Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utama
JAKARTA, KOMPAS.TV - Dalam Pidato Kenegaraan di sidang tahunan MPR RI, Jumat (15/8/2025), presiden Prabowo Subianto menyebut demokrasi khas Indonesia sejuk dan mempersatukan. Dalam Program Satu Meja the Forum, para guru besar membagikan pandangannya tentang hal ini.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Prof. Susi Dwi Harjanti mengatakan hati-hati memberikan label pada demokrasi. Jangan sampai dikatakan demokrasi khas indonesia justru bertentangan dengan prinsip-prinsip khas indonesia. Demokrasi dipakai sebagai tameng, tapi tidak inline dengan prinsip universal.

Guru Besar Ilmu Arsitektur Universitas Hasanuddin, Prof. Triyatni Martosenjoyo mengatakan tidak pernah percaya mereka yang mewakili kepentingan rakyat hadir di panggung media menggunakan benda-benda mahal di tubuhnya. Demokrasi sejuk itu tidak berarti menghalangi rakyat untuk mengkritik pemerintah.

Sementara itu Guru Besar Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Prof. Nazamuddin menilai meski ada wakil-wakil rakyat di DPR dan DPD, namun kebijakan nasional seringkali mengecewakan. Keputusan yang diambil lebih bersifat kolutif.


Bagaimana tanggapan Anda?

