- 1 year ago
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan BI Rate di level 6,25%. Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, keputusan mempertahankan BI Rate masih sejalan dengan fokus kebijakan moneter yang pro stabilitas. Apalagi BI telah menaikan BI Rate sebesar 25 basis poin pada bulan sebelumnya. Keputusan tersebut juga sejalan dengan arah kebijakan bank sentral yang akan terus menjaga stabilitas Rupiah dan target inflasi tahun ini.
BI memutuskan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan makroprudensial yang tetap longgar. Sehingga BI terus menjaga likuiditas demi mendorong kredit kepada dunia usaha dan rumah tangga. Selain itu, kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk tetap memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran.
BI memutuskan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan makroprudensial yang tetap longgar. Sehingga BI terus menjaga likuiditas demi mendorong kredit kepada dunia usaha dan rumah tangga. Selain itu, kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk tetap memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran.
Category
📺
TVTranscript
00:00 [Musik]
00:14 Ya halo pemirsa, apa kabar anda hari ini?
00:17 Langsung dari studio AIDA X Channel Jakarta,
00:19 saya Prasetyo Ibo, kembali hadir dalam Market Review,
00:22 program yang mengupas isu-isu penggerak ekonomi Indonesia.
00:25 Dan kali ini kita akan membahas terkait dengan sektor perbankan
00:27 dan juga ekonomi di Indonesia.
00:29 Di mana BI Rates sebuah pengacuan Bank Indonesia ini
00:32 dikadang-kadang bisa menjadi benteng pertahanan ekonomi nasional
00:36 terhadap tekanan ekonomi global maupun domestik.
00:39 Dan langsung saja kita mulai Market Review selengkapnya.
00:42 [Musik]
00:50 Ya pemirsa, Bank Indonesia kembali mempertahankan BI Rate di level 6,25%
00:55 pada bulan Mei ini setelah bulan sebelumnya dinaikkan dari level 6%.
01:00 Dan lakai ini untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah
01:03 berdasarkan perkembangan kondisi ekonomi geopolitik global yang semakin memanas.
01:07 [Musik]
01:11 Mempertahankan BI Rate sebesar 6,25%,
01:17 demikian juga suku bunga deposit facility tetap sebesar 5,5%
01:23 dan suku bunga lending facility tetap sebesar 7%.
01:28 Keputusan ini konsisten dengan kebijakan Monetary Pro Stability
01:34 yaitu sebagai langkah pre-emptive dan forward looking
01:38 untuk memastikan inflasi tetap terkandali dalam sasaran 2,5 plus minus 1% pada 2024.
01:47 [Musik]
01:50 Demikian pernyataan Gubernur Bank Indonesia yang menyampaikan
01:54 keputusan hasil rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang kembali mempertahankan
01:59 suku bunga acuan BI Rate di level 6,25%.
02:03 Keputusan mempertahankan BI Rate masih sejalan dengan fokus kebijakan Monetary yang Pro Stabilitas,
02:09 apalagi BI telah menaikkan suku bunga acuan 25 basis point pada bulan sebelumnya.
02:15 Keputusan tersebut juga sejalan dengan arah kebijakan Bank Sentral yang akan terus menjaga
02:20 stabilitas rupiah dan target inflasi tahun ini.
02:24 Selain itu BI memutuskan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan makro prudensial yang tetap longgan
02:31 sehingga Bank Indonesia terus menjaga likuiditas demi mendorong kredit kepada dunia usaha dan rumah tangga.
02:37 Selain itu kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk tetap memperkuat keandalan infrastruktur
02:42 dan struktur industri sistem pembayaran.
02:45 Dari Jakarta, Pak Arjo Patmo, Aidek Channel.
02:49 Pemirsa untuk membahas tema menarik kita hari ini BI Rate Benteng Pertahanan Ekonomi Indonesia.
