Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utamaLewati ke footer
#film
#filmindo
#filmhoror
#filmaction
#filmhantu
#filmdrama
#hantu
#horor
#setan
#setankuntilanak
#filmpendek
#movie
#movies
#fullmovie
#fullmovies
#filmsetan
Transkrip
00:00:00Awak bisa ngerantau, Mak
00:00:02Karena Jodi Sinan
00:00:05Biku kelewola bepiti
00:00:06Kirim, Kak, Mak
00:00:09Awak jampu ya, Mak
00:00:11Banget-banget
00:00:13Aku gak boleh gitu, Mir
00:00:14I love you
00:00:16I love you banget
00:00:19Lanteng-lanteng
00:00:29Ini buka
00:00:33Imo
00:00:34Aku sama sekali gak ingat buka ibuku gimana
00:00:49Sebuah ruang dimana kisah-kisah sinema tidak sekadar diceritakan, tetapi dihidupkan kembali dengan sentuhan spiritual, sinematik, dan penuh makna.
00:01:19Tempat dimana kita tidak hanya menonton film, tapi juga menyelami pesan, misteri, dan rahasia yang tersembunyi di balik setiap adegan.
00:01:27Hari ini, kita akan memasuki sebuah cerita yang mungkin sudah akrab di telinga kita sejak kecil.
00:01:33Sebuah legenda yang kerap diceritakan turun-temurun, tentang seorang anak yang durhaka kepada ibunya, dan akhirnya dikutuk menjadi batu.
00:01:40Ya, siapa yang tak mengenal kisah maling kundang?
00:01:44Namun, tunggu dulu.
00:01:46Apa jadinya jika kisah klasik itu tidak sekadar diceritakan sebagai dongeng,
00:01:51melainkan dibungkus dengan nuansa kelam, thriller psikologis, dan trauma masa lalu yang mencekam?
00:01:56Film, legenda kelam maling kundang, mencoba menjawab pertanyaan itu.
00:02:00Sebuah karya yang tidak lagi memandang maling kundang sebagai sekadar mitos,
00:02:05melainkan sebagai potongan jiwa manusia yang retak, penuh luka, penuh rahasia, dan menyimpan sisi gelap yang selama ini tidak pernah terungkap.
00:02:13Bayangkan, sebuah cerita lama yang kita kenal sejak kecil, kini dirombak dalam balutan misteri.
00:02:19Tidak ada lagi sekadar kutukan yang sederhana.
00:02:22Yang ada hanyalah labirim psikologis, ingatan yang hilang, kehadiran seorang ibu yang misterius, dan seorang anak yang dihantui kecurigaan.
00:02:30Apakah ia benar-benar mengenal ibunya sendiri?
00:02:33Inilah kisah tentang Alif, seorang seniman dengan ingatan yang terpecah, seorang suami yang rapuh, sekaligus seorang anak yang kehilangan pijakan identitas.
00:02:41Sebuah perjalanan yang akan menjerumuskan kita ke dalam lorong gelap trauma, paranoia, dan pertanyaan terbesar, siapa sebenarnya yang bisa kita percaya?
00:02:50Sebelum kita melangkah lebih dalam, izinkan saya mengingatkan, kisah ini bukan untuk hati yang lemah.
00:02:56Film ini tidak menghadirkan jumpscare murahan, melainkan ketegangan yang merayap perlahan.
00:03:02Setiap detail, setiap ekspresi, setiap bisikan, bisa jadi adalah kunci menuju kebenaran,
00:03:08atau justru jalan menuju kegilaan.
00:03:11Jadi, teman-teman di dunia wisata, siapkan hati kalian.
00:03:16Jangan pernah berkedip terlalu lama, karena kalian bisa kehilangan detail kecil yang akan menentukan arti dari kisah ini.
00:03:22Dan ingat, legenda ini bukan lagi sekadar dongeng.
00:03:26Ia hidup, bernafas, dan siap menyeret kita ke dalam gelapnya.
00:03:31Inilah, legenda kelam malin kundang.
00:03:35Alif duduk di kursi roda, tubuhnya masih lemah pasca kecelakaan hebat yang hampir merenggut nyawanya.
00:03:41Di wajahnya terlihat semburat kebingungan, seolah-olah dunia yang sedang dilihatnya bukanlah rumah yang pernah ia kenal.
00:03:48Nadine, istrinya, mendorong perlahan kursi roda itu melewati lorong rumah sakit yang panjang dan berbau antiseptik.
00:03:55Di samping mereka, Emir, anak sematawayang yang baru berusia 8 tahun, berjalan sambil menggenggam boneka robot kecil di tangannya.
00:04:03Ada senyum di wajah anak itu, tapi senyum yang kaku, seakan ia tahu ayahnya pulang dalam keadaan yang tidak sama lagi.
00:04:10Begitu melewati pintu keluar rumah sakit, sinar matahari sore menyapa wajah Alif.
00:04:16Namun bukannya hangat, cahaya itu terasa asing. Ia memicinkan mata, mencoba mengingat sesuatu, apapun, tentang hidupnya sebelum kecelakaan.
00:04:26Tapi yang muncul hanya potongan gambar yang kabur. Suara-suara samar, wajah-wajah tanpa nama, dan rasa sakit yang tiba-tiba menghantam kepalanya setiap kali ia berusaha mengingat lebih keras.
00:04:38Nadine cepat meraih tangannya, berbisik lembut, tidak apa-apa, mas. Pelan-pelan saja.
00:04:45Ingatan itu pasti akan kembali. Rumah mereka berada di pinggiran kota, berdiri dengan arsitektur modern minimalis, namun dengan sentuhan hangat dari Nadine yang selalu menjaga detail kecil.
00:04:56Saat mobil mereka berhenti di depan pagar, Alif merasakan dadanya sesat. Seolah-olah bangunan itu bukan rumahnya. Setiap dinding, setiap jendela, setiap sudut halaman seperti berusaha mengatakan sesuatu yang tidak bisa ia pahami.
00:05:11Nadine membuka pintu mobil, menuntun Alif masuk, dan Emir segera berlari kecil menuju ruang tamu, meletakkan tas sekolahnya di sofa.
00:05:20Alif memperhatikan sekeliling. Foto keluarga tergantung rapi di dinding.
00:05:25Ada foto dirinya bersama Nadine dan Emir sedang tersenyum di pantai, ada foto ulang tahun kecil Emir dengan lilin berbentuk angka 5.
00:05:32Semua tampak wajar, tampak normal. Tapi bagi Alif, foto-foto itu seperti potongan kehidupan orang lain.
00:05:40Ia menatap lebih lama pada foto dirinya sendiri, mencoba mengingat momen saat itu diambil, tapi yang ia temukan hanya kehampaan.
00:05:47Malam itu, Nadine menyiapkan makan malam sederhana.
00:05:51Suara peralatan makan beradu terdengar biasa, tapi bagi Alif, suara itu seperti gemayah menekan dadanya.
00:05:57Ia mengambil sendok, lalu tiba-tiba tangannya berhenti.
00:06:01Din, suaranya pelan, tapi ada getaran di dalamnya, kau bilang, besok ada yang akan datang, ya? Siapa?
00:06:11Nadine menatapnya sejenak, lalu meletakkan sendoknya.
00:06:15Wajahnya tampak ragu, seperti ingin memilih kata-kata dengan hati-hati.
00:06:20Ibumu? Mas?
00:06:22Beliau telepon siang tadi. Katanya beliau ingin menjemukmu setelah kecelakaan itu.
00:06:28Hening mendadak menyelimuti meja makan.
00:06:31Emir yang sedang mengunyah berhenti, menatap ayahnya dengan rasa ingin tahu.
00:06:36Alif membeku.
00:06:38Kata, ibu, terdengar asing di telinganya.
00:06:41Seolah Nadine baru saja menyebut nama orang yang tak pernah ia kenal.
00:06:44Ia menelan ludah, jantungnya berdegup kencang.
00:06:48Ibu, gumamnya, lebih seperti bertanya pada dirinya sendiri daripada pada Nadine.
00:06:53Nadine menganggu pelan, mencoba tersenyum,
00:06:57meski senyum itu tidak bisa menutupi kegelisahannya.
00:07:00Ya, mas.
00:07:02Ibumu.
00:07:04Beliau sudah lama ingin bertemu.
00:07:06Ini kesempatan yang baik, mungkin dengan melihat wajah beliau, ingatanmu bisa kembali.
00:07:12Namun justru yang Alif rasakan adalah penolakan.
00:07:15Ada sesuatu di dalam dirinya yang menjerit, menolak mentah-mentah ide itu.
00:07:20Ia tidak tahu mengapa.
00:07:22Wajah ibunya sama sekali tidak bisa muncul di benaknya.
00:07:26Bukan hanya samar, tapi benar-benar kosong.
00:07:29Seolah-olah ia tidak pernah punya ibu.
00:07:32Malam itu, Alif tidak bisa tidur.
00:07:35Ia duduk di tepi ranjang.
00:07:37Memandangi jendela yang buram oleh embun.
00:07:40Di kejauhan terdengar suara anjing menggonggong.
00:07:44Dalam keheningan itu, ia merasa ada sesuatu yang sedang mendekat.
00:07:48Bukan dari luar, tapi dari dalam dirinya sendiri.
00:07:51Sebuah rasa takut tanpa nama, rasa asing terhadap sosok yang bahkan belum ia lihat.
00:07:56Keesokan harinya, udara rumah terasa lebih dingin dari biasanya.
00:08:00Nadine sibuk merapikan ruang tamu, sementara Emir bermain di lantai dengan mainannya.
00:08:05Alif hanya duduk di sofa, tangannya gemetar memegang gelas teh hangat.
00:08:10Lalu suara ketukan pintu terdengar.
00:08:13Hanya tiga kali, pelan tapi tegas.
00:08:16Jantung Alif seolah berhenti.
00:08:18Nadine segera melangkah membuka pintu.
00:08:21Di ambang pintu berdiri seorang perempuan berusia sekitar lima puluhan.
00:08:25Wajahnya teduh tapi juga menyimpan garis-garis kehidupan yang berat.
00:08:29Rambutnya disanggul rapi, matanya memandang Nadine dengan senyum hangat,
00:08:34lalu beralih pada Alif.
00:08:36Begitu mata mereka bertemu, Alif merasakan hantaman di kepalanya.
00:08:41Pandangannya berkunang-kunang, suara berdesing di telinganya, dan tubuhnya mendadak kaku.
00:08:47Alif, suara perempuan itu lembut, penuh kerinduan.
00:08:51Anakku.
00:08:53Namun bagi Alif, panggilan itu tidak membawa rasa nyaman.
00:08:57Justru sebaliknya, kata, anakku, terdengar mengerikan.
00:09:01Ada dorongan kuat dalam dirinya untuk menolak, untuk berteriak bahwa perempuan itu bukan ibunya.
00:09:07Ia ingin bangkit, ingin berkata keras, tapi tubuhnya tak sanggup.
00:09:11Ia hanya bisa menatap, dengan mata penuh kecurigaan, pada sosok yang mengaku sebagai ibunya sendiri.
00:09:17Tubuh Alif kaku, matanya tidak bisa lepas dari perempuan yang berdiri di ambang pintu.
00:09:23Nadine tersenyum dan segera mempersilahkan perempuan itu masuk, seolah sudah mengenalnya lama.
00:09:28Emir, dengan polosnya, menghampiri perempuan itu sambil berkata lirih.
00:09:33Nenek.
00:09:34Perempuan itu menunduk, mengelus rambut Emir dengan lembut, lalu menatap kembali pada Alif.
00:09:39Namun yang dirasakan Alif justru sebaliknya.
00:09:42Setiap sentuhan mata perempuan itu membuat kepalanya semakin berdenyut.
00:09:47Ada rasa tidak nyaman yang tak bisa ia jelaskan, seperti tubuhnya sendiri menolak keberadaan sosok itu.
00:09:53Perempuan itu berjalan mendekat, langkahnya tenang, matanya berkaca-kaca seolah penuh kerinduan.
00:09:59Alif, sudah lama sekali kita tidak bertemu.
00:10:02Kau masih mengingatku, kan?
00:10:05Tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar.
00:10:07Alif menelan ludah, tangannya mencengkeram lengan kursi.
00:10:11Bibirnya bergetar, tapi tidak ada kata yang keluar.
00:10:15Ia tidak mengenal perempuan itu.
00:10:18Bahkan wajahnya terasa asing, seperti sosok yang baru ditemuinya hari ini.
00:10:23Nadim meraih tangan Alif, mencoba menenangkannya, lalu berkata,
00:10:27Mas, ini ibumu.
