- hari ini
KOMPAS.TV Eks marinir TNI Angkatan Laut, Satria Arta Kumbara, menyebut ingin pulang ke tanah air dan memohon Presiden Prabowo Subianto mengizinkannya kembali menjadi warga negara Indonesia.
Satria bilang dia tidak tahu soal undang-undang yang mengatur kehilangan kewarganegaraan jika berperang untuk pihak asing. Dia menegaskan ikut berperang di Rusia hanya untuk mencari nafkah.
Baca Juga Kemlu Hubungi Keluarga Eks Marinir yang Membelot ke Rusia, Bakal Koordinasi dengan Kementerian Hukum di https://www.kompas.tv/nasional/606957/kemlu-hubungi-keluarga-eks-marinir-yang-membelot-ke-rusia-bakal-koordinasi-dengan-kementerian-hukum
#eksmarinir #tniangkatanlaut #wni
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/nasional/607002/full-anton-aliabbas-tanggapi-soal-eks-marinir-mohon-jadi-wni-lagi-tak-bisa-sesederhana-itu
Kategori
š
BeritaTranskrip
00:00Sampai Indonesia malam bersama saya Friska Glarissa.
00:02TNI Angkatan Laut merespons permintaan pulang bekas personelnya Satria Artakumbara
00:07yang kehilangan kewarganegaraan karena ikut berperang menjadi prajurit di Rusia.
00:11TNI AL menyebut sudah memecat Satria dan menjatuhi hukuman pidana militer karena desarsi.
00:17Kepala Dinas Peneragan TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama Tunggu bilang,
00:22Satria sudah tidak memiliki kaitan dengan TNI Angkatan Laut.
00:26Mengenai status kewarganegaraan Satria, TNI AL menyerahkannya kepada Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum.
00:33Namun yang jelas, Satria sudah dipecat dari TNI karena terbukti desarsi di masa damai.
00:39Satria juga dijatuhi hukuman penjara satu tahun.
00:44Yang jelas saat ini, yang bersangkutan sudah tidak lagi memiliki keterikatan dengan TNI Angkatan Laut.
00:49Di sisi lain tentunya TNI Angkatan Laut tetap akan memegang putusan pengadilan militer
00:552 Romawi 08 Jakarta, tanggal 6 April 2023 yang sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap.
01:04Dimana menyatakan Satria Arta Kumbara terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yaitu disersi dalam waktu damai.
01:14Terhitung mulai tanggal 13 Juni 2022 hingga saat ini.
01:19Yang bersangkutan dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun disertai tambahan hukuman berupa pemecatan dari dinas militer.
01:28Dan juga Menteri Hukum Supratman Andi Aktas menyebut tidak ada proses pencabutan keluarga negaraan Satria Arta Kumbara sebagai warga negara Indonesia.
01:42Namun Satria sudah otomatis kehilangan keluarga negaraannya jika berperang untuk pihak asing.
01:48Menurut Menteri Hukum Supratman Andi Aktas, Satria Arta Kumbara otomatis kehilangan keluarga negaraannya jika berperang untuk pihak asing.
01:56Tidak ada proses pencabutan keluarga negaraan Satria Arta Kumbara menjadi WNI, tapi yang bersangkutan kehilangan keluarga negaraan secara otomatis.
02:05Ujar Menteri Hukum Supratman Andi Aktas.
02:10Jika ingin kembali menjadi WNI, maka Satria harus mengajukan permohonan menjadi WNI kepada Presiden Prabowo Subianto dan menjalani proses naturalisasi.
02:20Sebelumnya, ex-mariner TNI Angkatan Laut Satria Arta Kumbara menyebut ingin pulang ke tanah air dan memohon Presiden Prabowo Subianto mengizinkannya kembali menjadi warga negara Indonesia.
02:38Satria bilang dia tidak tahu soal undang-undang yang mengatur kehilangan keluarga negaraan jika berperang untuk pihak asing.
02:44Ia menegaskan ikut berperang di Rusia hanya untuk mencari nafkah.