Saksikan selengkapnya di sini: https://youtu.be/YDPKluL69Do?si=iJuFHLRPQyvRwGgi



#prabowo #gibran #kabinet

Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/talkshow/623329/prabowo-sebut-demokrasi-sejuk-khas-indonesia-sudahkah-dirasakan-masyarakat-satu-meja
Transkrip
00:00Tidak semua negara mampu melaksanakan transisi kepimpinan dengan baik dan lancar seperti kita.
00:10Di mana-mana ketika saya berada di luar negeri, banyak pemimpin negara sahabat bertanya kepada saya,
00:17How did you do it? How did Indonesia manage?
00:21Saya sampaikan mereka, kita berhasil karena kita menganut demokrasi yang khas Indonesia.
00:27Demokrasi yang sejuk, demokrasi yang mempersatukan, bukan demokrasi yang saling gontok-gontokan,
00:39saling menjatuhkan, saling maki-memaki, saling menghujat, bukan demokrasi yang saling membenci.
00:49Oke, Prof Rias, demokrasi khas Indonesia tidak gontok-gontokan dan tidak saling membenci.
01:01Apa tafsir menurut Anda?
01:03Sebenarnya itu demokrasi umum ya begitu.
01:05Oke.
01:05Itu disebut secara eksplisit karena memang kita suka gontok-gontokan itu, Pak.
01:09Jadi sebenarnya demokrasi yang normal itu ya satu kesempatan untuk saling berbeda pendapat,
01:16saling bertukar pengalaman dan saling mendukung.
01:20Gontok-gontokan itu adalah sisi lain dari demokrasi yang rusak gitu.
01:25Tapi sekarang juga tidak ada gontok-gontokan, tapi juga tidak ada kontrol yang cukup ketat terhadap pemerintah.
01:31Itu juga begitu ya. Jadi saya kira memang format demokrasi kita itu ya harus kita cermati lagi ya.
01:38Jadi sekarang itu kan demokrasinya menonjol dari peranan partai.
01:41Ya dan partai itu tidak membicarakan aspirasi rakyat.
01:45Orang-orang di DPR itu, itu lebih banyak melaksanakan perintah pimpinan partai daripada memperjuangkan kepentingan rakyat.
01:52Oke, baik.
01:53Kalau mereka mau mengangkat kepentingan rakyat itu secara jujur, itu kadang-kadang terkendala oleh perintah pimpinan partai.
01:59Oh, kendalanya di partai politik ya.
02:02Oke, Prof. Susi, bagaimana sebagai ahli hukum Tata Negara melihat kok DPR atau Dewan Perwakilan Daerah itu sama-sama tidak begitu terdengar fungsinya.
02:12Bahkan sekarang dengan dana reses naik 702 juta, naik dari 400 juta. Apa yang Anda baca?
02:17Ya, sebelumnya saya ingin memberikan catatan kepada tadi Presiden Prabowo mengatakan demokrasi khas Indonesia.
02:25Hati-hati kita memberikan label pada demokrasi.
02:29Jangan sampai kemudian dikatakan bahwa demokrasi khas Indonesia itu kemudian justru bertentangan dengan prinsip-prinsip universal demokrasi.
02:38Jadi jangan berdalih bahwa Indonesia punya kekasan demokrasi, tetapi justru kekasan itu dipakai sebagai tameng supaya tidak inline dengan prinsip-prinsip universal.
02:52Itu catatan saya terhadap tadi Presiden Prabowo mengatakan kekasan demokrasi Indonesia.
02:58Catatan yang kedua, yaitu mengapa DPR Indonesia tidak mampu menurut saya untuk menjalankan fungsinya sebagai lembaga demokrasi.
03:08Satu, karena tata cara pengisiannya bermasalah.
03:15Dan mengapa tata cara pengisiannya ini bermasalah tentunya juga berujung pada partai politik kita juga yang bermasalah.
03:22Di dalam salah satu survei yang pernah diselenggarakan atau pernah dilakukan di UK, sesaat Inggris keluar dari Brexit, rakyat ditanya demokrasi seperti apa sih yang diinginkan.
03:37Rakyat mengatakan kami puas dengan demokrasi, tapi kami tidak percaya kepada politisi.
03:42Kami tidak percaya kepada politisi, bagaimana demokrasi akan dapat berjalan dengan baik dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga demokrasi.
03:52Kalau partai politik yang menjalankan fungsi rekrutmen politik tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik,
03:58akibatnya politisi-politisi yang mengklaim dirinya sebagai perwakilan rakyat yang duduk di DPR,
04:06itu juga tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai representasi rakyat.
04:10Saya ingin mengatakan bahwa mereka tidak lagi dapat mengklaim bahwa mereka adalah representasi rakyat.
04:18Jangan-jangan mereka itu adalah representasi kepentingan, kepentingan siapapun di situ.
04:24Kepentingan politik, apapun juga kepentingan-kepentingan oligarki lainnya.
04:28Oke, baik. Saya ke Prop 3 terlebih dahulu.
04:31Prop 3, bagaimana Prop 3 melihat apakah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah
04:37itu sudah bisa mewakili kepentingan-kepentingan rakyat sebetulnya?
04:42Sudah pasti tidak.
04:43Sudah pasti tidak.
04:45Saya tidak pernah percaya bahwa mereka yang mewakili kepentingan rakyat
04:49itu hadir di panggung-panggung media dengan menggunakan benda-benda mahal di tubuhnya.