00:10:29Kau mungkin belum ingat karena kepalamu belum pulih sepenuhnya.
00:10:32Tapi perlahan, pasti akan kembali.
00:10:36Namun di dalam hati Alif, ada suara yang berbisik keras.
00:10:40Perempuan ini bukan ibumu.
00:10:42Jangan percaya.
00:10:44Bisikan itu membuat napasnya memburu.
00:10:47Ia mencoba mengalihkan pandangan, tapi tatapan perempuan itu terasa menembus,
00:10:51seperti berusaha masuk ke dalam pikirannya.
00:10:54Hari-hari berikutnya, suasana rumah berubah.
00:10:58Perempuan yang mengaku sebagai ibu Alif tinggal sementara di kamar tamu.
00:11:02Nadim tampak lega dengan kehadirannya, seolah merasa beban merawat Alif sedikit berkurang.
00:11:07Emir pun tampak cepat akrab, sering bercerita atau bermain di dekat perempuan itu.
00:11:12Namun bagi Alif, setiap detik kebersamaan terasa seperti ancaman.
00:11:17Malam pertama kehadiran perempuan itu, Alif terbangun oleh suara berisik dari ruang tamu.
00:11:22Ia bangkit perlahan, tubuhnya masih lemah, lalu berjalan terseok menuju sumber suara.
00:11:28Dari balik pintu, ia melihat perempuan itu duduk sendirian di kursi, menatap kosong ke arah jendela.
00:11:34Bibirnya bergerak-gerak seperti sedang berbicara sendiri.
00:11:38Saat Alif mencoba lebih dekat, suara itu terdengar jelas, doa atau mantra yang tidak pernah ia kenal.
00:11:44Nada suaranya rendah, berat, dan membuat bulu kuduk Alif berdiri.
00:11:49Alif segera mundur, kembali ke kamar dengan tubuh gemetar.
00:11:53Saat ia menutup pintu, Nadine terbangun dan bertanya, Mas, ada apa?
00:11:58Alif hanya menggeleng, tidak berani menceritakan apa yang baru saja dilihatnya.
00:12:03Ia tahu, kalau ia bilang yang sebenarnya, Nadine hanya akan menuduhnya berhalusinasi.
00:12:09Keesokan paginya, perempuan itu menyiapkan sarapan.
00:12:13Nadine memuji kehangatannya, Emir makan dengan lahap, tapi Alif hanya duduk terpaku,
00:12:18memperhatikan setiap gerakan tangannya.
00:12:21Ada sesuatu yang tidak wajar pada caranya memotong buah,
00:12:24cara ia menata piring, bahkan cara ia tersenyum.
00:12:27Semua terasa terlalu terkendali, seperti seseorang yang sedang memainkan peran.
00:12:32Saat Nadine pergi sebentar untuk mengambil sesuatu di kamar,
00:12:35perempuan itu menoleh langsung pada Alif.
00:12:38Senyum ramahnya hilang.
00:12:40Tatapannya dingin, menusuk, dan tanpa suara ia menggerakkan bibirnya,
00:12:45membentuk kata-kata yang membuat darah Alif berdesir,
00:12:48Aku ibumu.
00:12:49Alif tersentak, sendok di tangannya jatuh menimbulkan bunyi nyaring.
00:12:53Emir menoleh ke arah ayahnya, bingung, tapi Alif hanya bisa menunduk.
00:12:58Jantungnya berpacu.
00:13:00Ia tahu ada sesuatu yang salah.
00:13:03Semakin lama perempuan itu tinggal, semakin besar rasa curiga dan penolakannya.
00:13:08Namun semua bukti yang ia miliki hanyalah firasat, rasa takut, dan fragmen ingatan yang tidak lengkap.
00:13:15Malam kedua, mimpi buruk datang.
00:13:18Alif bermimpi dirinya masih kecil, berdiri di tepi pantai dengan ombak yang mengamuk.
00:13:23Seorang perempuan memanggilnya dari kejauhan, wajahnya samar, tapi nada suaranya penuh amarah.
00:13:29Durhaka, durhaka, kata itu bergema berulang kali, sampai tubuh kecil Alif tenggelam di telan air laut.
00:13:36Ia terbangun dengan teriakan, keringat membanjiri tubuhnya.
00:13:41Nadine terkejut, berusaha menenangkannya, sementara dari balik pintu kamar,
00:13:46terlihat bayangan perempuan itu berdiri diam, seakan mendengarkan segalanya.
00:13:50Sejak saat itu, Alif mulai yakin, mimpinya bukan sekadar mimpi.
00:13:55Itu potongan masa lalu yang terkubur.
00:13:58Sesuatu yang berhubungan dengan perempuan itu.
00:14:01Sesuatu yang menjelaskan mengapa tubuhnya menolak keberadaannya.
00:14:05Namun untuk menemukan kebenaran, ia harus membuka kembali ingatan yang telah lama hilang.
00:14:10Dan ia tahu.
00:14:12Setiap ingatan yang kembali akan membawa luka yang jauh lebih dalam.
00:14:16Hari-hari berikutnya semakin terasa janggal bagi Alif.
00:14:19Meski Nadine mencoba menormalisasi keadaan dengan berkata bahwa kedatangan ibunya adalah hal yang wajar,
00:14:25Alif tidak pernah merasa aman.
00:14:27Setiap kali perempuan itu menatapnya, ada getaran aneh di dadanya,
00:14:31seolah ada bagian dari dirinya yang berusaha menolak dengan keras.
00:14:34Suatu sore, saat hujan turun deras membasahi kaca jendela rumah,
00:14:39Alif duduk sendirian di ruang kerja kecilnya.
00:14:41Ia mencoba melukis lagi, sesuatu yang dulu menjadi bagian dari hidupnya sebelum kecelakaan.
00:14:47Namun goresan kuasnya tidak membentuk apa-apa.
00:14:51Setiap kali ia ingin menggambar wajah Nadine atau Emir,
00:14:54yang muncul hanyalah bayangan samar wajah perempuan yang kini mengaku sebagai ibunya.
00:14:58Ia berhenti, lalu menatap lukisan itu dengan perasaan tercekik.
00:15:02Pintu ruang kerja terbuka perlahan.
00:15:05Perempuan itu masuk tanpa mengetuk, membawa secangkir teh.
00:15:09Kau masih suka melukis rupanya, katanya lembut.
00:15:13Alif hanya diam, menatapnya tanpa menjawab.
00:15:16Perempuan itu mendekat, meletakkan teh di meja, lalu menatap lukisan yang baru setengah jadi.
00:15:22Sejak kecil kau selalu suka menggambar.
00:15:25Kau mungkin lupa, tapi aku yang pertama kali memberimu kuas.
00:15:29Kau masih anak kecil waktu itu.
00:15:32Alif mengerutkan kening.
00:15:34Kalimat itu terdengar meyakinkan, seolah datang dari seseorang yang memang mengenalnya sejak lama.
00:15:40Tapi semakin ia mencoba mengingat, semakin kosong yang ia temukan.
00:15:45Tidak ada gambaran masa kecil bersama perempuan ini.
00:15:48Tidak ada memori tentang kuas pertama, tidak ada kenangan tentang kasih seorang ibu.
00:15:53Hanya kehampaan.
00:15:55Malam itu, Alif mendengar suara langkah kaki dari lorong rumah.
00:15:59Pelan, berat, tapi berulang seperti seseorang yang berjalan bolak-balik.
00:16:04Ia membuka pintu kamar, mengintip.
00:16:07Di ujung lorong, perempuan itu berdiri menatap dinding.
00:16:11Bahunya naik turun seperti sedang menangis, namun tidak ada suara tangis yang keluar.
00:16:16Saat Alif hendak mendekat, perempuan itu menoleh dengan cepat.
00:16:20Tatapan matanya tajam, berbeda sekali dengan sikap lembutnya di depan Nadine.
00:16:25Alif segera mundur, menutup pintu kamar dengan napas terengah.
00:16:29Keesokan harinya, Alif memberanikan diri berbicara pada Nadine.
00:16:34Din, aku tidak yakin, dia ibuku.
00:16:37Nadine langsung memotong dengan nada lembut,
00:16:40Mas, aku tahu ini sulit.
00:16:42Ingatanmu belum pulih.
00:16:44Tapi jangan buru-buru menolak.
00:16:47Beliau ibu yang membesarkanmu.
00:16:49Emir juga senang dengan kehadirannya.
00:16:52Nadine menatap Alif dengan mata penuh harap,
00:16:55seakan tidak ada ruang untuk meragukan perempuan itu.
00:16:58Namun, ketidakpercayaan Alif semakin memuncak ketika ia mulai mendapati hal-hal aneh di rumah.
00:17:03Pagi hari ia menemukan foto lama yang diselipkan di laci meja kerjanya.
00:17:07Foto seorang anak kecil berdiri di pantai, tapi wajah ibunya di foto itu disobek.
00:17:12Alif bertanya pada Nadine, tapi Nadine mengaku tidak pernah melihat foto itu sebelumnya.
00:17:17Di malam lainnya, Emir tiba-tiba bercerita bahwa neneknya menidurkannya dengan dongeng.
00:17:23Namun dongeng itu bukan dongeng biasa.
00:17:25Emir menirukan, dengan suara kecilnya, bagaimana nenek bercerita tentang seorang anak yang meninggalkan ibunya di kampung,
00:17:32lalu melupakan darah dagingnya sendiri.
00:17:35Dalam dongeng itu, sang anak tidak hanya dikutuk jadi batu,
00:17:38tapi juga kehilangan jati dirinya, lupa pada siapapun yang pernah menyayanginya.
00:17:43Alif merasakan tubuhnya dingin mendengar cerita itu.
00:17:46Ia sadar, dongeng itu ditujukan padanya.
00:17:50Rasa takut bercampur marah membuat Alif semakin terguncang.
00:17:53Ia mulai menulis catatan kecil tentang setiap hal aneh yang ia temui,
00:17:57doa yang terdengar di malam hari, tatapan tajam yang muncul sesekali,
00:18:01cerita dongeng yang menyinggung anak durhaka.
00:18:04Semua ia tulis, seakan catatan itu bisa membantunya menemukan kebenaran.
00:18:09Namun, di sisi lain, perempuan itu semakin menunjukkan peran sebagai seorang ibu yang penuh kasih di depan Nadine dan Emir.
00:18:16Ia memasak, membersihkan rumah, bahkan menemani Nadine belanja.
00:18:21Semua berjalan normal bagi keluarga kecil itu, kecuali bagi Alif.
00:18:26Baginya, semua kehangatan itu terasa palsu, seperti topeng yang menutupi sesuatu yang kelam.
00:18:32Puncaknya terjadi suatu malam ketika Alif terbangun oleh suara bisikan di kamarnya sendiri.
00:18:37Ia membuka mata dan melihat perempuan itu duduk di kursi, menatapnya.
00:18:42Wajahnya setengah tertutup bayangan, dan bisikan itu terdengar jelas di telinga Alif, meski bibirnya hampir tidak bergerak.
00:18:49Kau lupa siapa dirimu.
00:18:52Tapi aku tidak pernah lupa.
00:18:54Kau anakku.
00:18:56Kau tidak bisa lari dari darahmu.
00:18:58Alif berteriak, membuat Nadine terbangun.
00:19:02Saat lampu dinyalakan, kursi itu kosong.
00:19:05Tidak ada siapapun di kamar selain mereka.
00:19:08Nadine mencoba menenangkan Alif, menganggap semua itu mimpi buruk.
00:19:12Tapi Alif tahu apa yang ia lihat.
00:19:15Ia tahu ada sesuatu yang nyata dibalik semua ini.
00:19:18Dan untuk pertama kalinya sejak kecelakaan itu, ia merasa bahwa hilangnya ingatan bukanlah sebuah kebetulan.
00:19:24Ada sesuatu yang disembunyikan, sesuatu yang membuatnya tidak boleh mengingat masa lalunya.
00:19:30Sesuatu yang berhubungan dengan perempuan yang kini tinggal di rumahnya, mengaku sebagai ibu kandungnya.
00:19:36Alif semakin terperangkap dalam lingkaran kecurigaan yang menyesakan.
00:19:40Siang terasa panjang, malah menjadi mimpi buruk yang tiada henti.
00:19:45Di matanya, sosok perempuan itu bukan lagi sekadar tamu atau bahkan ibu,
00:19:49melainkan bayangan yang terus menghantui.
00:19:52Nadine, dengan kesabarannya, berulang kali meminta Alif untuk mempercayai proses pemulihan ingatannya.