02:55 Kita sudah tersambung melalui Zoom bersama dengan Bapak Sarman Simanjorang
02:59 Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Otonomi Daerah KDIN Indonesia.
03:03 Selamat pagi Pak Sarman.
03:05 Selamat pagi Mas Pras, salam sehat dan semangat selalu.
03:09 Baik salam sehat juga Pak Sarman terima kasih dan langsung saja kita menyapa juga
03:13 ini Bapak David Sumwal Kepala Ekonom PT Bank Sentral Asia Tbk.
03:17 Selamat pagi Pak David.
03:18 Selamat pagi Mas Pras, salam sehat selalu.
03:21 Baik terima kasih juga atas kehadirannya langsung saja kita akan membahas terkait BI Rate.
03:26 Pak David menurut anda begitu upaya ataupun langkah yang sudah ditempu Bank Sentral
03:30 dengan mempertahankan kembali setelah sebelumnya dinaikkan jadi 6,25%
03:34 ini apakah sesuai juga dengan konsensus dari ekonom sejauh ini?
03:38 Sebenarnya sesuai ekspektasi Mas Pras ya, karena kalau kita lihat secara internal balance
03:45 inflasi terutama yang menjadi patokan Bank Indonesia
03:48 salah satu indikator yang sangat diperhatikan oleh Bank Indonesia ini relatif stabil ya
03:55 bulan lalu di sekitaran angkanya 3%
03:59 dan mungkin bulan ini di bulan Mei ini juga tidak jauh beda ya
04:05 angkanya di sekitaran 3% jadi masih dalam rentang target Bank Indonesia
04:11 sekitar 2,5% sampai 3,5% untuk tahun 2024
04:15 Nah untuk external balance-nya juga jauh membaik
04:19 kalau kita lihat satu bulan terakhir misalnya inflows asing ya
04:22 ke beberapa instrumen misalnya Surat Berharga Negara
04:25 termasuk juga SRBI misalnya instrumen yang baru diperkenalkan Bank Indonesia tahun lalu
04:32 ini juga cukup berat ya
04:34 contohnya untuk SRBI ini kepemilikan asingnya naiknya relatif drastis
04:38 dari 18% menjadi 28% dalam satu bulan
04:42 jadi kalau kita perhatikan itu kenapa juga rupiah relatif menguat
04:46 dari posisi terlemahnya
04:48 sempat setelah lebaran ya di bulan April itu kan sempat melemah drastis
04:54 ke arah 16.300 sekarang
04:56 sekarang sudah bergerak di sekitar 16.000an
05:00 jadi faktor external balance yang diperhatikan
05:04 walaupun memang dari sisi raca dagang
05:07 kalau kita lihat surplus kelihatannya menipis
05:10 dibandingkan tahun lalu trendnya pelan-pelan menipis
05:13 tapi di bulan Mei ini ada berita baik
05:16 kalau kita perhatikan untuk beberapa komoditas mineral yang banyak kita ekspor keluar
05:22 seperti tembaga dan nikel ini terjadi lonjakan harga yang drastis
05:27 sekitaran 25% sampai 30%
05:29 ini juga menjadi harapan positif untuk kinerja ekspor terutama di bulan Mei ini
05:36 Baik, itu dia review dan sudah sesuai dengan konsensus dari ekonominal
05:40 Lantas bagaimana dari dunia usaha memadang terkait dengan kebijakan bank sentral
05:44 apakah memang sudah sesuai dengan proyeksi pelaku usaha juga
05:47 dan apakah level BI rate 6,25% ini sudah cukup memberikan rasa nyaman
05:52 bagi dunia usaha dan industri nasional?