02:48Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, yang terhormat Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia, Bapak Gibran Rakabumi, dan Bapak Menteri Luar Negeri, Bapak Sugiyono.
03:02Mohon izin Bapak, saya ingin memohon maaf sebesar-besarnya apabila ketidaktahuan saya,
03:09saya menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia mengakibatkan dicabutnya warga negara saya.
03:16Mohon izin Bapak, saya tidak pernah mengkhianati negara sama sekali karena saya niatkan untuk datang ke sini hanya untuk mencari nafkah.
03:27Dengan ini, saya memohon kebesaran hati Bapak Prabowo Subianto, Bapak Gibran, Bapak Sugiyono.
03:37Mohon kebesaran hati Bapak untuk membantu mengakhiri kontrak saya tersebut dan dikembalikan hak keluarga negaraan saya untuk kembali ke Indonesia.
03:47Bagaimana pemerintah harus merespons permohonan ex-prajurit TNI AL yang menandatangani kontrak untuk berperang dengan pihak asing?
03:56Kita akan bahas bersama pengamatan militer dari Center for Intermestic and Diplomatic Engagement Anton Ali Abbas.
04:01Mas Anton, selamat malam.
04:03Selamat malam, Mbak Briska.
04:04Ini kasus yang cukup sulit ya kalau kita lihat karena kalau kata Menteri Hukum ini otomatis hilang keluarga negaraannya.
04:14Kita mulai dari situ dulu. Sebenarnya aturannya gimana sih, Mas?
04:16Kita kalau ngomong tentang kehilangan keluarga negaraan, berarti kan harus terujuk PP nomor 2 tahun 2007 yang diperbarui oleh PP 21 tahun 2022.
04:28Di situ sudah jelas itu bahwa bagaimana seorang WNI itu bisa kehilangan keluarga negaraan.
04:35Jadi termasuk juga misalnya ikut dalam dinas asing tanpa izin presiden.
04:40Ini kan yang selalu digaungkan.
04:42Tapi ada problemnya bahwa kehilangan keluarga itu ada dua jalur.
04:45Yang pertama adalah permohonan sendiri.
04:48Saya memohon untuk minta dicabut.
04:49Oke.
04:50Atau, kan itu di pasal 31 itu dijelaskan.
04:53Ketentuan-ketentuan itu.
04:55Tapi siapa yang masuk dalam ketentuan itu, saya nggak mau lapor, nggak minta.
04:59Terus Mbak Friska tahu.
05:01Mbak Friska ngadu kepada Pak Menteri.
05:03Ya.
05:04Gitu, nanti secara tertulis.
05:06Nah, pemberitaan secara tertulis itu diverifikasi dan lain-lain.
05:09Itu ada pasal 32 sampai 34.
05:11Nah, setelah ketahuan, emang benar.
05:13Maka kemudian kehilangan keluarga negaraan itu akan melalui keputusan Menteri yang didiklir.
05:20Bahwa nama ini telah dicabut keluarga negaraannya.
05:23Nah, pertanyaan adalah ada nggak surat keputusan itu?
05:27Nah, kalau tidak ada suratnya bisa jadi dispute dong.
05:29Nah, bisa jadi dispute, itu yang harus diperjelas dulu sama Pak Menteri ini nggak ada cerita otomatis.
05:34PP itu udah jelas kok, nyebutkan.
05:35Ada dua pilihan.
05:36Mau pemerintah yang nyabut, gitu.
05:39Atau saya memohon.
05:40Kalau yang saya memohon, nanti keputusan dari Presiden.
05:42Presiden akan memutuskan.
05:43Tapi harus ada dulu berkasih, harus ada suratnya dulu, gitu ya Pak Sandor.
05:45Ada suratnya dulu, ada secara tertulis, didiklir.
05:48Ada nggak didiklir, ini nggak ngomong tentang otomatis.
05:51Ini yang harus diperjelasin.
05:52Nah, kalau nggak ada, gimana sekarang?