00:19:58Tapi semakin hari, keyakinan Alif justru kian menjauh dari kata percaya.
00:20:03Suatu sore, Emir membawa sebuah buku tua dari kamar tamu, kamar tempat perempuan itu tinggal.
00:20:09Ayah, lihat.
00:20:11Nenek punya buku cerita lama, katanya polos sambil menunjukkan sampul kulit yang sudah lusuh.
00:20:16Alif meraihnya, membuka halaman demi halaman.
00:20:20Tulisan tangan memenuhi kertas, bukan sekadar cerita biasa,
00:20:24melainkan catatan yang bercampur antara doa, kutukan, dan fragment cerita rakyat.
00:20:29Ada satu kalimat yang berulang kali tertulis dengan tinta hitam tebal.
00:20:34Anak durhaka akan kehilangan segalanya.
00:20:37Bahkan ingatan tentang dirinya sendiri.
00:20:40Alif merasa darahnya berdesir.
00:20:43Ia menatap Emir yang tersenyum tanpa rasa takut, seakan buku itu hanyalah dongeng biasa.
00:20:48Tapi bagi Alif, kata-kata itu seperti pesan yang ditujukan langsung padanya.
00:20:53Ia menutup buku itu cepat-cepat, lalu menatap ke arah kamar tamu yang tertutup.
00:20:58Malam itu, ia memberanikan diri masuk ke kamar tamu ketika semua sudah tertidur.
00:21:03Lampu meja kecil menyala redup, menyoroti koper tua yang setengah terbuka.
00:21:08Alif merunduk, mengintip isinya.
00:21:11Di antara pakaian terlipat rapi, ia menemukan sejumlah foto lama yang sudah menguning.
00:21:16Di salah satu foto, ia melihat seorang anak laki-laki kecil berdiri di dekat pelabuhan,
00:21:21bersama seorang perempuan yang wajahnya tanpa kabur karena goresan.
00:21:25Semakin lama ia menatap foto itu, semakin kuat rasa deja vu menghantam kepalanya.
00:21:30Ia pernah berada di sana, ia pernah menjadi anak itu.
00:21:34Tapi setiap kali mencoba mengingat lebih dalam, rasa sakit seperti pisau menusuk di pelipisnya.
00:21:40Tiba-tiba suara pintu berderit.
00:21:43Perempuan itu berdiri di ambang pintu, menatapnya tanpa ekspresi.
00:21:47Apa yang kau lakukan di kamarku?
00:21:50Alif, suaranya tenang, tapi mengandung ancaman tersembunyi.
00:21:54Alif terdiam, tangannya masih menggenggam foto.
00:21:57Ia mencoba berbicara, tapi tenggorokannya kering.
00:22:01Perempuan itu melangkah maju, mengambil foto itu dari tangannya dengan gerakan halus.
00:22:06Kau belum siap untuk mengingat.
00:22:08Jika kau memaksa, kau hanya akan melukai dirimu sendiri.
00:22:12Sejak malam itu, Alif semakin terobsesi mencari kebenaran.
00:22:16Ia mulai bermimpi lebih sering tentang pantai,
00:22:19tentang suara perempuan yang memanggilnya dengan nada amarah,
00:22:22tentang tubuh kecilnya yang berlari menjauh.
00:22:24Mimpi itu begitu nyata hingga ia terbangun dengan pasir yang terasa menempel di telapak tangannya,
00:22:29meski ia tahu itu tidak mungkin.
00:22:31Suatu hari, Alif memutuskan pergi diam-diam.
00:22:35Ia meminta Nadine mengantarnya keluar rumah dengan alasan ingin berjalan di taman untuk terapi,
00:22:40padahal ia sudah merencanakan sesuatu.
00:22:43Ia ingin kembali ke kampung halamannya, tempat ia lahir,
00:22:47yang samar-samar mulai muncul dalam potongan ingatan.
00:22:50Nadine ragu, tapi akhirnya setuju karena yakin perubahan suasana bisa membantu pemulihannya.
00:22:55Sesampainya di kampung yang jauh dari hirup piku kota,
00:22:59Alif merasakan hawa asing sekaligus familiar.
00:23:02Jalan setapak, pohon kelapa, suara debur ombak dari kejauhan,
00:23:06semua menyalakan sesuatu dalam benaknya.
00:23:09Ia berjalan semakin jauh, hingga akhirnya berdiri di tepi pantai.
00:23:13Angin laut menerpa wajahnya, membawa aroma asing yang menusuk.
00:23:18Ingatannya berkelebat, seorang perempuan berteriak,
00:23:21seorang anak menolak menggenggam tangan ibunya,
00:23:23lalu ombak yang besar menggulung.
00:23:26Air matanya jatuh tanpa ia sadari.
00:23:29Ada rasa bersalah yang menekan dada, meski ia belum sepenuhnya mengerti kenapa.
00:23:34Saat ia berusaha mengingat lebih dalam,
00:23:36tiba-tiba sebuah suara menyapanya dari belakang.
00:23:39Kau kembali ke sini juga, Alif.
00:23:42Ia menoleh, dan di sana berdiri perempuan itu,
00:23:46sosok yang sejak awal ia tolak sebagai ibunya.
00:23:49Alif terhuyung mundur.
00:23:51Bagaimana, bagaimana kau bisa ada di sini?
00:23:55Perempuan itu hanya tersenyum samar.
00:23:57Aku selalu di sini.
00:23:59Kau hanya mencoba lari, tapi darahmu selalu menuntunmu pulang.
00:24:04Tatapannya penuh kepastian, seolah tak ada lagi ruang untuk keraguan.
00:24:08Alif merasakan kepalanya berputar.
00:24:11Ingatan demi ingatan mulai runtuh masuk.
00:24:14Ia melihat dirinya kecil, mendengar suaranya sendiri berteriak,
00:24:18Aku tidak kenal kau.
00:24:20Aku bukan anakmu.
00:24:21Lalu perempuan itu menangis, berlutut di pasir, dan langit mendadak gelap.
00:24:26Ombak besar datang menghantam, dan semua memori terkunci dalam kegelapan.
00:24:30Kini, berdiri di pantai yang sama, Alif mulai memahami.
00:24:36Ada sesuatu yang pernah ia lakukan di masa lalu.
00:24:39Sesuatu yang membuat dirinya menolak keberadaan perempuan itu, bahkan hingga hari ini.
00:24:44Tapi apakah semua itu nyata?
00:24:46Atau hanya ilusi yang diciptakan trauma?
00:24:49Pertanyaan itu menggantung, meninggalkan Alif di antara rasa bersalah, rasa takut, dan kebingungan tentang siapa sebenarnya dirinya.
00:24:57Angin laut berhembus kencang, membawa aroma asin yang menusuk hidung Alif.
00:25:02Tubuhnya bergetar, bukan hanya karena dingin, tapi karena sesuatu dalam dirinya perlahan terbangun.
00:25:08Perempuan itu menatapnya dari kejauhan, wajahnya diterpacahaya bulan yang pucat,
00:25:13sorot matanya tak lagi sekadar penuh teka-teki, melainkan syarat dengan kesedihan mendalam.
00:25:18Alif melangkah mundur, jantungnya berdegup cepat.
00:25:22Potongan ingatan datang silih berganti.
00:25:25Ia melihat dirinya kecil, berlari di pantai dengan tawa riang,
00:25:28lalu suara seorang perempuan memanggilnya dengan penuh kasih sayang.
00:25:32Tapi tawa itu berubah menjadi jeritan, ketika ia menolak genggaman tangan perempuan yang sama,
00:25:37menolak pelukan yang seharusnya menghangatkan.
00:25:40Ia mendengar kata-kata yang keluar dari mulut kecilnya dulu,
00:25:43Aku bukan anakmu.
00:25:45Aku tidak butuh kau.
00:25:47Perempuan itu perlahan mendekat, langkahnya tenang seakan tak terhalang pasir yang lembek.
00:25:52Alif, panggilnya lembut, kau mungkin tak ingat semuanya, tapi darahmu tahu siapa aku.
00:25:58Alif menunduk, kepalanya terasa seakan dihantam ribuan ombak sekaligus.
00:26:03Kalau benar kau ibuku, suaranya parau, kenapa aku hanya merasakan rasa takut setiap kali melihatmu?
00:26:10Senyum perempuan itu menghilang, berganti dengan sorot mata yang redup.
00:26:14Karena kau dulu menolak aku.
00:26:16Karena kau dulu membuat pilihan yang tak bisa ditarik kembali.
00:26:20Sekejap, langit di atas mereka berubah muram.
00:26:23Awan hitam menggulung, angin bertiup lebih keras, dan suara guntur menggema dari kejauhan.
00:26:29Ombak yang tadi hanya berdebur tenang kini meninggi, seolah alam turut merespons kata-kata itu.
00:26:35Alif terhuyung, memegangi kepalanya.
00:26:38Gambaran itu semakin jelas.
00:26:41Ia kecil, duduk di perahu bersama seorang pria asing yang menjanjikannya kehidupan lebih baik.
00:26:46Wajah ibunya basah oleh air mata, berdiri di pantai, memohon agar ia tetap tinggal.
00:26:52Namun mulut kecilnya bersikeras mengucapkan kata-kata yang menusuk hati.
00:26:56Aku malu padamu.
00:26:58Suara perempuan itu kini meninggi, terbawa angin dan deru ombak.
00:27:02Kau pernah memilih jalanmu sendiri, Alif.
00:27:06Kau pernah menolak darah dagingmu.
00:27:09Dan kutukan itu bukan hanya dongeng.
00:27:12Kutukan itu nyata.
00:27:14Alif menatapnya, tubuhnya gemetar hebat.
00:27:17Kau bicara tentang apa?
00:27:19Tentang kutukan maling kundang?
00:27:22Perempuan itu menganggu pelan, tapi sorot matanya kini penuh luka.
00:27:26Itu bukan sekadar legenda.
00:27:28Itu darah kita.
00:27:30Itu garis takdir yang tak bisa kau buang begitu saja.
00:27:34Kau, Alif, adalah warisannya.
00:27:37Dada Alif terasa sesak.
00:27:40Ia ingin menyangkal, tapi potongan demi potongan memori semakin rapat rangkai.
00:27:45Ia ingat pernah mendengar nama itu dari mulut orang-orang desa ketika ia masih kecil.
00:27:49Mereka berbisik di belakang punggungnya, menyebutnya keturunan anak durhaka.
00:27:54Suara ombak semakin kencang, seolah menelan setiap nafas.
00:27:58Perempuan itu kini berdiri sangat dekat.
00:28:01Wajahnya dipenuhi air mata namun senyumnya getir.
00:28:04Kau bisa melarikan diri sejauh apapun, tapi kau tidak bisa menghapus asal usulmu.
00:28:09Kau adalah darah maling kundang.
00:28:12Kau adalah anak dari anak yang pernah dikutuk ibunya sendiri.
00:28:15Alif terdiam, seluruh tubuhnya membeku.
00:28:19Kata-kata itu menghantamnya lebih keras daripada badai yang bergulung di lautan.
00:28:24Kini, bukan hanya masa lalunya yang kabur ia menghantuinya,
00:28:27tetapi sebuah warisan kelam yang jauh lebih besar.
00:28:30Warisan yang selama ini ia tolak, namun kini tak bisa ia ingkari lagi.
00:28:34Alif terpaku, tubuhnya seolah kehilangan kendali.
00:28:38Ombak terus mengamuk, menerjang karang dengan suara yang memekakan telinga.
00:28:43Di depan matanya, sosok perempuan itu tidak lagi terlihat sekadar sebagai ibu yang asing,
00:28:48tetapi sebagai cermin dari sesuatu yang jauh lebih besar, lebih tua, dan lebih kelam.
00:28:53Nadine berteriak dari kejauhan, memanggil nama suaminya.
00:28:57Emir menggenggam tangan ibunya Rat, ketakutan melihat ayahnya berdiri kaku di tepi pantai dengan wajah pucat pasi.
00:29:04Ayah, seru Emir, namun suara kecilnya tenggelam oleh deru angin dan deburan ombak.
00:29:09Alif menoleh sekilas, pandangannya kabur.
00:29:12Dalam benaknya, dua dunia saling bertabrakan.
00:29:17Dunia nyata bersama istri dan anaknya yang menunggu,
00:29:20dan dunia lain yang menyeretnya ke masa lalu, penuh luka dan rahasia yang tak terucapkan.
00:29:25Perempuan itu, yang mengaku sebagai ibunya, melangkah lebih dekat,
00:29:29wajahnya kini hanya beberapa jengkal dari Alif.