05:54 Pak Sarman
05:56 kalau kita dari pelaku usaha tentu kebijakan ini kurang mengembirakan
06:04 atau kurang ideal bagi pelaku kita
06:06 karena akan berpotensi untuk menambah kebanyakan usaha
06:10 dan mengambat penerusan kebijakan usaha dalam hal ini
06:13 tapi tentu kami dari pelaku usaha dengan melihat kondisi
06:19 perekonomian global yang tidak menentu dan geopolitik
06:23 tentu memang otoritas moneter kita tidak ada pilihan
06:27 untuk dapat menyesuaikan dengan kondisi tantangan eksternal kita dalam hal ini
06:32 tentu kami dari pelaku usaha juga tidak ada pilihan harus mendukung juga
06:36 karena bagaimanapun ini tujuannya pertama tentu bagaimana supaya nilai tukar rupiah kita
06:42 itu semakin menguat
06:44 tentu yang kedua juga adalah dalam rangka untuk menjaga
06:49 yang namanya pertemuan ekonomi kita dalam hal ini
06:53 karena kita lihat bahwa geopolitik ini kan sangat-sangat mempengaruhi
06:59 rantai pasok dalam hal ini global
07:02 sehingga akan mempengaruhi perekonomian dunia dan seluruh negara
07:07 dan saya rasa memang seluruh negara juga mengantisipasi
07:11 dengan apa yang dilakukan oleh otoritas moneter kita dalam hal ini
07:15 jadi artinya kalau kita dari pelaku usaha ya tentu memang
07:19 mengharap agar Bank Indonesia harus selalu aktif memonitor perkembangan perkembangan global
07:25 dan mampu membuat kebijakan-kebijakan yang mampu menjawab
07:29 akan tantangan permasalahan ekonomi kita dalam negeri dalam hal ini gitu
07:33 oke dan berikut ini kita akan sampaikan data nih Pak Sarman dan juga Pak David Sumwal
07:37 terkena dengan pergerakan BI rate kita akan cermati bersama
07:40 6% itu memang sudah bertahan beberapa waktu sebelumnya
07:43 dan mulai naik sekitar 6,25% itu di bulan April ya
07:47 kemudian dipertahankan lagi di bulan Mei 2024 ini
07:51 data selengkapnya bisa anda saksikan di layar televisyenya kita akan lihat seperti apa
07:54 pergerakan suku bunga cuan Bank Indonesia
07:57 ini dari 1 Januari Februari sampai dengan 1 Mei 2024
08:02 maksud saya di bulan Mei begitu ya 6,25%
08:06 kemudian pergerakan nilai tukar rupiah ini juga yang tadi menjadi concern juga dari pelaku usaha
08:11 pergerakannya ini berdasarkan Gisdor 16.054
08:17 begitu di bulan Mei atau tanggal 7 Mei kemarin
08:20 sempat menyentuh tertingginya di 16.131 pada tanggal 14 Mei 2024
08:26 kemudian pada tanggal 22 Mei di pekan lalu sudah turun lagi sedikit
08:30 begitu ada apresiasi 15.995 rupiah per dolar Amerika
08:36 nah Pak David kalau memang ini menjadi concern dari dunia usaha
08:40 kemudian tadi yang diharapkan setelah Bank Indonesia
08:43 mempertahankan suku bunga cuan di 6,25% adalah
08:46 kebijakan-kebijakan yang bisa memberikan ruang lagi nih bagi dunia usaha
08:51 bagaimana anda melihat karena kan strateginya Bank Indonesia
08:54 ini adalah langkah pre-emptive, forward looking dan lain-lain
08:57 untuk memastikan tadi ada inflasi kemudian nilai tukar rupiah juga
09:01 silakan Pak David
09:02 ya sebenarnya kalau kita perhatikan selain kebijakan bay rate kemarin
09:06 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia ya ini terus dilakukan juga
09:11 beberapa kebijakan makro prudensial yang lain
09:13 jadi Juni ini akan keluar kebijakan KLM, kebijakan likuiditas makro prudensial
09:21 dan ini sebenarnya untuk menggerakkan ekonomi juga
09:26 jadi ada beberapa sektor seperti misalnya yang terkait dengan down streaming
09:31 yang terkait dengan konstruksi properti lalu juga yang terkait dengan pariwisata