05:53Nah, yang pertama adalah harus menjelaskan bahwa Kementerian Hukum itu pernah mengeluarkan itu atau tidak?
06:00Pernah melakukan verifikasi itu atau tidak?
06:02Karena memang PP itu tidak menyebutkan informasi ini kan ketika,
06:05kan sebenarnya kalau kita, informasi yang saya dapatkan misalnya,
06:09Ex-Mariner ini kan itu sejak 2023.
06:13Jadi kan ini sekitar dua tahun ya, gitu loh.
06:16Sementara di PP itu nggak ada pernah menyebutin bahwa ketika dapat informasi itu harus berapa lama?
06:21Nggak ada.
06:22Jadi dia memang harus ada laporan tertulis, laporan tertulis itu diverifikasi,
06:26baru nanti hasil verifikasi itu dibuat keputusan.
06:29Jadi memang semuanya tertulis.
06:31Nah, dinyatakan dulu, pernah nggak itu disebutkan?
06:34Jadi nggak bisa bilang bahwa ini otomatis.
06:36Nggak ada yang bicara otomatis.
06:38Karena kan datanya, kan itu kita ngomong tentang data yang dihapus.
06:41Itu nggak bisa bilang otomatis.
06:43Otomatis menurut siapa?
06:45Kalau misalnya otomatis, loh ini emang negara udah auto gitu kan?
06:49Enggak, gitu.
06:50Semua nama, berkas.
06:51Jadi berkasnya pun harus, kalaupun iya, itu harus dicorek.
06:54Harus dicorek dulu, bahwa dia memang itu.
06:56Memang telah dicabut.
06:58Nah, kalau sekarang posisinya apa yang bisa dilakukan?
07:00Permohonan WNI.
07:01Tapi di sisi lain, ini juga kan bicara soal national security.
07:04Artinya bukan WNI yang cari pekerjaan biasa, bukan dagang keluar.
07:08Ini jadi tentara, Mas.
07:09Nah, so apa, bagaimana negara harus mendudukan masalah ini?
07:12Jadi kan ini sebenarnya, saya ngeliat agak punya kemiripan.
07:16Ketika tahun 2019 lalu, kita punya PR, ada keluarga yang bergabung, gitu, dengan Syria, gitu, di ISIS, minta pulang.
07:26Kan ceritanya sebenarnya mirip.
07:27Waktu itu adalah cerita tentang ISIS, kali ini ketika Rusia-Ukraina, ada yang ikut perang.
07:34Dan ini menjadi concern, gitu ya, di global.
07:37Dan ini bilangnya adalah negara kemudian ada dilema.
07:41Di satu sisi yang namanya stateless harus dihindari.
07:45Gitu ya.
07:46Memang ini yang kemudian kita harus klarifikasi, apakah kontrak itu, Rusia dalam hal ini memberikan seharusnya keluarga negara atau tetap?
07:53WNI.
07:54WNI, gitu ya, atau apa, karena kalau misalnya dia dual keluarga negaraan, kalau kita dicabut, nggak ada masalah, karena ada keluarga dengan satu lagi.
08:04Karena ngomong tentang HAM, nggak boleh negara, ada satu warga negara, itu stateless sifatnya, itu nggak boleh.
08:10Jadi kalau dicabut, itu bahaya, gitu ya.
08:13Jadi ada ngomong tentang human rights.
08:15Tapi di sisi lain, kita juga punya problem, ada ngomong tentang national security, apakah ini nanti mengancam, dan lain-lain.
08:21Kedua, kita akan bicara tentang kapasitas negara.
08:23Apakah kebijakan terkait repatriasi, dalam hal ini foreign fighters, itu sudah ada atau belum?
08:30Karena kita nggak bicara hanya tentang memulangkan.
08:32Tapi bagaimana kita rehabilitasi dia, kalau dia kena PTSD misalnya, post-traumatic stress disorder, harus diobati.
08:41Lalu bagaimana nanti dia di, apa, reintegrasi.
