkatkan lagi.
16:50Keberanian membidanakan para perusahaan kelingkungan pun mereka ada di lingkaran kekuasaan.
16:57Karena pada akhirnya bangsa ini butuh negara yang tidak takut menghadapi kenyataan.
17:04Mengakui kekurangannya dan berani menindak tegas siapapun.
17:09Siapapun ini menjadi penyebab bencana.
17:11Sebelum kita semua benar-benar tenggelam.
17:14Bukan dalam banjir, tapi dalam bencana cara berfikir lama yang kita biarkan terus berulang.
17:21Lagi-lagi pertanyaannya, sampai kapan?
17:25Sampai kapan?
17:26Sampai kapan?
17:27Sampai kapan?
17:28Sampai kapan?
17:29Sampai kapan?
17:30Sampai kapan?
17:31Sampai kapan?
17:32Sampai kapan?
17:33Ya Allah!
17:34Astagfirullah, ya Allah!
17:36Tolong kapan?
17:37Sampai kapan?
17:51Sampai kapan?
17:58You
Be the first to comment
Add your comment

Recommended