09:38 UKM ya dan beberapa sektor yang lain termasuk juga otomotif
09:42 ini akan diberikan insentif oleh Bank Indonesia
09:45 jadi buat bank-bank yang menyalurkan ke jenis-jenis kredit-kredit
09:50 yang saya sebutkan tadi akan diberikan keringanan GWM
09:56 jadi selama ini kan GWM itu bank-bank harus menaruh sekitar 9% ya
10:00 dengan adanya kebijakan KLM ini maksimal bank itu bisa hanya menaruh GWM sebesar 5%
10:09 kalau maksimal ya dan ini sebenarnya memberikan tambahan likuiditas ya
10:14 ke sistem, ke market ya ini itungan Bank Indonesia itu sekitar 81 triliun
10:20 tapi maksimum bisa hampir 120 triliun ya kalau dimanfaatkan semua oleh perbankan
10:26 jadi ini sebenarnya satu hal yang positif walaupun kebijakan BI rate sempat naik bulan lalu
10:33 dan bulan ini dipertahankan tapi dari sisi kebijakan likuiditas ini
10:39 masih relatif sebenarnya cukup kondusif buat sektoril terutama ya
10:43 dan sebenarnya kalau kita perhatikan dari segi datanya ya
10:47 kalau kita perhatikan ini kan sudah naik 275 basis point
10:50 sejak 2022 Bank Indonesia terus menaikkan suku bunga
10:53 tapi sebenarnya kan naikkan rate atau lending rate di modal kerja maupun juga investasi
11:01 credit investasi menurut catatan saya itu hanya naik untuk credit modal kerja itu 43 basis point
11:07 dan untuk credit investasi 71 basis point
11:11 nah untuk credit konsumsi itu malah turun 5 basis point
11:15 nah untuk APR itu turunnya bahkan sampai 58
11:19 untuk credit kendaraan bermotor itu turun 32 basis point
11:22 jadi sebenarnya kebijakan suku bunga patokan itu atau BI rate sering kita sebut
11:27 itu sebenarnya tidak serta-merta berbanding lurus atau berkorelasi erat dengan lending ratenya di sektoril
11:35 jadi memang faktor kompetisi antar bank ini juga yang membuat bahkan untuk credit konsumsi ini malah turun sekitar 5 basis point
11:45 jadi kelihatannya masing-masing tools kebijakan Bank Indonesia ini tujuannya memang berbeda-beda
11:53 untuk BI rate ini sebenarnya untuk mengantisipasi terutama gejolak yang terjadi di bulan April
11:58 waktu itu terjadi pelemahan rupiah
12:01 dan di sisi lain juga ada tools kebijakan yang lain terkait dengan KLM yang saya sebut tadi
12:07 Maspras terutama dalam rangka memberikan suasana yang masih kondusif
12:12 karena kalau kita lihat dari bisnis cycle sebenarnya siklus bisnis Indonesia ini dalam siklus ekspansi masih
12:19 kalau kita lihat siklus jangka menengahnya
12:21 jadi sebenarnya ini yang dilakukan Bank Indonesia untuk men-support siklus bisnis Indonesia yang masih relatif ekspansif tersebut
12:31 baik, tadi dengan kebijakan-kebijakan makro prudensial kerjasama dengan pemerintah begitu dari sektor lainnya
12:37 begitu apakah bisa menjadi janggar atau paling tidak benteng pertahanan terhadap ekonomi nasional
12:42 kita akan bahas nanti di segmen berikutnya kita akan jadah dulu sebentar
12:45 dan pemirsa tetaplah bersama kami
12:47 pemirsa Bank Indonesia memastikan strategi kebijakan devisa hasil ekspor
12:58 telah ikut mendorong supply falas di dalam negeri
13:01 dan terbitnya peraturan pemerintah tentang insentif pajak pada kebijakan DHE
13:05 yang dibilang nilai akan memperkuat implementasi stabilitas rupiah di dalam negeri
13:09 pemerintah secara resmi telah menerbitkan peraturan pemerintah nomor 22 tahun 2024
13:18 tentang insentif tarif pajak atas devisa hasil ekspor
13:22 Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destri Damayanti pun memastikan terbitnya peraturan pemerintah nomor 22 tahun 2024