00:29:32Sorot matanya dalam, menembus jauh ke dalam jiwa.
00:29:36Kau tahu kenapa kau tak pernah bisa mengingatku sepenuhnya?
00:29:39Tanyanya lirih.
00:29:41Alif menggeleng pelan, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya tanpa ia sadari.
00:29:46Karena ingatanmu menolak kebenaran, jawab perempuan itu, suaranya bergetar antara marah dan sedih.
00:29:52Karena bagian dari dirimu sendiri ingin melupakan siapa kau sebenarnya.
00:29:56Tiba-tiba, kilatan petir menyambar, menerangi langit malam.
00:30:01Dalam cahaya putih sesaat itu, wajah perempuan tersebut tampak berubah.
00:30:06Sekejap ia terlihat seperti seorang ibu biasa dengan kerutan penuh kasih,
00:30:10lalu dalam kedipan berikutnya, wajahnya retak seperti batu, pecah-pecah,
00:30:14seolah sedang dihisap oleh kutukan yang tak pernah selesai.
00:30:17Alif mundur dengan langkah gontai, terengah-engah.
00:30:21Tidak, ini tidak mungkin.
00:30:24Perempuan itu menatapnya dalam-dalam, lalu menyentuh dada Alif dengan ujung jarinya.
00:30:30Sentuhan itu dingin, menusuk, seperti batu karang basah yang baru saja diterjang badai.
00:30:36Darahmu tidak bisa berbohong, Alif.
00:30:39Kau adalah anak dari garis keturunan yang dikutuk.
00:30:42Luka malin kundang masih mengalir di nadimu.
00:30:45Dalam kepanikan, Alif menoleh ke arah Nadin dan Emir.
00:30:49Wajah mereka penuh kecemasan,
00:30:51tapi juga kebingungan karena mereka tak bisa melihat apa yang Alif lihat.
00:30:55Bagi mereka, mungkin hanya ada bayangan samar seorang perempuan tua yang berdiri di pantai.
00:31:00Lari, Nadin, teriak Alif, suaranya pecah di terpa angin.
00:31:05Bawa Emir.
00:31:07Sekarang juga.
00:31:09Nadin semakin panik, tapi ia menuruti kata-kata suaminya, menarik Emir menjauh dari pantai.
00:31:15Sementara itu, Alif merasa tubuhnya semakin berat, seolah pasir di bawah kakinya berubah menjadi tangan-tangan dingin yang menariknya ke dalam bumi.
00:31:24Ingatan lain kembali menyeruak.
00:31:26Ia melihat dirinya kecil, memunggungi ibunya yang meraung di tepi pantai.
00:31:31Ia ingat wajah ibunya hancur oleh tangisan, memohon agar ia tidak meninggalkan kampung.
00:31:36Ia ingat suara orang-orang yang berbisik, menyebutnya keturunan Malin, anak dari darah yang dilupakan sejarah.
00:31:43Lalu kilatan lain muncul, batu-batu besar di tepi pantai yang bentuknya menyerupai tubuh manusia, membisu, tapi seakan mengawasi.
00:31:51Perempuan itu berbisik, kali ini dengan suara yang terdengar seperti gema dari dasar lautan.
00:31:56Kutukan itu bukan dongeng untuk menakut-nakuti anak kecil.
00:32:00Itu adalah kenyataan.
00:32:02Dan kau, Alif, adalah bukti bahwa kutukan itu belum selesai.
00:32:07Air mata bercampur dengan keringat dingin di wajah Alif.
00:32:11Ia ingin berteriak, ingin berlari, tapi tubuhnya seolah terkunci di antara masa lalu yang menghantuinya dan masa depan yang kini terasa mustahil untuk ia miliki.
00:32:19Di kejauhan, badai semakin menggila, seakan langit dan laut bersatu untuk menguji satu jiwa yang masih terjeba antara penyangkalan dan penerimaan.
00:32:28Dan di tengah gemuruh itu, Alif sadar.
00:32:32Perjuangannya bukan hanya melawan sosok perempuan di hadapannya,
00:32:36melainkan melawan sejarah kelam yang menolak dilupakan.
00:32:39Ombak malam itu semakin buas, memukul-mukul batu karang dengan tenaga seperti amarah purba yang dilepaskan kembali.
00:32:45Alif nyaris terhuyung, kakinya semakin tenggelam dalam pasir basah yang seolah bernyawa, menariknya masuk ke perut bumi.
00:32:52Nafasnya memburu, matanya tak berkedip menatap sosok perempuan itu.
00:32:57Perempuan yang mengaku ibunya berdiri tegak di tengah badai, rambutnya terurai basah, wajahnya separuh bercahaya dalam kilatan petir.
00:33:04Suaranya terdengar jelas meski angin menderu.
00:33:07Apa yang kau rasakan sekarang hanyalah sebagian kecil dari warisan yang kau tolak.
00:33:11Kau pikir kau bisa melupakan aku, melupakan asalmu?
00:33:15Tidak, Alif. Sejarah tidak pernah membiarkan anak durhaka hidup damai.
00:33:22Alif menutup telinganya, mencoba melawan suara itu, tapi gemak kata-katanya justru semakin keras di dalam kepalanya.
00:33:29Potongan ingatan berhamburan, ia kecil, berlari dari pangkuan ibunya.
00:33:34Memilih ikut seorang pria asing yang menjanjikan kebebasan.
00:33:38Ia mendengar teriakan pilu seorang ibu, lalu bayangan gelap yang selalu menuntut balasan.
00:33:43Langkah-langkah berat terdengar dari belakang.
00:33:46Nadine kembali, meski tubuhnya gemetar, membawa sebuah senter yang bergetar di tangannya.
00:33:52Emir bersembunyi di balik tubuh ibunya, matanya membelalak.
00:33:56Alif, teriak Nadine, suaranya pecah di antara deru angin.
00:34:01Apa yang kau lihat? Tidak ada siapa-siapa di sini kecuali kita.
00:34:06Alif terdiam. Dadanya naik turun, wajahnya pucat pasi.
00:34:11Bagi Nadine, perempuan itu mungkin hanya bayangan samar, atau bahkan tak terlihat sama sekali.
00:34:17Namun bagi Alif, sosok itu berdiri nyata, memancarkan kengerian sekaligus ikatan darah yang tak bisa ia tolak.
00:34:24Aku bukan halusinasi, Alif, bisik perempuan itu, seolah mendengar isi kepalanya.
00:34:30Aku adalah ibumu. Aku adalah darah yang kau coba buang.
00:34:35Alif berusaha melepaskan diri dari cengkraman pasir yang semakin kuat.
00:34:40Dengan sisa tenaga, ia menyeret kakinya dan berteriak.
00:34:43Kalau kau benar ibuku, kenapa aku hanya ingat rasa takut dan penolakan?
00:34:48Perempuan itu tersenyum getir.
00:34:50Di balik senyum itu, matanya basah, seolah ada duka berlapis-lapis yang tak pernah kering.
00:34:56Karena rasa takut itulah warisanmu.
00:34:59Karena kau keturunan maling kundang, anak yang menolak ibunya.
00:35:03Kutukan itu menetes ke dalam darahmu.
00:35:06Takdir ini adalah milikmu, suka atau tidak.
00:35:09Alif terguncang.
00:35:11Kata-kata itu seperti belati yang menembus jantungnya.
00:35:15Ia menatap Nadine yang berdiri tak jauh, wajahnya penuh kebingungan, tak mengerti apa yang terjadi.
00:35:21Emir memelukaki ibunya Rat, menangis tanpa suara.
00:35:25Langit bergetar oleh petir yang menyambar, dan sesaat setelah itu, Alif melihat sesuatu di belakang perempuan itu.
00:35:31Batu-batu besar yang berjejer di pantai, bentuknya tak wajar.
00:35:35Seperti susunan tubuh manusia yang membatu, membisu, menjadi saksi bisu dari sumpah kutukan yang tak pernah selesai.
00:35:42Kakinya gemetar.
00:35:44Ia ingin berpaling, tapi tatapan perempuan itu menahannya.
00:35:49Kau tahu apa yang terjadi pada maling kundang, suaranya kini berat, bergemas seakan berasal dari dalam bumi.
00:35:55Dan kau, Alif, adalah bayangan darinya.
00:35:59Kau bisa mencoba melawan, tapi kutukan darah tidak akan berhenti sampai kau menghadapinya.
00:36:04Alif merasakan perutnya mual, dadanya sesat.
00:36:08Setiap detik, kenyataan dan mimpi buruk bercampur tanpa batas.
00:36:12Ia tidak tahu lagi apakah ia sedang terjaga atau terjebak dalam labirin trauma yang diwariskan oleh leluhurnya sendiri.
00:36:19Nadine kembali berteriak, mencoba mendekat.
00:36:22Tapi angin tiba-tiba bertiup sangat kencang, memaksa ia mundur beberapa langkah.
00:36:27Senter di tangannya terlepas, jatuh ke pasir basah, dan padam.
00:36:32Dalam gelap yang mencekam, hanya cahaya petir sesekali menyingkap wajah Alif yang diliputi ketakutan dan keputusasaan.
00:36:39Dan pada momen itu, di antara kilatan cahaya dan suara badai,
00:36:43Alif sadar bahwa malam itu bukan hanya tentang bertemu seorang perempuan asing yang mengaku ibunya.
00:36:48Malam itu adalah malam ketika sejarah bangkit kembali, menuntut balasan.
00:36:53Menagi harga dari dosa yang tak pernah benar-benar terbayar.
00:36:57Hujan turun deras, menampar wajah Alif dengan dingin yang menusuk tulang.
00:37:02Ombak semakin tinggi, seolah lautan sendiri sedang murka.
00:37:06Di tengah kekacauan itu, suara perempuan itu tetap terdengar jelas, menyelinap ke dalam kepala Alif,
00:37:11tak ada yang bisa lari dari darahnya sendiri.
00:37:14Kau bisa menyangkal, tapi garis keturunan tidak pernah salah.
00:37:18Alif mencoba mundur, tapi pasir semakin menenggelamkan kakinya.
00:37:23Ia berjuang sekuat tenaga, menarik dirinya keluar,
00:37:26sementara matanya terus menatap sosok yang mengaku ibunya.
00:37:29Wajah perempuan itu berganti-ganti di matanya,
00:37:32kadang lembut seperti seorang ibu,
00:37:34kadang pecah-pecah seperti batu yang tergerus ombak,
00:37:36dan kadang gelap tak berbentuk,
00:37:38hanya mata merah yang menatapnya tanpa henti.
00:37:41Nadine menjerit dari kejauhan,
00:37:43mencoba menerobos badai untuk menyelamatkan suaminya.
00:37:46Emir menangis histeris, tangannya gemetar memeluk rat tubuh ibunya.
00:37:51Ayah!
00:37:52Ayah jangan pergi!
00:37:54Suara kecil itu menusup telinga Alif,
00:37:57membuat hatinya remuk.
00:37:59Di saat yang sama,
00:38:00sebuah kilasan ingatan lain menghantam pikirannya.
00:38:03Ia kembali ke masa kecil,
00:38:05duduk di perahu dengan seorang pria asing yang memberinya roti kering.
00:38:08Di kejauhan, seorang perempuan berlari di tepi pantai,
00:38:12memanggil namanya, air mata membanjiri wajahnya.
00:38:15Ia mendengar suara kecilnya sendiri berteriak,
00:38:18aku tidak mau kembali padamu.
00:38:20Aku malu padamu.
00:38:22Kata-kata itu menggema begitu keras,
00:38:24bercampur dengan suara guntur.
00:38:26Alif menutup telinganya,
00:38:28berusaha mengusir bayangan itu,
00:38:30tapi semakin ia mencoba melupakan,
00:38:32semakin kuat ingatan itu menjeratnya.
00:38:34Perempuan itu kini mendekat,
00:38:36hanya sejengkal dari wajahnya.
00:38:38Nafasnya dingin, membuat kulit Alif merinding.
00:38:42Itu adalah aku, bisiknya.
00:38:45Aku yang kau tolak,
00:38:47aku yang kau tinggalkan.
00:38:49Dan luka itu tidak pernah sembuh.
00:38:51Alif menatapnya dengan mata penuh ketakutan.
00:38:54Kalau benar kau ibuku,
00:38:56kenapa kau datang sekarang?
00:38:58Kenapa bukan sejak dulu?
00:39:00Tatapan perempuan itu berubah pilu,
00:39:03tapi suaranya tetap tegas.
00:39:05Karena kutukan tidak mengenal waktu.
