JAKARTA, KOMPAS.TV - Penulisan ulang sejarah kembali memantik perhatian publik. Dipicu pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon, bahwa tragedi pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998 tidak ada bukti.
Sejarawan Anhar Gonggong menekankan pentingnya dasar faktual dalam penulisan sejarah.
Sementara, Sosiolog UGM Muhammad Najib Azca menekankan pentingnya negara menunjukkan sikap hati-hati dan bertanggung jawab dalam menyikapi dokumen-dokumen sejarah yang telah tersedia.
Baca Juga Detik-Detik Prabowo Tiba di Rusia, Penuhi Undangan Putin di https://www.kompas.tv/internasional/600401/detik-detik-prabowo-tiba-di-rusia-penuhi-undangan-putin
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/talkshow/600403/pandangan-sejarawan-soal-penulisan-ulang-sejarah-satu-meja
00:30Selamat malam Najib. Saya juga sedang menunggu komisioner Komisi Nasional Perempuan, Sondang Friska Simanjuntak yang sebentar lagi akan bergabung.
00:40Dan juga kami telah mengundang Kementerian Kebudayaan serta editor umum penulisan ulang sejarah, namun mereka semua tidak bersedia untuk hadir dalam diskusi kali ini.
00:53Oke, saya akan ke Prof. Anhar terlebih dulu.
00:55Gak usah pakai Prof.
00:57Oke, Pak Anhar. Gimana Pak Anhar melihat kontroversi yang meluas setelah Menteri Kebudayaan Wadlizon mengatakan tidak ada itu perkosaan masal dan kemudian dibantah oleh sejumlah aktivis. Anda lihat gimana?
01:12Justru itu memang hal-hal tertentu sering menjadi persoalan dalam sejarah.
01:22Sebab itu kan sejarah selalu memerlukan fakta, ya jelas.
01:26Nah, persoalan yang berkaitan dengan apa yang dipolemikan itu adalah sampai seberapa jauh itu benar atau tidak.
01:40Iya kan persoalannya.
01:43Siapa yang menentukan atau siapa yang pernah menghitung sekian banyak orang diperkosa ketika itu.
01:53Itu yang menjadi persoalan saya kira.
01:56Tapi pada konteks ketika itu, saya memang, saya sendiri karena kebetulan waktu saya mau pulang ke rumah di Hadang, di Pondok Gede, pasar kebakar.
02:14Saya mendengar, besoknya saya mendengar dari berbagai masyarakat, anggota masyarakat bahwa ada hal-hal seperti yang dimaksud tadi.
02:28Ada sekelompok orang, ada wanita tiongkok yang diperkosa, tapi jumlahnya nggak disebut.
02:37Tapi ketika itu, besoknya setelah itu, saya diceritakan orang.
02:45Oh, Pak Anhar tidak juga membaca apa laporannya tim gabungan pencari fakta dan Komnas HAM gitu?
02:51Saya membaca itu.
02:53Oke.
02:53Saya membaca itu juga.
02:54Dan saya tentu percaya bahwa mereka adalah orang-orang yang mempertaruhkan namanya kan.
03:08Kalau dia melakukan sesuatu, apa namanya, katakanlah hal yang tidak tepat.
03:16Saya kira, makanya saya percaya apa yang dikatakan mereka, apa yang ditulis mereka.
03:24Meritkan ini siapa nih?
03:25Yang tadi Anda tanyakan.
03:27Tim gabungan pencari fakta, tapi juga percaya sama Pak Delison, dua fakta ini ya?
03:32Iya, persoalannya kan yang dipersoalkan siapa?
03:36Pak Delison tadi adalah istilah masal.
03:39Masal, oke.
03:39Itu persoalannya kan.
03:41Oke, dan nggak ada bukti ya?
03:42Dan tidak ada bukti.
03:43Oke, baik.
03:44Pak Aswi, kalau Pak Aswi lihatnya gimana?
03:46Ini ya dua sudut pandang yang mengatakan, Pak Delison mengatakan soal masalnya,
03:51ya, tapi yang kedua ya ini TGPF itu hanya soal angka sebetulnya.
03:57Fadlison juga mengatakan di dalam wawancaranya,
04:02mana buku yang sudah memuat peristiwa ini tentang perkosaan masal terhadap perempuan Tionghoa itu?
04:13Sebetulnya ada.
04:14Ada bukunya?
04:14Ada bukunya, dan ada buku Sejarah Nasional Indonesia, edisi pemutakhiran.
04:22Edisi pemutakhiran dari Sejarah Nasional Indonesia itu terbit tahun 2007 oleh Balai Pustaka.
04:29Di sunting, penyunting umumnya itu Pak Lerisa, tetapi editor jilidnya itu adalah Pak Kolonel Saleh Jamhari, jilid 6.
04:37Nah, di dalam buku itu ada kalimat itu yang mengatakan terjadi perkosaan terhadap sejumlah besar perempuan-perempuan keturunan Cina.
04:50Dia sebut Cina gitu, tidak Tionghoa.
04:52Itu sejumlah besar perempuan itu diperkosa, itu kan masal itu.
04:58Menurut saya sama saja apakah masal ataupun sejumlah besar gitu.
05:02Lalu kemudian kita berbicara tentang angka yang diberikan oleh TGPF.
05:08Ada lebih dari 50 orang gitu.
05:11Nah, persoalannya adalah bahwa TGPF ini kemudian melaporkan kepada Presiden,
05:20melaporkan juga Habibi, dan juga meminta pemerintah itu untuk memeriksa lebih lanjut.
05:28Mereka punya data orang-orang itu, tetapi kan itu tidak dibuka ya, namanya atau siapa.