13:30 merupakan salah satu kolaborasi pemerintah dan Bank Indonesia dalam mendorong penguatan rupiah
13:35 sehingga Bank Indonesia optimis stabilitas rupiah akan tetap dapat dijaga dan diperkuat melalui regulasi insentif pajak devisa hasil ekspor
13:43 dalam peraturan pemerintah nomor 22 tahun 2024
13:48 diatur subjek pajak dan objek pajak yang mendapatkan perlakuan khusus
13:52 berupa pengenan tarif pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif lebih rendah
13:57 bagi eksportir yang menempatkan DHA SDA di perbankan domestik dalam bentuk falas
14:02 maka akan diberi tarif pajak final sebesar 0% jika ditempatkan lebih dari 6 bulan
14:07 hingga 10% jika ditempatkan 1 sampai dengan 3 bulan
14:11 yang terakhir dikeluarkan itu sebenarnya sudah banyak dibicarakan
14:15 jadi sebelumnya sudah dibicarakan dan diantisipasi
14:18 dan kami melihat ini adalah salah satu bentuk juga sinergi dari kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dan Bank Indonesia
14:26 karena dengan adanya keringanan pajak khususnya juga yang rupiah
14:31 ini hal yang baru ya, yang rupiah ya
14:33 karena beberapa eksportir mereka kan sudah meng-convert dolarnya itu ke rupiah
14:37 nah itu yang tentunya rupiahnya itu harus berasal dari ekspor mereka
14:42 jadi tentunya ini akan sangat positif untuk penambahan falas kita
14:47 bahkan jika DHA sumber daya alam ditukarkan dalam mata uang rupiah
14:51 maka tarif pajak final diberi keringanan hingga sebesar 0% untuk penempatan 6 bulan atau lebih
14:56 2,5% untuk penempatan 3 hingga 6 bulan dan tarif 5% untuk penempatan 1 hingga 3 bulan
15:03 dari Jakarta, Rajo Patmong, Aidet Channel
15:07 baik, pemirsa langsung saja kita akan tanyakan ke Pak Sarman Semanjorang
15:15 Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
15:16 Pak Sarman, tadi sudah disampaikan, devisa hasil ekspor untuk ada sumber daya alam
15:21 begitu yang digadang-gadang bisa menjaga likuiditas falas di Indonesia
15:25 dari kehalangan pelaku usaha menurut kacamata Pak Sarman sendiri
15:28 ini efektif tidak sih untuk menjaga rupiah kita stabil dengan DHA
15:32 dan bagaimana minat kemudian kebijakan ini bagi dunia usaha sendiri?
15:36 silahkan Pak Sarman
15:37 iya, kalau dengan kondisi saat ini kami melihat sih masih kurang efektif ya
15:43 karena bagaimanapun kondisi ekspor kita juga akan mengalami juga pelemahan ya
15:51 dengan kondisi G20 sampai saat ini
15:53 dan bagi pengusaha tentu ini juga akan menjadi tantangan berat ya
15:58 karena ketentuan kewajiban penempatan DHA sebesar 30% ini
16:03 ya dalam sistem keuangan perusahaan tentu akan terganggu dalam hal ini
16:09 dan akan apalagi sampai dengan 90 hari ya
16:13 itu sangat dianggap memberatkan arus kas perusahaan
16:16 jadi dalam hal ini pelaku usaha memiliki kekhawatiran
16:20 akan terganggunya pengelolaan arus kas dan operasional perusahaan
16:24 dengan adanya DHA ini
16:26 apalagi terkait ambang batas yang ditetapkan
16:30 kita melihat ketentuan juga perlu mempertimbangkan kemampuan masing-masing
16:34 arus kas keuangan perusahaan
16:36 sehingga ambang batas penempatan juga perlu disesuaikan dengan kemampuan dunia usaha
16:41 itu yang kami lihat dalam hal DHA ini mas
16:43 oke tapi ada insentif pajak begitu untuk kebijakan DHA
16:46 tadi yang sudah disampaikan dari Bank Indonesia
16:48 menurut anda ini juga akan bisa menggiring lagi begitu minat bagi pelaku usaha
16:52 untuk memenamkan dananya sejenak begitu?