00:39:07Ia hanya menunggu sampai darah yang menolak kembali dihadapkan pada kebenaran.
00:39:13Dan waktumu sudah tiba, Alif.
00:39:16Tiba-tiba, bumi di bawah kaki Alif bergetar.
00:39:20Batu-batu di pantai bergerak pelan,
00:39:22seperti bangun dari tidur panjang.
00:39:24Dari balik ombak,
00:39:26muncul bentuk menyerupai tubuh manusia yang separuh tertutup lumut.
00:39:29Wajahnya membatu tapi masih menyimpan ekspresi kesakitan.
00:39:32Alif terhuyung, wajahnya pucat pasi.
00:39:36Ia tahu apa yang sedang dilihatnya,
00:39:38sisa-sisa kutukan maling kundang.
00:39:40Sosok-sosok batu itu bukan hanya legenda,
00:39:43tapi nyata,
00:39:44berdiri sebagai saksi dari pengkhianatan yang pernah terjadi ratusan tahun lalu.
00:39:48Nadine menjerit lagi,
00:39:50kali ini lebih keras, suaranya parao melawan badai.
00:39:53Alif!
00:39:55Tinggalkan dia!
00:39:57Ayo pulang!
00:39:59Air mata menetes di pipi Alif,
00:40:01bercampur dengan hujan.
00:40:03Ia menoleh ke arah istri dan anaknya,
00:40:05lalu kembali ke sosok perempuan di depannya.
00:40:08Dua dunia saling tarik menarik.
00:40:11Dunia keluarga kecilnya yang nyata.
00:40:14Dan dunia warisan kelam yang menuntut pengakuan.
00:40:17Perempuan itu mengulurkan tangan,
00:40:19telapak tangannya basah,
00:40:21dingin, dan bergetar.
00:40:23Pilih, Alif.
00:40:25Kau akan terus menyangkal,
00:40:27atau kau akan mengakui siapa dirimu sebenarnya?
00:40:30Langit kembali bergetar oleh suara guntur.
00:40:33Ombak semakin tinggi,
00:40:35siap menelan pantai.
00:40:37Batu-batu yang menyerupai tubuh manusia bergeser,
00:40:39seakan semakin mendekat.
00:40:41Di tengah badai itu,
00:40:43Alif berdiri gemetar,
00:40:45terjebak dalam keputusan yang akan menentukan hidupnya,
00:40:47dan mungkin nasib keluarganya juga.
00:40:49Alif berdiri kaku,
00:40:51tubuhnya diguncang rasa takut yang begitu dalam.
00:40:54Hujan yang mengguyur tak lagi sekadar membasahi tubuhnya,
00:40:57tapi seolah menenggelamkannya dalam kenangan yang ingin ia buang jauh-jauh.
00:41:01Suara perempuan itu, sosok yang mengaku ibunya,
00:41:04masih ternyang jelas meski badai memekakan telinga.
00:41:07Tangan yang terulur di hadapannya terasa begitu dekat, begitu nyata,
00:41:11seolah memaksa Alif memilih sesuatu yang tak pernah ia inginkan.
00:41:15Nadine kembali mencoba mendekat,
00:41:18wajahnya penuh panik,
00:41:19namun langkahnya terhenti karena ombak besar mendadak menghantam tepian.
00:41:23Emir menjerit ketakutan,
00:41:25memanggil ayahnya berulang kali.
00:41:27Bagi mereka,
00:41:28Alif hanya berdiri sendirian di hadapan laut yang menggila.
00:41:31Mereka tidak bisa melihat betapa di depan Alif berdiri sebuah sosok
00:41:35yang mengancam kewarasannya.
00:41:37Alif menelan ludah, dadanya sesat.
00:41:40Ia berteriak, suaranya pecah di antara badai,
00:41:43kalau kau ibuku, katakan padaku.
00:41:46Siapa aku sebenarnya?
00:41:48Senyum getir terbit di wajah perempuan itu.
00:41:51Kau adalah penerus dari sebuah kutukan yang tak pernah tuntas.
00:41:55Kau adalah darah maling kundang.
00:41:58Perkataan itu membuat jantung Alif berdegup lebih kencang.
00:42:01Kata-kata itu seolah menggema dari laut,
00:42:04dari angin,
00:42:05dari batu-batu yang berdiri bisu di sepanjang pantai.
00:42:08Ia memandang ke arah batu-batu itu
00:42:10dan melihat bentuk tubuh manusia yang membatu semakin jelas,
00:42:13seakan perlahan hidup kembali.
00:42:15Kepalanya terasa berputar.
00:42:18Ingatan demi ingatan datang beruntun,
00:42:20tanpa bisa ia tolak.
00:42:22Ia melihat dirinya kecil bersembunyi di balik perahu,
00:42:25telinganya menutup dari suara tangisan ibunya.
00:42:28Ia ingat orang-orang kampung yang menudingnya,
00:42:30menyebutnya anak keturunan Malin.
00:42:33Ia ingat setiap ejekan,
00:42:35setiap pandangan penuh curiga,
00:42:37hingga ia lari meninggalkan kampung,
00:42:39meninggalkan semuanya.
00:42:41Kini, semua itu menyeruak kembali,
00:42:43menuntutnya untuk tidak lagi berlari.
00:42:46Perempuan itu maju selangkah,
00:42:48air hujan mengalir di wajahnya,
00:42:50matanya merah berkilat.
00:42:52Kau bisa berpura-pura lupa.
00:42:54Kau bisa mencoba hidup normal dengan istrimu,
00:42:57dengan anakmu.
00:42:58Tapi darahmu tahu kebenaran.
00:43:01Dan darah itu tidak akan pernah berhenti menuntut.
00:43:04Alif menolak cepat ke arah Nadine dan Emir.
00:43:07Wajah kecil anaknya basah oleh air mata,
00:43:10tubuhnya bergetar hebat.
00:43:12Ia tahu,
00:43:13jika ia menyerah pada sosok di hadapannya,
00:43:15keluarganya bisa hancur.
00:43:17Tapi jika ia menolak,
00:43:19apakah kutukan itu akan berakhir?
00:43:21Atau justru semakin kuat menjeratnya?
00:43:24Tanah di bawah kakinya bergetar lebih keras.
00:43:27Batu-batu yang menyerupai tubuh manusia kini bergerak pelan.
00:43:31Seperti bangkit dari tidur panjang.
00:43:34Dari kejauhan,
00:43:35terdengar suara retakan,
00:43:37seakan bumi sendiri ingin membuka rahasia yang terkubur.
00:43:40Alif menutup matanya sejenak,
00:43:42air mata bercampur dengan hujan deras.
00:43:45Ia berteriak sekuat tenaga.
00:43:47Suaranya parau,
00:43:48Aku bukan dia.
00:43:49Aku bukan Malin.
00:43:51Aku bukan keturunannya.
00:43:53Namun, seketika itu juga,
00:43:56ombak raksasa menerjang,
00:43:57suaranya memekakan telinga.
00:43:59Tubuh Alif terhempas ke pasir,
00:44:02sementara perempuan itu berdiri tegak,
00:44:04tak tergoyahkan,
00:44:05tatapannya penuh kepastian.
00:44:07Kau bisa menyangkal seribu kali,
00:44:09Alif.
00:44:10Tapi ingatlah,
00:44:12penolakan adalah awal dari kutukan itu sendiri.
00:44:15Nadine berlari ke arah Alif,
00:44:17berusaha menarik tubuh suaminya yang tergeletak.
00:44:20Emir menangis semakin keras,
00:44:22memanggil ayahnya berulang-ulang.
00:44:24Alif berusaha bangkit,
00:44:26tubuhnya lemah,
00:44:27tapi matanya menatap kosong ke arah laut.
00:44:29Ombak terus bergulung,
00:44:31batu-batu bergerak,
00:44:32dan suara gaib seolah menyatu dengan badai,
00:44:34berbisik berulang-ulang.
00:44:36Durhaka tak akan pernah bebas.
00:44:39Dan di tengah kegelapan malam itu,
00:44:41Alif merasakan sesuatu yang lebih menakutkan
00:44:43dari sekadar kehilangan ingatan.
00:44:44Ia merasakan bahwa warisan kelam itu
00:44:46telah menjerat dirinya sepenuhnya.
00:44:48Tubuh Alif masih terbaring di atas pasir basah,
00:44:51napasnya tersengal-sengal.
00:44:53Nadine berlutut di sampingnya,
00:44:55berusaha mengguncang bahunya,
00:44:57tapi matanya kosong menatap laut.
00:44:59Emir terus menangis,
00:45:01wajahnya merah,
00:45:02menggenggam erat tangan ayahnya yang dingin.
00:45:04Di hadapan mereka,
00:45:06sosok perempuan itu masih berdiri.
00:45:08Wajahnya berganti-ganti,
00:45:10seolah dipahat oleh gelombang.
00:45:12Kadang terlihat sebagai seorang ibu renta dengan sorot mata lembut,
00:45:15lalu tiba-tiba berubah menjadi wajah batu yang peneretakan.
00:45:18Bahkan kadang tanpa rupa sama sekali,
00:45:20hanya bayangan yang basah oleh hujan.
00:45:22Kenapa kau menolak terus?
00:45:24Alif?
00:45:25Suaranya menusuk,
00:45:26rendah namun bertenaga,
00:45:28seperti bergema dari perut bumi.
00:45:30Apakah begitu besar kebencianmu pada asal usulmu sendiri?
00:45:33Alif perlahan bangkit,
00:45:36tubuhnya gemetar,
00:45:37pasir menempel di wajah dan tangannya.
00:45:39Ia menatap sosok itu dengan mata yang nyaris pecah oleh air mata.
00:45:43Aku tidak membenci,
00:45:45aku hanya takut,
00:45:46suaranya bergetar.
00:45:48Setiap kali aku mengingatmu,
00:45:50aku hanya melihat luka.
00:45:52Aku hanya melihat penolakan.
00:45:54Perempuan itu maju selangkah.
00:45:57Hujan deras membuat wajahnya nyaris tak terlihat,
00:46:00tapi matanya memancar cahaya samar.
00:46:02Luka itu adalah warisanmu.
00:46:04Kau pikir aku tak tahu penderitaanmu?
00:46:07Kau pikir aku tak tahu bagaimana dunia memandangmu sejak kecil,
00:46:11sebagai keturunan anak durhaka?
00:46:13Itu bukan kebetulan,
00:46:15Alif.
00:46:16Itu adalah beban yang harus kau pikul,
00:46:19sebagaimana malin dulu memikul kutukannya sendiri.
00:46:22Suara guntur memecah langit.
00:46:24Ombak kembali menghantam,
00:46:26dan batu-batu besar di tepi pantai bergeser semakin nyata.
00:46:29Salah satunya terjatuh,
00:46:31menimbulkan bunyi retakan keras,
00:46:33lalu pecah menjadi dua.
00:46:35Dari dalam batu itu,
00:46:37tampak bentuk menyerupai lengan manusia yang membatu,
00:46:39terbentang ke arah langit.
00:46:41Emir menjerit,
00:46:43bersembunyi di pelukan ibunya.
00:46:45Nadine menatap ke arah itu,
00:46:47wajahnya pucat pasi.
00:46:49Kali ini ia juga melihatnya.
00:46:51Batu yang menyerupai tubuh manusia itu
00:46:54tak lagi sekadar bayangan di mata Alif.
00:46:56Ia sendiri menyaksikan bagaimana sekarang itu
00:46:59menyerupai sisa tubuh manusia yang membatu.
00:47:01Ia memandang suaminya dengan ketakutan.
00:47:05Alif, apa yang terjadi?
00:47:07Apa yang sebenarnya terjadi pada kita?
00:47:10Alif menoleh ke arahnya,
00:47:12matanya penuh putus asa.
00:47:14Ini bukan hanya tentang aku, Nadine.
00:47:17Ini tentang kita semua.
00:47:19Kutukan itu nyata.
00:47:21Sosok perempuan itu mendekat lagi,
00:47:23kini jaraknya hanya beberapa langkah dari mereka.
00:47:26Tangannya terulur,
00:47:28jari-jarinya panjang dan pucat,
00:47:30akan terbuat dari batu yang basah oleh lumut.
00:47:32Aku tidak datang untuk menghancurkanmu, Alif.
00:47:36Aku datang untuk menagih apa yang sudah seharusnya
00:47:39kau hadapi sejak dulu.
00:47:40Kau harus memilih,
00:47:42mengakui siapa dirimu,
00:47:43atau menyaksikan orang-orang yang kau cintai hancur
00:47:46karena penolakanmu.
00:47:47Alif merasakan jantungnya seakan diremas.