04:56Itu tidak mungkin.
04:56Jadi DPR berpesta-pesta di pesta flexing, kemudian rakyat mencatat harga perhiasan di tubuhnya
05:06berlomba menggunakan perhiasan yang termahal, yang branded, yang bukan produk lokal Indonesia.
05:12Apakah mereka akan melayani rakyat? Pasti tidak.
05:14Itu sama dengan polisi.
05:16Bagaimana polisi misalnya di Makassar, AKBP punya Rubicon.
05:20Apakah dia akan melayani rakyat? Pasti tidak.
05:22Jadi, demokrasi sejuk itu tidak berarti kita menghalangi rakyat untuk berargumentasi mengerti pemerintah.
05:31Apakah yang dimaksud Pak Prabowo itu, apakah demokrasi khas Indonesia itu mengabekan rasa etis
05:36ketika para penegak hukum bisa duduk semeja dengan mereka yang bermasalah secara hukum.
05:43Itu kan telanjang di Indonesia.
05:45Apakah itu yang kita maksud dengan demokrasi sejuk khas Indonesia?
05:48Baik, saya pindah ke Prop Nasam Tridodu.
05:52Prop Nasam, bagaimana Aceh atau Prop Nasam memandang demokrasi perwakilan di parlemen saat ini?
06:00Ya, barangkali secara simbolik, ya ada wakil-wakil kita di DPR dan di DPD.
06:07Tapi, kebijakan nasional sering sekali itu mengecewakan apa yang kita harapkan keputusan yang diambil lebih bersifat kolotif.
06:21Kolotif itu artinya, saya tidak setuju adanya fraksi-fraksi di DPR.
06:28Fraksi-fraksi itu kan kolusi sebenarnya.
06:31Keputusan-keputusan dari ketua partai.
06:34Sehingga, apapun yang dibicarakan di dalam ruang-ruang DPR dan DPD juga,
06:41itu sebenarnya sebuah keputusan yang sebelumnya sudah disepakanti di antara mereka.
06:46Sehingga, suara rakyat ini, walaupun ada reses ke daerah,
06:50itu simbolik juga.
06:52Sebenarnya, apa yang didengar disampaikan di sana,
06:56tapi ketika keputusan dibuat, tidak mewakili perasaan mayoritas masyarakat.
07:01Nah, itulah percermin di dalam, misalnya, efisiensi.
07:05Karena kolusi tadi, maka ada kompromi-kompromi dalam ruang fraksi-fraksi itu ketika rapat dengan eksekutif.
07:14Itu kolusi terlihat jelas.
07:18Oke, baik, Prof. Nasam. Prof. Sulis, sebentar ke Prahasis ya.
07:21Ini DPR ini gimana ya?
07:23Dulu waktu Prahara Agustus, tunjangan perumahan dibatalkan,
07:27tapi sekarang terjadi kenaikan tunjangan reses dari 400 juta menjadi 700 juta sebetulnya.
07:31Iya, itu yang dikritik oleh gerakan jensi ya, 17 plus 8 ya.
07:38Saya mau bicara bagaimana sebenarnya soal-soal demokrasi ini banyak ditulis oleh ilmuwan Indonesianis.
07:46Dikatakan terjadi backsliding demokrasi, declining demokrasi.
07:52Dan boleh nggak saya fokus kepada dampak dari gerakan Agustus kemarin terjadi penangkapan besar-besaran menurut saya
08:03terhadap para pengunjuk rasa, anak-anak muda, mahasiswa, aktivis, kelompok-kelompok buruh,
08:09dan juga diantaranya ada warga biasa, ada anak-anak di bawah umur, 40% jumlahnya.
08:16Dan itu kira-kira ada seribu lebih di seluruh Indonesia.
08:18Dan ini kan jadi paradoks bahwa menyampaikan pendapat freedom of expression, freedom from fear itu adalah konstitusional,
08:28tetapi ditangkapi dengan memberi konstruksi identitas, label-label kepada mereka sebagai perusuh, sebagai teroris, bahkan sebagai makar.
08:39Padahal saya melihat sendiri bagaimana mahasiswa UI misalnya kalau mereka turun ke jalan,
08:44itu ada tali-tali di kanan kirinya yang memastikan tidak ada penyusup.
08:48Jadi harus dibedakan secara jelas mana pengunjuk rasa, mana penyusup, mana yang membakar-bakar dan menjara itu gitu.
08:56Nah, itu yang mereka gagal mengatakan bahwa demokrasi itu harus khas Indonesia itu adalah apakah yang seperti itu, yang menangkapi gitu.
09:12Baik, Pak Prasid mau menanggapi tadi, pendek.
09:14Ya, saya mau menambahkan aja, bukan menanggapi.
09:17Jadi begini, ekspresi demokrasi itu bukan hanya kita lihat dalam apa yang terjadi,
09:24atau aktivitas di DPR atau dalam perwakilan daerah kalau dalam kontes Indonesia.
09:29Bahkan bukan sekedar melihat pada demonstrasi.
09:31Substansi demokrasi itu adalah jika seluruh kebijaksanaan pemerintah itu memihak pada kepentingan rakyat.
09:40Itu yang paling penting. Jadi yang berdemokrasi bukan hanya DPR, bukan hanya partai politik,
09:45tapi pemerintah sendiri harus bertanggung jawab untuk mewujudkan demokrasi itu.
09:50Memastikan, bahwa itu sesuai dengan keuntungan rakyat.
09:52Karena kebijaksanaan pemerintah itu adalah kebijaksanaan yang memihak.
09:53Jadi kebijaksanaan yang tidak memihak pada rakyat itu anti-demokrasi.
09:56Oke, baik. Lalu bagaimana ke depan 4 tahun, ke depan sampai 2029,
10:02apa yang perlu diperbaiki dari pemerintahan Prabowo Gibran?
10:04Kita bahas setelah jeda berikut ini.
10:10Terima kasih telah menonton!

Dianjurkan