16:55 ya tentu, insentif regulasi turunan yang dapat disesuaikan pada kebutuhan masing-masing sektor dalam hal ini ya
17:01 jadi fiskal yang lebih menarik lagi bagi dunia usaha
17:05 ya termasuk fleksibilitas ambang presentasi penempatan yang disesuaikan dengan masing-masing perusahaan
17:11 jadi memang ini harus disesuaikan dengan sektor-sektor ekspor dalam hal ini
17:17 jadi tidak bisa disamaratakan
17:19 karena pasti berbeda antara sektor komunitas yang lain dengan yang lain mas Pras
17:23 oke oke, nah pada fitanless bagaimana nih dengan bagaimana tadi keluhan yang sudah disampaikan
17:28 begitu bahwa efektivitasnya masih belum optimal
17:31 ada insentif pajak untuk DHE apakah ini akan bisa menjaring lagi
17:36 begitu banyak perusahaan-perusahaan yang memenamkan atau menanamkan dana mereka di perbankan Indonesia untuk falas?
17:44 ya sebelum kebijakan ini keluar sebenarnya kan waktu masih diwacanakan
17:48 juga saya sampaikan beberapa kali memang perlu disesuaikan ya
17:52 dari masing-masing sektor ataupun subsektor
17:56 ya ini apakah ketentuan 30% ini berlaku semua atau bagaimana
18:03 jadi kalau menurut pendapat saya sih memang harus ada perbedaan-perbedaan
18:06 sesuai kajian dan kemampuan masing-masing subsektor
18:10 lalu juga perlu dilihat mungkin dari sisi returnnya
18:13 returnnya mungkin masih diangkat beberapa kalangan itu kurang menarik misalnya
18:18 dari rata-rata misalnya sekarang kan sekitaran berapa ya
18:22 10 basis point di bawah risk free rate
18:25 jadi mungkin ini juga masih menjadi satu hal
18:27 walaupun sekarang ada tambahan insentif baru ya dari sisi PPH-nya
18:31 termasuk juga untuk yang instrument upyek tadi kan disampaikan oleh deputi gubernur senior
18:38 jadi saya pikir ini memang bukan kebijakan yang statis, kebijakan yang dinamis
18:44 penyesuaian-penyesuaian masih bisa dilakukan
18:47 tapi jelas kita ingin tentunya hasil ekspor terutama untuk SDI ya
18:52 bisa masuk ke dalam negeri sehingga menambah likuiditas ya di dalam negeri
18:56 di satu sisi dan yang berikutnya juga potensinya sebenarnya masih cukup besar
19:00 tapi memang ini seperti ayam dan telur mas Pras ya
19:04 kita tidak ada falas ya yang memadai di dalam negeri
19:09 sehingga juga banyak perusahaan-perusahaan kan pergi keluar untuk mendapatkan dana falas ya
19:13 kredit falas dari luar
19:15 dan ini juga salah satu persyarat tentu kalau penempatannya di apa
19:19 mereka mengambil kredit dari luar penempatan cashflow mereka juga akan cenderung di luar pastinya ya
19:25 dan ini seperti ayam dan telur jadinya
19:28 jadi keinginan kita kan sebenarnya supaya likuiditas falas itu masuk ke dalam negeri
19:34 dan ini juga akan menambah potensi untuk suku bunga bisa lebih rendah lagi ke depannya
19:41 jadi ini sebenarnya juga ada tujuan yang baik juga dari kebijakan DHI ini
19:46 memang perlu penyesuaian-penyesuaian terkait tadi dengan dari sisi penahanan tadi ya
19:54 30% itu apakah berlaku untuk semua atau perlu dikaji untuk masing-masing subsektor
20:01 block in yang 30% itu selama 3 janah