00:47:50Ia menoleh ke arah Nadine dan Emir yang ketakutan.
00:47:53Tubuh kecil anaknya bergetar hebat.
00:47:56Ia tahu pilihan itu bukan hanya tentang dirinya.
00:47:59Ini tentang keluarga kecilnya,
00:48:02tentang apakah mereka akan ikut menjadi korban
00:48:04dari sejarah kelam yang ia coba lupakan.
00:48:06Namun semakin ia ragu,
00:48:08semakin keras bumi bergetar.
00:48:10Dari celah-celah batu,
00:48:12muncul suara retakan panjang,
00:48:14seperti jeritan yang tertahan selama berabad-abad.
00:48:16Ombak naik setinggi pohon kelapa,
00:48:19siap menerjang mereka kapan saja.
00:48:21Air mata Alif mengalir deras.
00:48:24Ia menatap sosok perempuan itu dengan mata penuh rasa sakit.
00:48:27Kalau aku mengakui, apakah semuanya akan berhenti?
00:48:31Sosok itu tidak menjawab segera.
00:48:34Ia hanya menatap Alif lama,
00:48:36lalu perlahan tersenyum pahit.
00:48:38Kutukan tidak pernah benar-benar berhenti.
00:48:41Tapi pengakuan adalah awal untuk memahami dan bertahan.
00:48:45Tanpa itu, kau hanya akan menjadi pecahan lain
00:48:48di antara batu-batu yang membisu di pantai ini.
00:48:50Nadine menatap suaminya dengan wajah putus asa,
00:48:53berharap Alif membuat keputusan yang benar.
00:48:56Emir, dengan suara kecilnya,
00:48:58berbisik di tengah tangisan.
00:49:00Ayah, jangan pergi.
00:49:02Kata-kata itu menusuk hati Alif lebih dalam daripada apapun.
00:49:06Ia menatap laut, menatap batu-batu yang menyerupai tubuh manusia,
00:49:11lalu menatap kembali sosok ibunya.
00:49:13Pilihan itu kini berdiri di hadapannya,
00:49:16antara menyangkal sampai akhir atau menerima warisan kelam
00:49:19yang telah menjerat darahnya sejak lahir.
00:49:21Angin kencang makin menggila,
00:49:23hujan menampar wajah mereka,
00:49:25dan suara ombak terdengar seperti ribuan jeritan.
00:49:28Alif berdiri gemetar, tubuhnya kaku di antara dua dunia,
00:49:31dunia keluarganya yang nyata,
00:49:33dan dunia kutukan yang menuntut pengakuan.
00:49:35Sosok perempuan itu, yang entah ibu, arwah,
00:49:39atau jelmaan kutukan, menatapnya tanpa berkedip,
00:49:42seolah waktu berhenti hanya untuk menunggu jawabannya.
00:49:45Nadine meraih tangan suaminya, memaksanya menoleh.
00:49:49Alif, aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
00:49:53Tapi kalau semua ini tentang masa lalu, kau tidak bisa lari lagi.
00:49:57Kau harus hadapi.
00:49:59Suaranya bergetar, namun ada kekuatan di dalamnya,
00:50:03seperti ingin mengingatkan bahwa mereka masih keluarga yang nyata,
00:50:06bukan sekadar bagian dari legenda.
00:50:09Air mata Alif bercampur dengan air hujan.
00:50:12Ia memandang wajah Nadine, lalu Emir, yang masih terisak dalam pelukan ibunya.
00:50:18Anak kecil itu menatap ayahnya dengan tatapan polos,
00:50:21seolah percaya bahwa ayahnya bisa melindunginya dari apapun,
00:50:24bahkan dari laut yang mengamuk.
00:50:26Keyakinan itu membuat dada Alif terasa sesat.
00:50:29Dengan langkah berat, Alif maju mendekati sosok perempuan itu.
00:50:33Setiap langkahnya terasa seperti melawan ribuan tali takasat mata yang menariknya ke belakang.
00:50:39Ombak di belakangnya menggulung tinggi,
00:50:41seakan siap menelam mereka semua bila ia berhenti.
00:50:44Aku, anak dari darah yang terkutuk, suara Alif nyaris tak terdengar, namun jelas.
00:50:50Aku keturunan maling kundang.
00:50:52Begitu kata itu terucap, bumi bergetar lebih keras,
00:50:56dan kilatan petir menyambar batu karang.
00:50:58Dari dalam retakan batu yang pecah,
00:51:00terdengar jeritan panjang, seperti suara manusia yang tersiksa selama ratusan tahun.
00:51:05Emir menutup telinganya, Nadine memeluknya erat.
00:51:09Namun sosok perempuan itu tersenyum samar.
00:51:12Wajahnya yang sebelumnya berganti-ganti kini semakin jelas,
00:51:16seorang ibu tua dengan sorot mata yang penuh luka.
00:51:19Akhirnya kau mengakuinya.
00:51:21Tapi pengakuan hanyalah pintu.
00:51:24Di baliknya, ada jalan panjang yang harus kau jalani.
00:51:28Alif jatuh berlutut, tubuhnya basah kuyuk, tangannya menggenggam pasir.
00:51:33Aku sudah mengaku, sekarang lepaskan keluargaku.
00:51:37Jangan libatkan mereka, suaranya pecah di antara suara badai.
00:51:41Perempuan itu menunduk, menatap Nadine dan Emir.
00:51:45Kutukan ini tidak memilih, Alif.
00:51:48Siapapun yang berdiri di sisimu akan merasakan getarnya.
00:51:51Tapi kau bisa melindungi mereka, dengan menerima seluruh beban malin.
00:51:56Dengan merasakan apa yang ia rasakan,
00:51:58dengan melihat apa yang ia lihat saat tubuhnya membatu.
00:52:01Alif mendongak, wajahnya pucat.
00:52:04Merasakan, tiba-tiba laut terbelah oleh ombak tinggi.
00:52:09Dari kedalaman muncul bayangan raksasa, sosok yang menyerupai maling kundang.
00:52:14Tubuhnya setengah batu, setengah manusia, matanya kosong tapi menatap tajam.
00:52:19Suara berat dan serak keluar dari mulutnya.
00:52:23Aku menunggumu, darah dagingku.
00:52:26Nadine menjerit, memeluk Emir lebih erat.
00:52:29Alif terhuyung mundur, wajahnya pucat pasi.
00:52:33Bayangan malin itu melangkah perlahan dari laut menuju pantai.
00:52:36Setiap langkahnya membuat bumi bergetar.
00:52:39Air asin bercampur darah menetes dari tubuhnya yang retak seperti karang.
00:52:43Perempuan tua itu berbisik lirih, nyari seperti doa yang menakutkan.
00:52:47Inilah warisanmu, Alif.
00:52:50Inilah keadilan yang dituntut laut.
00:52:52Kau harus melihat, mendengar, dan merasakan bagaimana ia dilupakan, bagaimana ia dikutuk.
00:52:59Hanya dengan begitu, kau bisa melindungi keluargamu dari nasib yang sama.
00:53:04Alif menatap sosok raksasa maling kundang itu dengan mata membelalap.
00:53:08Dalam hatinya, teror bercampur dengan tekad.
00:53:11Jika ini satu-satunya jalan untuk menghentikan teror yang menghantui keluarganya,
00:53:16maka ia harus masuk ke dalam penderitaan itu, meski itu berarti menghancurkan dirinya sendiri.
00:53:21Langit kembali bergetar, ombak menjulang, dan sosok maling semakin dekat,
00:53:26menanti jawaban terakhir dari darah keturunannya.
00:53:29Sosok maling kundang yang setengah batu, setengah manusia itu kini berdiri tepat di hadapan Alif.
00:53:35Tingginya menjulang, kulitnya penuh retakan seperti karang yang sudah berabad-abad dihantam ombak.
00:53:41Dari celah retakan itu meneteskan air asin bercampur darah hitam pekat.
00:53:45Setiap kali ia membuka mulut, terdengar suara seperti batu yang digesek, serak, berat, dan menyakitkan didengar.
00:53:52Darahku, gumamnya, menatap Alif dengan sorot mata kosong, tapi seolah menembus ke dalam jiwa.
00:53:59Kau mencoba melarikan diri dari kutukan ini, tapi laut selalu menemukan jalannya.
00:54:04Tidak ada keturunan yang bisa bebas dari sumpah seorang ibu yang dihianati.
00:54:09Alif gemetar, lututnya lemah.
00:54:12Namun ia memaksa dirinya berdiri tegak, meski tubuhnya terus diguncang oleh rasa takut.
00:54:17Aku tidak ingin mewarisi kebencianmu, suaranya parau.
00:54:21Aku hanya ingin keluargaku selamat.
00:54:24Kalau aku harus menerima semua ini, maka aku yang akan menanggungnya, bukan mereka.
00:54:30Sosok malin mengangkat tangannya yang besar, jari-jarinya retak dan tajam seperti batu karang.
00:54:35Angin langsung berhenti, seakan alam menahan napas.
00:54:39Dengan gerakan lambat, ia menunjuk ke arah Alif.
00:54:42Kalau begitu, kau akan merasakan bagaimana aku dihancurkan oleh doa ibuku.
00:54:47Kau akan merasakan kulitmu membatu, napasmu membeku, dan hatimu dipenuhi penyesalan yang tak pernah padam.
00:54:54Sekejap, Alif merasakan tubuhnya seperti ditusuk dari dalam.
00:54:58Kulit di lengannya mulai keras, berubah menjadi abu-abu pucat, retak seperti batu.
00:55:04Ia menjerit, jatuh berlutut, berusaha mengikis kulitnya dengan tangannya sendiri, tapi sia-sia.
00:55:10Batu itu terus merambat ke seluruh tubuhnya.
00:55:14Nadine menjerit panik, mencoba meraih suaminya, tapi sosok perempuan tua itu tiba-tiba menghadang dengan tangan terentang.
00:55:21Jangan, suaranya tegas, meski penuh luka.
00:55:25Jika kau ikut campur, kutukan itu akan menelanmu juga.
00:55:29Dia suamiku.
00:55:31Nadine berteriak histeris.
00:55:33Aku tidak akan membiarkan dia mati begitu saja.
00:55:37Namun sosok maling kundang mengeluarkan tawa serak yang membuat bulu kuduk berdiri.
00:55:41Bukan mati yang akan ia dapat, tapi kehidupan yang berbeda.
00:55:45Ia akan menjadi saksi penderitaanku.
00:55:48Ia akan menjadi penawar darah yang tersisa.
00:55:51Emir menangis semakin keras, memanggil ayahnya dengan suara kecil yang penuh ketakutan.
00:55:56Ayah!
00:55:58Ayah jangan pergi!
00:56:00Tangisan itu menusuk hati Alif, membuatnya berusaha menahan batu yang terus merambat di tubuhnya.
00:56:06Dengan seluruh kekuatan yang tersisa, Alif menatap sosok raksasa maling kundang itu.
00:56:11Kalau memang aku harus membayar dengan tubuhku, lakukan.
00:56:15Tapi hentikan ini semua.
00:56:17Biarkan keluarga ku pergi.
00:56:20Petir menyambar, laut bergejolak lebih dahsyat.
00:56:23Sosok maling menatapnya lama, lalu perlahan merunduk, wajahnya semakin dekat dengan Alif.
00:56:29Dari matanya yang kosong, menetes air hitam pekat yang jatuh ke pasir, mengeluarkan asap putih berbau busuk.
00:56:36Keberanianmu, mengingatkanku pada diriku sebelum keserakahan menutup mata.
00:56:41Tapi ingat, darahmu tetap darahku.
00:56:44Kau tidak bisa melawan garis nasib.
00:56:47Kalau kau gagal menahan kutukan ini, keluargamu akan tetap hancur.
00:56:53Tiba-tiba, tangan maling yang besar itu menyentuh kepala Alif.
00:56:57Seketika, dunia di sekitar mereka berputar.
00:57:01Pantai menghilang, hujan lenyap, Nadine dan Emir Sirna dari pandangan.
00:57:06Alif terlempar ke dalam ruang kelam yang hanya berisi suara tangisan perempuan, jeritan laut, dan bisikan-bisikan kutukan.
00:57:13Ia kini berdiri di masa lalu, menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri.
00:57:17Seorang pemuda berpakaian indah menolak seorang wanita tua renta yang memanggil-manggil namanya di tepi dermaga.
00:57:22Malin.
00:57:24Aku ibumu, teriak wanita itu.
00:57:27Tapi pemuda itu berpaling, penuh hinaan.
