KOMPAS.TV - Lebih dari sebulan lalu, Forum Purnawirawan TNI mendesak DPR untuk memakzulkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming karena proses pencalonan yang dinilai cacat etik. Namun, DPR, melalui Ketua Puan Maharani, belum mengambil sikap resmi, hanya berjanji akan memeriksa sesuai mekanisme.
Di satu sisi, Anggota DPR Nurdin Halid berpendapat surat tersebut tak punya alasan konstitusional kuat, harus disertai bukti pelanggaran berat.
Namun, Dosen Hukum Tata Negara Feri Amsari dan Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menegaskan bahwa UUD 1945 Pasal 7B membuka ruang pemeriksaan hanya dengan keyakinan politik, tanpa perlu bukti absolut di awal.
Baca Juga Negeri Riuh Komoditi Oplas di https://www.kompas.tv/regional/607364/negeri-riuh-komoditi-oplas
Mereka yakin tuduhan seperti kolusi bisa menjadi pintu masuk pemakzulan.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menilai proses pemakzulan saat ini sulit terjadi karena ekosistem politik dan ekonomi yang tidak mendukung, serta tidak adanya kasus besar yang mendesak.
Indonesia punya sejarah pemakzulan presiden: Soekarno (1967) karena krisis politik dan ekonomi, Soeharto (1998) karena otoriter dan korupsi, serta Gus Dur (2001) karena tuduhan penyalahgunaan dana dan ketegangan dengan DPR.
Dengan surat pemakzulan Gibran yang sudah dikirim namun belum ada langkah konkret, serta dalih DPR yang kurang alasan, publik kini menunggu: akankah proses ini berlanjut, ataukah ada agenda lain di balik isu pemakzulan ini?
#gibran #pemakzulan #dpr
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/regional/607366/gibran-dan-tindak-lanjut-surat-pemakzulan-di-dpr