20:05 Nah Pak David Lanta sejauh mana sih sektor-sektor yang mungkin terdampak dengan suku bunga cuan 6,25%
20:11 dari kelemahan nilai tukah rupiah yang terjadi dengan beragam kebijakan yang sudah dilakukan saat ini
20:15 tapi tahan dulu jawabannya kita akan jadal kembali sebentar
20:18 Pemirsa tetaplah bersama kami
20:20 Baik pemirsa kita akan lanjutkan kembali perbicaraan menarik ini bersama dengan Bapak David Sumal
20:32 Kepala Ekonomi PT Bank Sentral Asia Tbk dan juga Bapak Sarman Simanjorang
20:35 Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Otonomi Daerah K di Indonesia
20:39 Nah bicara mengenai DHE kemudian seberapa jauh bahwa suku bunga cuan BI Red ini benar-benar bisa menjadi jangkar
20:46 dari kalangan dunia usaha sendiri melihat bagaimana apakah upaya-upaya yang dilakukan dari sisi moneter
20:52 kemudian fiskal juga yang mungkin sudah dilakukan oleh pemerintah ini bisa memberikan rasa nyaman
20:57 ataupun pro dunia usaha sejauh ini Pak Sarman
21:00 Ya saya rasa memang berbagai kebijakan-kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah saat ini
21:07 sebenarnya kecenderungannya adalah untuk menyegapi tekanan kondisi global dalam hal ini
21:14 apalagi juga dengan pelemahan nilai rupiah kita
21:18 Nah tentu kita sangat berharap memang agar pemerintah dalam hal ini harus proaktif
21:23 memang melihat situasi dan kondisi ekonomi global
21:26 apalagi kita lihat bahwa geopolitik ini kan kita tidak tahu sampai kapan
21:30 Nah dengan kata-kata pelemahan nilai rupiah ini kan juga akan sangat-sangat berdampak kepada dunia usaha dalam hal ini
21:38 ya kan potensi-potensi kenaikan suku bunga kredit misalnya
21:43 serta hanya potensi pertumbuhan ekonomi
21:46 kemudian juga masyarakat juga nanti kalau suku bunganya naik
21:51 masyarakat nanti akan cenderung menabung tidak berbelanja
21:55 ini kan akan sangat-sangat pengaruhi dunia usaha
21:58 apalagi sektor-sektor tertentu misalnya yang saat ini ya
22:02 dengan masih ketergantungan dengan bahan baku import misalnya
22:07 tentu ya pelemahan nilai rupiah ini akan sangat-sangat membebani dalam hal ini
22:12 sehingga kalau kami memang melihat bahwa patokan kita saat ini
22:17 dengan nilai tukar rupiah kita di Rp15.000 tentu ini akan sangat-sangat membebani dunia usaha kita
22:26 kami dari pelaku usaha ya sebenarnya tetap berharap agar nilai rupiah kita ini
22:32 sesuai dengan asumsi APBM yaitu di angka Rp15.400 gitu kan
22:35 tapi sampai saat ini kan sudah hampir Rp16.000
22:37 tentu ini akan menjadi tantangan besar bagi dunia usaha dalam hal ini
22:42 baik, Pak Sarman itu dia terkait dengan concern perlindungan nilai tukar rupiah
22:46 nah dari Pak David sendiri bagaimana galangan ekonomi melihat dengan beragam
22:50 bauran-bauran kebijakan yang sudah dilakukan fiskal, moneter, kemudian beirit
22:53 yang masih ditahan di 6,25% apakah benar-benar bisa instrumen ini
22:58 khususnya beirit ini bisa menjadi benteng pertahanan buat ekonomi kita begitu
23:02 atau memang harus ada effort ataupun bahkan inovasi baru begitu disana?