00:57:30Alif terengah, tubuhnya gemetar, ketika sadar ia sedang dipaksa masuk ke dalam tubuh maling kundang di detik-detik terakhir sebelum kutukan itu jatuh.
00:57:38Ia merasakan langsung detak jantung malin, rasa angkuh, lalu tiba-tiba penyesalan yang terlambat, tepat saat dua ibunya melesat menembus langit.
00:57:47Jeritan ribuan batu pecah memenuhi telinga Alif.
00:57:51Ia memegang kepalanya, merasa seakan jiwanya akan pecah berkeping-keping.
00:57:56Kutukan itu kini bukan lagi sekadar cerita.
00:57:59Ia sedang hidup di dalamnya.
00:58:01Alif terhuyung di dalam pusaran gelap itu, dadanya sesak, seolah paru-parunya dipenuhi pasir dan air asin.
00:58:08Suara dua sang ibu dari masa lalu menggema tanpa henti, menusuk telinganya,
00:58:13Ya Tuhan, kalau benar dia anakku, kutuklah dia jadi batu, agar orang-orang tahu akibat anak yang durhaka pada ibunya.
00:58:20Kata-kata itu meledak seperti petir yang memecahkan langit.
00:58:23Tubuh maling dalam dirinya bergetar keras, dan Alif ikut merasakan kulit yang perlahan mengeras,
00:58:28daging yang berubah dingin, dan denyut jantung yang melambat.
00:58:32Ia mencoba berteriak, tapi suaranya terperangkap dalam kerongkongan.
00:58:36Rasa sakitnya begitu nyata, seakan ia sendiri yang dikutuk.
00:58:40Namun di sela rasa sakit itu, Alif melihat sesuatu, bayangan samar seorang anak kecil yang berdiri di tepi pantai,
00:58:47menatapnya dengan mata bulat penuh kebingungan.
00:58:50Anak itu tidak lain adalah dirinya sendiri di masa lalu.
00:58:54Bocah itu menangis, memanggil ibunya, lalu berlari menjauh dari perempuan yang hendak meraih tangannya.
00:59:00Alif merasakan perih yang tak terkira, menyadari bahwa trauma itu bukan sekadar imajinasi,
00:59:05melainkan warisan yang menempel di darahnya.
00:59:08Dunia berputar lagi.
00:59:10Ombak menghantam keras, dan tiba-tiba Alif tersentak kembali ke tubuhnya sendiri.
00:59:15Ia terduduk di pasir basah, terengah, sementara separuh tubuhnya sudah tertutup batu.
00:59:21Nadine kini berhasil menerobos mendekat, memeluknya dari belakang meski tubuh Alif terasa keras dan dingin.
00:59:27Kuatlah, leave.
00:59:30Jangan tinggalkan kami, isaknya.
00:59:33Emir merangkap mendekat, memegang tangan ayahnya yang separuh membatu.
00:59:37Ayah, jangan pergi.
00:59:40Aku takut.
00:59:42Suara kecil itu membuat air mata Alif mengalir deras.
00:59:45Di hadapan mereka, sosok maling kundang menatap dengan sorot mata kelam, seakan menimbang.
00:59:51Wajahnya yang terbuat dari batu retak semakin dalam, suara seraknya bergemuruh.
00:59:55Beginilah rasanya, Alif.
00:59:58Beginilah aku kehilangan segalanya.
01:00:01Kau pikir bisa melawan kutukan?
01:00:04Tidak ada yang bisa.
01:00:06Alif mengerang, mencoba bangkit, meski kakinya sudah berat seperti disemen.
01:00:11Ia menatap lurus ke arah sosok batu itu.
01:00:14Mungkin aku tidak bisa menghapus masa lalu.
01:00:17Mungkin darahku terikat pada kesalahanmu.
01:00:20Tapi aku punya pilihan, aku tidak akan ulangi kesalahanmu pada keluargaku.
01:00:25Aku akan melawan meski harus hancur.
01:00:28Ucapan itu mengguncang udara.
01:00:30Omba tiba-tiba berhenti sejenak, seperti lautan ikut menahan nafas.
01:00:35Maling kundang menatapnya lebih dekat, seolah mencari kebohongan dibalik kata-katanya.
01:00:40Dari matanya yang kosong, muncul cahaya redup berwarna biru, bergetar seperti api kecil di dalam retakan batu.
01:00:47Kalau kau benar, suara maling menggema, buktikan.
01:00:51Tahan kutukan ini tanpa kehilangan jiwamu.
01:00:54Kalau kau gagal, keluargamu akan jadi batu selamanya, menemangimu di dasar laut.
01:01:00Tiba-tiba, pasir di sekitar mereka berguncang.
01:01:03Dari bawah permukaan, muncul tangan-tangan batu lain, bentuk tubuh manusia yang setengah terkubur.
01:01:09Semuanya seakan meraih, memohon, atau mengerik.
01:01:13Nadim dan Andy berteriak takut.
01:01:16Alif menahan nafas, berusaha menarik tubuhnya yang hampir kaku penuh.
01:01:23Dengan seluruh kekuatan yang bersisir, ia menurut Nadim dan Andy, menutupi mereka dengan tubuhnya yang sudah setengah batu.
01:01:30Kalian tidak akan tersentuh, aku janji, ucapnya, meski suaranya bergetar hebat.
01:01:36Langit kembali gelap pekat, suara doa terkutuk itu bergema sekali lagi.
01:01:41Tapi kali ini, Alif tidak mencoba melawan ingatan itu.
01:01:45Ia membiarkan doa itu menghantam dirinya, sambil terus memeluk keluarganya erat.
01:01:50Di saat itulah, sesuatu yang aneh terjadi.
01:01:53Retakan batu di tubuhnya berhenti merambat.
01:01:56Bahkan, cahaya biru dari dalam tubuh maling kundang semakin terang, memancar kesekeliling.
01:02:02Ombak yang tadi mengamuk ini berputar ke tengah laut, seolah tertarik ke pusaran takasat mata.
01:02:08Sosok maling bergeming, tubuhnya bergetar, dan dari matanya yang kosong, air mata kembali menetes.
01:02:14Bukan air asin atau darah hitam, melainkan cairan jernih yang berkilau di bawah kilat.
01:02:20Ia berlutut, tubuhnya retak semakin hebat, lalu bergumam dengan suara yang nyaris patah.
01:02:26Mungkin, inilah yang seharusnya aku lakukan dulu.
01:02:29Melindungi, bukan menolak.
01:02:32Tapi aku terlambat, terlalu terlambat.
01:02:35Retakan di tubuh batu itu melebar, sampai akhirnya tubuh maling kundang meledak menjadi ribuan pecahan karang yang berterbangan ke udara, lalu lenyap di telan ombak.
01:02:44Alif jatuh tersungkur, tubuhnya kembali lunak perlahan.
01:02:48Nafasnya berat, wajahnya pucat.
01:02:51Nadine memeluknya erat sambil menangis lega, Emir terus menggenggam tangan ayahnya seakan tak mau melepaskan.
01:02:57Namun ketenangan itu hanya sementara.
01:03:00Dari kejauhan, dibalik kabut tebal di lautan, tampak siluet perempuan tua yang tadi.
01:03:05Ia berdiri diam, matanya menatap Alif tanpa berkedip.
01:03:09Senyum tipis menghiasi wajahnya, tapi bukan senyum kelegaan, lebih seperti pengingat bahwa kutukan itu belum sepenuhnya berakhir.
01:03:17Apakah Alif benar-benar bebas?
01:03:20Atau hanya menunda sesuatu yang lebih besar?
01:03:23Malam itu, lautan kembali tenang, tapi di dalam hati Alif, luka itu masih berdarah.
01:03:29Beberapa hari setelah badai itu meredah, Alif kembali ke rumah bersama Nadine dan Emir.
01:03:34Tubuhnya memang telah pulih, kulit yang sempat membatuk ini kembali seperti semula,
01:03:39tapi rasa dingin itu masih tersisa di balik pori-porinya.
01:03:42Seolah setiap kali ia menyentuh air, ada bisikan samar yang berusaha merayap masuk ke dalam pikirannya.
01:03:48Nadine mencoba menutup mata terhadap hal-hal aneh itu,
01:03:51berusaha percaya bahwa semua sudah berakhir.
01:03:54Tapi Alif tahu, tidak ada yang benar-benar berakhir.
01:03:58Malam-malam berikutnya dipenuhi mimpi buruk.
01:04:01Alif selalu terbangun dengan keringat dingin, telinganya berdengung oleh gemado akutukan.
01:04:06Kadang ia menemukan pasir laut tercecer di lantai kamar, padahal mereka tinggal jauh dari pantai.
01:04:12Kadang ia merasakan kasur bergetar lembut, seperti ombak yang memukul lambung kapal.
01:04:17Nadine yang mendengarnya hanya bisa menenangkan, mengelus rambut suaminya,
01:04:22berbisik bahwa semua itu hanyalah trauma.
01:04:25Tapi bagi Alif, itu nyata, terlalu nyata.
01:04:29Suatu malam, Emir terbangun sambil menangis.
01:04:32Ia bercerita bahwa ada seorang nenek berdiri di depan jendela kamarnya, menatapnya lama tanpa kata.
01:04:38Nadine langsung panik, memeriksa setiap sudut rumah, tapi tak menemukan siapapun.
01:04:43Alif hanya terdiam, wajahnya pucat, karena ia tahu siapa yang dimaksud anaknya.
01:04:49Sosok itu masih mengikuti mereka.
01:04:52Hari-hari Alif semakin berat.
01:04:54Ia mulai sering kehilangan kesadaran, berdiri di depan kanvas kosong berjam-jam tanpa sadar sudah melukis sesuatu.
01:05:00Lukisan-lukisan itu bukan lagi potret mikro indah seperti dulu.
01:05:04Kini kanvasnya dipenuhi gambar batu-batu retak, wajah-wajah manusia yang membeku di dalam karang, dan sosok perempuan tua dengan sorot mata menusuk.
01:05:13Nadine yang melihat lukisan itu bergidik, mencoba menyembunyikannya dari Emir.
01:05:18Tapi Alif tidak bisa berhenti.
01:05:21Seakan tangannya bergerak sendiri, dipandu oleh sesuatu yang tak kasat mata.
01:05:26Ketika Nadine mulai mendesak Alif untuk mencari bantuan medis, Alif menolak keras.
01:05:31Ini bukan soal medis, katanya dengan suara serak.
01:05:34Aku merasa, mereka memanggilku.
01:05:37Aku harus tahu kenapa.
01:05:39Nadine menangis, memohon agar Alif tidak lagi melibatkan diri dalam hal itu.
01:05:44Tapi Alif sudah terlanjur merasa bahwa dirinya hanya punya dua pilihan.
01:05:48Menghadapi kutukan sampai akhir, atau membiarkan keluarganya terseret bersamanya.
01:05:53Suatu malam, Alif terbangun karena mendengar suara langkah di ruang tamu.
01:05:57Ia turun perlahan, dan di sana ia melihat Emir sedang berdiri kaku.
01:06:02Matanya terpejam, mulutnya berbisik-bisik.
01:06:05Ketika Alif mendekat, ia mendengar kata-kata asing keluar dari mulut anaknya.
01:06:09Doa kutukan yang sama yang dulu diucapkan oleh Ibu Malin.
01:06:12Jantung Alif hampir berhenti.
01:06:15Ia mengguncang tubuh kecil Emir, membangunkannya dengan panik.
01:06:19Emir terbangun sambil menangis, tidak mengingat apa-apa.
01:06:23Tapi Alif tahu, kutukan itu kini berusaha menjangkau darahnya lewat anaknya sendiri.
01:06:29Keesokan harinya, Alif membawa keluarganya kembali ke kampung halamannya di tepi pantai.
01:06:34Tempat semua legenda itu berawal.
01:06:37Nadim menentang keras, tapi Alif yakin hanya dengan kembali ke sumbernya, ia bisa memutus lingkaran ini.
01:06:43Perjalanan itu dipenuhi ketegangan.
01:06:46Di sepanjang jalan, Alif terus merasa ada mata yang mengawasinya.
01:06:50Setiap kali mereka berhenti, selalu ada orang tua asing yang menatapnya lama, seolah mengenal wajahnya.
01:06:57Sesampainya di kampung, mereka disambut oleh desiran ombak yang tenang.
01:07:01Tapi bagi Alif, laut itu bukan tenang, melainkan diam yang mencekam.
01:07:06Ia merasakan suara-suara dari dalam air, bisikan yang memanggil namanya.
01:07:11Di malam pertamanya di rumah lama keluarga, Alif keluar ke pantai seorang diri.