08:45Kebijakannya ada banyak hal yang harus dipikirkan.
08:47Kita sudah siap belum dengan itu?
08:49Apalagi kalau misalnya kita ngomong terorisme kan seringkali karena, oh ini ideologi, gitu ya.
08:52Oh dia bisa diradikalisasi.
08:54Nah ini kalau ngomong tentang motif ekonomi.
08:57Bagaimana kemudian kita, kita tidak hanya bicara tentang parsial, oh kita selesaikan ini.
09:02Enggak, kan kita juga harus mengatasi root causes-nya.
09:04Oh berarti ini bagaimana agar tidak terjadi lagi ke masa depan.
09:07Kalau misalnya sebelum-sebelumnya teroris itu, oh ini warga sipil biasa, ini ex-militer.
09:12Nah ini kan ada sangat kompleks masalahnya, yang bagi saya memang pemerintah harus cari solusi.
09:20Tapi bagi saya, ini adalah momentum sebenarnya.
09:23Untuk kemudian pemerintah secara serius dan tidak bisa lagi disembunyikan.
09:28Sehingga ke depan, pemerintah tidak lagi di pojokan.
09:31Ayah pulangin pulangin.
09:31Enggak, kami sudah pernah mendeklir barang siapa yang pernah A, B, C, dan E,
09:38itu ketika kami dapat informasi dalam waktu 14 hari kami akan mengeluarkan dan itu disebutkan.
09:45Jadi ini untuk memperjelas gitu ya.
09:47Jadi sehingga kemudian pemerintah siapapun nanti akan membentang negara ini,
09:52itu tidak lagi disalahkan, ayo pulangkan pulangkan.
09:53Kan sudah jelas kata tentuan saya.
09:55Aturannya sudah jelas.
09:56Nah tapi what if begini, bagaimana jika pemerintah sekarang yaudah lepas tangan aja deh.
10:02Toh kalau tadi misalnya persepsinya dari Menkum bahwa itu kan sudah otomatis bukan warga negara.
10:07Artinya secara HAM akan jadi ada gesekan juga Mas Anton.
10:12Nah bagaimana solusinya kalau begini, pemerintah lepas tangan siapa yang bisa menengahi?
10:17Atau siapa yang bisa kasih solusi?
10:19Enggak ada yang bisa kasih solusi.
10:20Karena cuma pemerintah doang.
10:22Coba jawabannya pada pemerintah.
10:23Kan memang ini harus hitungannya cermat.
10:25Dan ketika kita bicara tentang repatriasi ini memang harus case by case.
10:29Itu harus dihitung gitu ya.
10:31Bukan ngomong tentang kuas benefit, tapi bagaimana kita mencari titik temu.
10:34Yang antara jangan sampai ini menyebabkan orang menjadi stateless gitu.
10:39Karena ini juga di sisi lain kan ada tanggung jawab ya.
10:42Tanggung jawab negara untuk melindungi segenap.
10:44Dan seluruh tempat dari Indonesia ini pembukaan yang sempat lima nih.
10:47Iya konstitusi itu yang bilang.
10:48Konstitusi itu.
10:49Itu nomor satu loh.
10:51Jadi memang mencari titik temunya gak mudah.
10:55Tapi bagi saya, karena ada kebijakan runtutannya tadi yang saya bilang.
10:57Ini ada kesanaan kompleks.
10:58Iya, gak cuma memulangin doang.
11:00Memulangin doang gitu.
11:01Tapi bagaimana kita mencegah agar tidak terulang kembali dan lain-lain.
11:05Dan itu gak mudah.
11:06Iya.
11:07Tapi memang harus dipikirkan.
11:08Dan sekarang gak bisa.
11:09Sekarang, oh udah negara biarin aja nih.
11:11Enggak, gak bisa kayak gitu.
11:12Kalau misalnya negara angkat tangan, apa risikonya?
11:16Apa bahayanya?
11:16Bisa jadikan kayak begini.
11:18Ah, cuma satu orang ini.