23:06 ya perlu synergy memang Mas Pras ya
23:09 jadi policy mix itu bauran kebijakan bukan hanya moneter yang kita harapkan ya
23:15 tapi juga dari sisi fiskal, dari kebijakan perdagangan, kebijakan investasi,
23:20 kebijakan birokrasi, perizinan dan semuanya itu synergy
23:24 jadi kalau menurut saya kita gak bisa hanya bergantung pada kebijakan moneter saja ya
23:30 karena kalau kebijakan moneter itu kan ada gium
23:33 misalnya ada gium bahwa we can bring horse to the water tapi kita gak bisa force
23:40 kita tidak bisa memaksa kuda itu untuk meminum airnya ya
23:44 jadi kebijakan moneter itu hanya bisa mengiring pelaku
23:48 tapi belum tentu pelakunya kan mau juga untuk melakukan keputusan bisnisnya
23:54 jadi perlu ada kebijakan-kebijakan lain, tadi perdagangan, investasi, fiskal juga yang mendukung Mas Pras
24:00 baik terakhir bagaimana proyeksi anda terkait dengan trend pergerakan beirit akhirnya ke depan
24:04 dengan kondisi saat ini, tadi ada katakan juga ada kondisi global, domestik juga yang perlu diperhatikan
24:09 kuncinya sebenarnya kita lihat pergerakan rupiah ya
24:13 jadi ini juga sangat tergantung pada kondisi eksternal geopolitik maupun juga komoditas utama terutama harga minyak
24:20 jadi kalau kita lihat tekanan-tekanan yang terjadi terhadap rupiah
24:24 satu tahun terakhir ini kelihatannya sangat mempengaruhi arah kebijakan moneter dalam hal ini beirit
24:31 jadi kalau kita lihat sempat terjadi juga tahun lalu tekanan, beirit juga sempat naik, tahun ini juga sama
24:38 dan kelihatannya ini sangat tergantung ya untuk kebijakan moneter termasuk juga arah rupiah ini dengan kondisi eksternalnya Mas Pras
24:48 oke berarti masih wet-end-sih ya terkait dengan pergerakan konflik geopolitik global begitu sejauh mana tekanan yang terhadap nilai tergantung
24:54 termasuk juga arah segubungan Fed ya, arah segubungan Fed seperti apa, apakah ekspektasinya kan ini bergeser terus ya
25:00 dari bulan Maret ke Juni, Juni sekarang malah ke bulan Desember penurunan seunggahnya
25:05 jadi ini juga sangat mempengaruhi arah kebijakan moneter kita Mas Pras
25:09 baik Pak David Sumbul terima kasih banyak atas analisis yang sudah Anda berikan
25:12 dan Pak Sarman Simanjorong terima kasih juga atas informasi dan update terkait dengan kondisi dari dunia usaha ya
25:18 dengan ditahannya suku bunga cuan beirit di level 6,25%
25:22 selamat melanjutkan aktivitas Anda kembali, salam sehat Pak Sarman dan juga Pak David terima kasih
25:27 terima kasih Mas Pras
25:28 terima kasih semua sampai ketemu
25:30 ya terima kasih Pak Sarman sampai besok
25:32 [Musik]
25:35 (Sampai jumpa di video selanjutnya)
Recommended
1:35
|
Up next
11:28
2:59
2:51
1:41
1:25
2:27
1:49
44:27
1:40
2:24
1:59
2:26
4:37
Be the first to comment