01:07:16Ombak berkilau di bawah cahaya bulan, dan di sana, di atas pasir basah, ia melihatnya lagi, sosok perempuan tua dengan mata dalam, tubuhnya kurus, wajahnya penuh garis luka masa lalu.
01:07:28Ia tersenyum samar, lalu berkata dengan suara yang menggema, kau sudah kembali.
01:07:33Waktu untuk memilih sudah semakin dekat.
01:07:36Alif berdiri kaku, dadanya naik turun.
01:07:40Apa yang kau inginkan dariku?
01:07:43Perempuan itu mendekat, jaraknya hanya tinggal beberapa langkah.
01:07:47Aku ingin kau tahu betapa luka seorang ibu tidak bisa hilang begitu saja.
01:07:51Aku ingin kau merasakan bagaimana rasanya ditolak, diabaikan, lalu dilupakan.
01:07:57Itu yang kualami.
01:07:59Itu yang diwariskan padamu.
01:08:01Dan suatu hari, darahmu sendiri akan mengulanginya, pada anakmu.
01:08:06Kata-kata itu membuat Alif terhuyung.
01:08:09Ia menoleh ke arah rumah, di mana Nadine dan Emir sedang tidur lelap.
01:08:13Tubuhnya gemetar, rasa takut berubah menjadi amarah.
01:08:17Tidak.
01:08:19Aku tidak akan biarkan itu terjadi.
01:08:22Kalau kutukan ini harus berakhir, maka berakhir di aku, bukan di anakku.
01:08:27Sosok itu terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis,
01:08:30wajahnya penuh misteri.
01:08:32Kita lihat saja, Alif.
01:08:35Kita lihat seberapa jauh kau sanggup melawan darahmu sendiri.
01:08:39Di kejauhan, suara ombak mendadak berubah.
01:08:42Bukan lagi desiran, tapi jeritan.
01:08:45Ombak menggulung keras, seakan sesuatu yang besar tengah bangkit dari dasar laut.
01:08:50Alif merasakan pasir bergetar di bawah kakinya.
01:08:54Ia tahu, apapun yang datang berikutnya, akan menjadi ujian terakhir yang menentukan nasib keluarganya,
01:09:00dan nasib warisan kelam yang menempel di namanya.
01:09:03Lautan malam itu mendadak hidup, seperti raksasa yang bangkit dari tidur panjangnya.
01:09:08Ombak bergulung tinggi, menghantam pantai dengan suara memekakan telinga.
01:09:13Angin membawa aroma asin yang lebih pekat dari biasanya,
01:09:16bercampur dengan bau besi karat dan darah yang membuat bulu kuduk berdiri.
01:09:20Alif berdiri terpaku, tubuhnya kaku seolah ditarik oleh kekuatan tak terlihat.
01:09:25Dari tengah gulungan ombak, sesuatu mulai muncul, bukan sekadar bayangan,
01:09:30melainkan sosok besar yang perlahan membentuk dirinya.
01:09:33Tubuh setengah batu itu kembali terlihat, kali ini lebih utuh, lebih menakutkan.
01:09:38Retakan-retakan pada wajahnya memancarkan cahaya biru pucat,
01:09:42matanya kosong tapi hidup, penuh amarah yang ditahan selama ratusan tahun.
01:09:46Itu adalah malin kundang.
01:09:49Bukan lagi sekadar bayangan masa lalu,
01:09:52melainkan jelmaan penuh dari kutukan yang menolak mati.
01:09:55Alif mundur setapak, tapi pasir di bawah kakinya bergerak, menahan langkahnya.
01:10:00Setiap kali ia mencoba melepaskan diri, pasir itu semakin menjerat,
01:10:04seolah laut sendiri tidak ingin ia lari.
01:10:07Suara berat itu kembali terdengar, menggema dari mulut malin kundang yang pecah-pecah,
01:10:11kau telah memanggilku kembali, darahku.
01:10:14Kau datang kesini bukan untuk melawan, tapi untuk tunduk.
01:10:18Terimalah warisanmu.
01:10:20Alif menggertakkan giginya, matanya penuh keteguhan meski tubuhnya bergetar.
01:10:25Aku datang bukan untuk tunduk.
01:10:28Aku datang untuk mengakhiri semua ini.
01:10:31Kutukanmu berhenti di sini.
01:10:33Malin mengeluarkan tawa serak yang terdengar seperti bebatuan runtuh.
01:10:37Kutukan ini bukan milikku seorang, Alif.
01:10:41Ini adalah milik darah.
01:10:43Selama ada darah, selama ada anak yang menolak ibunya, doa itu akan hidup.
01:10:48Kau bisa menyangkal, tapi kau tidak bisa memutusnya.
01:10:52Tiba-tiba, rumah di belakang Alif bergetar hebat.
01:10:56Jendela-jendela berderak, pintu terbuka dengan sendirinya,
01:11:00dan Nadine berlari keluar sambil menggandeng Emir.
01:11:03Mereka berdua terhenti di tangga, wajahnya pucat melihat sosok batu raksasa di tepi laut.
01:11:08Emir berteriak, ayah, dan berusaha berlari mendekat,
01:11:12tapi Nadine menahannya dengan tubuh gemetar.
01:11:15Malin kundang mengalihkan pandangannya ke arah bocah kecil itu.
01:11:19Lihatlah, Alif.
01:11:21Darahmu sendiri sudah ditakdirkan untuk menjadi pengulang.
01:11:25Anakmu akan mewarisi dosamu, sama seperti kau mewarisi dosaku.
01:11:29Lingkaran ini tidak pernah putus.
01:11:32Alif langsung berdiri di depan keluarganya, tubuhnya jadi perisai.
01:11:37Tidak.
01:11:39Emir tidak akan menyentuh kutukanmu.
01:11:41Kalau kau mau sesuatu, ambil aku.
01:11:44Biarkan mereka pergi.
01:11:47Namun pasir di sekitar mereka mendadak berguncang.
01:11:50Dari bawah permukaan, tangan-tangan batu kembali muncul, lebih banyak dari sebelumnya.
01:11:56Ada puluhan, bahkan ratusan tangan yang meraih keluar dari bumi,
01:12:00seakan lautan mengeluarkan seluruh korban kutukan yang selama ini terkubur.
01:12:04Tangan-tangan itu meraih ke arah Nadine dan Emir, membuat keduanya menjerit ketakutan.
01:12:10Alif melompat ke depan, menendang dan menarik tangan-tangan itu, meski kulitnya kembali terasa keras.
01:12:16Batu merambat di lengannya, naik ke pundak, lalu ke dadanya.
01:12:20Tapi ia tidak berhenti.
01:12:22Ia berjuang menahan genggaman itu dengan tenaga yang tersisa, berteriak sekuat-kuatnya.
01:12:27Cukup.
01:12:29Aku yang menanggung semua ini.
01:12:31Aku, yang harus menebusnya.
01:12:34Suara Alif menggema, bercampur dengan suara ombak.
01:12:38Malim kundang menatapnya lama, lalu cahaya biru di retakan tubuhnya semakin menyala.
01:12:43Kau berani menantang garis keturunan sendiri, darahku?
01:12:47Kalau benar kau ingin mengakhirinya, maka kau harus lakukan satu hal, kau harus merasakan doa itu sepenuhnya, tanpa melawan, tanpa menyangkal.
01:12:56Kau harus menjadi aku.
01:12:58Kata-kata itu menghantam Alif seperti palu.
01:13:01Ia tahu, jika ia menyerah, tubuhnya akan benar-benar membatu seperti maling kundang.
01:13:07Tapi jika ia terus melawan, keluarganya akan ikut terseret.
01:13:11Pilihan itu ibarat jalan buntu.
01:13:14Nadine menangis histeris, memeluk Emir rat-rat.
01:13:18Liv!
01:13:20Jangan lakukan itu.
01:13:22Jangan tinggalkan kami.
01:13:24Alif menoleh, menatap mereka dengan mata basah.
01:13:28Kalau aku tidak lakukan ini, kalian tidak akan pernah bebas.
01:13:32Aku lebih baik jadi batu, daripada lihat kalian hancur.
01:13:36Emir berteriak,
01:13:38Ayah!
01:13:39Aku janji aku tidak akan durhaka.
01:13:41Jangan pergi, Ayah!
01:13:44Kata-kata polos itu menghantam hati Alif.
01:13:47Air matanya jatuh, bercampur dengan hujan yang mulai turun lagi.
01:13:51Ia menatap sosok maling kundang yang berdiri menjulang.
01:13:55Kalau harus begitu, aku terima.
01:13:58Tapi dengarkan aku, kutukan ini berhenti di sini.
01:14:01Jangan lagi menyentuh anakku, jangan lagi menghantui siapapun setelah aku.
01:14:07Maling kundang mengangkat tangannya, cahaya biru semakin terang.
01:14:11Tangan-tangan batu di sekitar mereka melepaskan Nadine dan Emir,
01:14:14lalu perlahan merunduk, seolah tunduk pada keputusan itu.
01:14:18Ombak berhenti bergemuruh, dunia hening.
01:14:21Tubuh Alif bergetar hebat.
01:14:24Batu merambat cepat ke seluruh tubuhnya, menutup kulit, otot, bahkan wajahnya.
01:14:30Nadine menjerit, berlari memeluknya, tapi tubuh Alif sudah keras, dingin, dan tak bergerak.
01:14:37Dalam detik terakhir sebelum matanya sepenuhnya membatu,
01:14:40Alif menatap Nadine dan Emir, memberi senyum samar yang penuh cinta.
01:14:44Kemudian, tubuhnya membatu total, menjadi sosok batu baru di tepi pantai.
01:14:49Tegak, dengan kedua tangan terbuka seakan masih mencoba melindungi keluarganya.
01:14:53Malin kundang menatapnya lama, lalu tubuh batunya retak lebih dalam,
01:14:57sebelum akhirnya pecah berkeping-keping dan hancur bersama ombak.
01:15:01Cahaya biru lenyap, hanya meninggalkan keheningan yang mencekam.
01:15:05Nadine jatuh berlutut di samping sosok batu Alif, menangis tak henti.
01:15:10Emir memeluk kaki ayahnya yang kini keras, suaranya serak memanggil-manggil.
01:15:14Namun dibalik kesedihan itu, laut kembali tenang.
01:15:18Tidak ada lagi suara kutukan, tidak ada lagi tangan-tangan batu yang meraih.
01:15:23Hanya suara ombak yang lembut, seakan alam akhirnya melepaskan beban yang sudah berabad-abad dipikulnya.
01:15:29Tapi pertanyaan tetap menggantung, apakah benar kutukan itu berakhir,
01:15:33atau hanya tertidur menunggu generasi berikutnya?
01:15:36Sahabat dunia wisata, dari kisah panjang legenda kelam maling kundang kita bisa belajar bahwa durhaka pada orang tua bukan hanya soal ucapan atau perbuatan yang terlihat,
01:15:45tetapi juga bisa berwujud dalam penolakan batin, keangkuhan hati, dan lupa pada asal-usul diri.
01:15:51Dalam Islam, ridha Allah bergantung pada ridha orang tua.
01:15:55Maka sebesar apapun luka, sesulit apapun keadaan, menjaga adab, menghormati, dan merawat hubungan dengan orang tua tetaplah jalan keselamatan dunia dan akhirat.
01:16:05Kisah Alif yang terjebak dalam trauma dan kutukan adalah pengingat bahwa setiap manusia membawa masa lalu, luka, dan takdirnya masing-masing.
01:16:13Namun, jalan terbaik selalu kembali pada keikhlasan, memohon ampunan Allah, dan berusaha memperbaiki hubungan dengan mereka yang melahirkan kita.
01:16:21Jangan sampai penyesalan datang terlambat, karena doa dan restu ibu adalah pintu rezeki, ketenangan, dan keberkahan hidup.
01:16:29Maka dari itu, semoga kita semua bisa mengambil hikmah, jangan pernah mengulang durhaka maling kundang.
01:16:36Dan jangan pula membiarkan trauma mengubur kasih sayang.
01:16:40Sebab cinta orang tua, meski kadang dibungkus luka, tetaplah cahaya yang seharusnya kita jaga.
01:16:46Kalau sahabat ingin merasakan langsung atmosfer mencekam dan pesan mendalam dari film legenda kelam maling kundang,
01:16:51jangan lupa untuk menontonnya di bioskop atau platform resmi ketika sudah dirilis.
Jadilah yang pertama berkomentar
Tambahkan komentar Anda

Dianjurkan

1:08:07
Selanjutnya
1:41:50
1:40:14
1:58:09