05:33Tapi mereka menyampaikan itu gitu.
05:35Nah, tapi persoalannya oleh pemerintah itu tidak dilanjutkan.
05:41Tidak dilanjutkan.
05:42Dan sekarang Pak Dili minta buktinya mana kan gitu?
05:45Ya, betul gitu.
05:46Nah, ini kan kasus perkosaan gitu.
05:48Ya, orang-orang yang diperkosa itu mungkin merasa takut gitu ya.
05:54Misalnya mereka takut bertemu dengan wartawan Tempo misalnya gitu.
05:58Tapi berarti bukan mereka tidak ada.
06:00Buktinya itu salah satunya Itamar Tadinata itu,
06:03yang ketika akan bersaksi di luar negeri itu malah terbunuh.
06:08Oke, baik.
06:09Saya ke Pak Furtasan, Ali Yusuf, anggota Komisi 10 dari fraksi Partai Nasdem.
06:15Pak Furtasan, bagaimana Anda lihat pernyataan dari Menteri Kebudayaan Fadilizon yang mengatakan pemerkosaan masal itu tidak ada.
06:25Tidak ada buktinya gitu.
06:26Kira-kira dari DPR melihat seperti apa Pak Furtasan?
06:29Ya.
06:34Ketika menyampaikan hal itu, memang kalau di forum rapat tidak pernah terucap ya.
06:40Saya juga melihat dari media saja gitu.
06:44Kalau rapat teratas resmi tidak pernah terucap gitu.
06:46Nah, tapi kalau bicara sejarah, tentu kan ini adalah fakta yang di belakang.
06:52Saya waktu kejadian 1998 juga memang ada di Jakarta, tahu persis gitu.
06:57Tapi kan tidak bisa lihat.
06:58Tapi kalau sudah dibentuk fakta, pencari fakta, atau tim pencari fakta, dan ada buktinya,
07:04saya pikir itu kan petunjuk ya sebetulnya.
07:06Tinggal kita diskusikan aja, kalau memang itu adalah ada faktanya, ya diakui dong, kira-kira begitu.
07:12Tapi kalau misalnya tidak ada, ya kita jelaskan memang tidak ada.
07:15Tapi memang kondisinya waktu itu sangat-sangat krusial,
07:18dan saya juga ada di Jakarta, semua kondisinya memang situasinya tidak menentu.
07:24Dan saya melihat memang ini adalah perlu dibuktikan kalimat ini.
07:28Karena memang kata tadi narasumber tadi, ada semacam temuan, tim pencari fakta,
07:36lalu ada resmi sudah ditulis juga di situ gitu.
07:39Nah, itu petunjuk menurut saya gitu. Kira-kira gitu.
07:41Oke, baik.
07:42Najib, sosiolog dari UGM.
07:45Gimana Anda sebagai sosiolog melihat? Ada apa? Ada polarisasi sebetulnya yang cukup tajam.
07:52Menteri Kebudayaan mengatakan tidak ada fakta, tidak ada bukti.
07:57Tetapi tim gabungan pencari fakta dan Presiden Habibie juga menyatakan ada,
08:01meskipun tidak ada kata masal.
08:03Gimana Anda mencoba menjembatani dua sudut pandang ini?
08:06Yang pertama, ini memang peristiwa dalam periode turbulensi ya, dalam perjalanan kebangsaan kita.
08:19Dan kemudian peristiwa ini kemudian direkonstruksi dan kemudian memunculkan kontestasi narasi dari berbagai pihak.
08:27Nah, kemudian ini sekarang ini pemerintah baru di bawah Presiden Prabowo melalui Menteri Kebudayaan Fadri Zon
08:35kan mencoba menyusun sejarah yang diperbarui lah atau yang dimutaakhirkan ya, kira-kira begitu.
08:45Antara lain mengenai peristiwa tahun 98 yang saya kira kemudian seperti kita tahu kemudian menjadi perdebatan ini.
08:52Apa yang ingin saya katakan adalah, saya kira satu, bahwa ini sudah ada petunjuk atau data awal yang saya kira signifikan,
09:03yang sangat otoritatif, artinya tim pencari fakta itu lembaga yang dibentuk oleh negara
09:09dan kemudian menyampaikan laporannya secara resmi, kemudian ada data-data petunjuk awal saya kira,
09:16yang saya kira tidak bisa diabaikan, artinya tidak tepat kalau hanya dianggap sebagai rumor seperti yang disampaikan oleh Saudara Fadli.
09:27Saya kira ungkapan itu tidak empatik ya, tidak menggambarkan respon negara yang mestinya lebih empatik terhadap korban
09:38dalam konteks sebuah peristiwa yang saya kira sangat dramatis, yang harus dilakukan justru saya kira memang melakukan pemeriksaan
09:45dengan lebih hati-hati, dengan lebih cermat terhadap apa yang sesungguhnya terjadi.
09:50Dari apa data awal yang sudah terkumpul itu kemudian dicermati lebih baik, lebih lanjut oleh katakanlah para sejarawan.
09:57Apalagi waktu itu kan peristiwa pengumpulan data kan masih dalam situasi psikologis yang sulit lah, yang mencekam gitu ya.
10:04Jadi sekarang saya kira justru waktunya Mas Budi.
10:06Waktunya ya oke. Menteri Kebudayaan juga melontarkan harapannya adalah memenusun sejarah dalam tone positif.
10:14Apa maksudnya? Kita bahas setelah jeda berikut ini.
10:26Polisi ungkap penipuan online yang menjatut nama perusahaan dana pensiun pemerintah