11:19Cuma begitu.
11:20Ada anggapan seperti itu.
11:22Gak bisa dong negara mikir kayak gitu.
11:23Tadi saya bilang, kan ini kita harus buat perjelas dulu status keluarga negaraannya.
11:29Kumham, dalam kementerian hukum pernah gak diklari itu.
11:33Kalau belum pernah kan artinya, memang secara mandat konstitusi, negara kan harus melindungi segenap dan sulit padara Indonesia itu amanat konstitusi.
11:41Masih tanggung jawabnya negara.
11:42Masih tanggung jawabnya negara itu statusnya WNI.
11:44Iya.
11:45Tapi kan kita punya kompleks itu yang tadi saya bilang.
11:47Gak bisa sesederhana bahwa ini otomatis kita gak bisa sederhana itu.
11:50Oke, tapi kalau buat jadi pelajaran harusnya, kalaupun menerima kembali, berserta risikonya, apa yang harus diantisipasi pemerintah soal risikonya kalau dia pulang dan diterima?
12:00Ada risikonya.
12:01Iya, risikonya tadi ya.
12:02Iya kan ini potensi national security.
12:04Jangan-jangan, karena dia kan tadi, kalau yang teroris, oh ini sipil biasa.
12:08Ini mantan militer direkrut jadi militer pula di situ.
12:10Militer sana untuk berperang negara lain.
12:12Ini dia kirim balik, jangan-jangan dia intel yang ditanam lagi.
12:15Misalnya kan itu.
12:16Atau misalnya ada beberapa case yang dia PTSD, kemudian dia tidak stabil, bisa membahayakan dan lain-lain.
12:23Jadi, itu yang memang harus dihitung bagaimana risikonya, bagaimana itu nanti mencari titik temu.
12:33Ini ngomong tentang HAM-nya, ada ngomong tentang keamanan nasional, ada ngomong tentang sosialnya dan lain-lain.
12:38Ini sangat kompleks.
12:39Jadi, tidak bisa hanya sekedar diselesaikan, oh ini otomatis hilang, bukan urusan, enggak bisa kayak gitu.
12:45Kenapa? Ini harus jadi pelajaran penting, ini harus jadi warning.
12:48Ke depan, hari ini yang ikut perangnya sama Rusia, jangan-jangan ada yang ikut perang sama Ukraina.
12:53Mana tahu juga.
12:54Kita enggak tahu.
12:55So, bisa jadi, ini bukan satu-satunya kasus.
12:59Jangan-jangan, bukan cuma, ini kebetulan yang muncul.
13:02Kalau besoknya, oh kok ada banyak nih?
13:04Kita belum tahu.
13:05Tapi, how come sih kok bisa ya, mereka tuh direkrut sampai jadi militer negara lain, apakah ini awam atau jalurnya dari mana gitu?
13:13Ini, dalam case Rusia-Ukraina, orang tidak dalam konteks dia direkrut untuk militer negara lain.
13:22Enggak, dia berperang untuk negara lain. Yang belum tentu, itu memang dia bergabung sama militer.
13:28Oh, oke.
13:29Jadi, kalau kata simpelnya, tentara bayaran.
13:31Nah, kita sering dengar itu di film, itu benar-benar ada tentara bayaran.
13:34Tentara bayaran. Nah, ini kan dia dalam kontrak, dia dapat uang, dan lain-lain.
13:37Ya.
13:38Nah, itu yang tadi, kontraknya bicara, diberikan enggak status keluarga negara Rusia?
13:43Ya, atau itu tidak ada bicaraan, cuma bicaraan, cuma pembayaran.
13:47Artinya, ya memang tidak ada yang salah dengan itu.
13:49Oke. So, what's the best way dari pemerintah? Apa yang paling bijak lah gitu?
13:54Dari pemerintah yang harus diambil sekarang, kalau dari Mas Antoni?
13:57Kalau saya melihatnya memang, case ini harus diperdalap.
14:00Jadi, tidak bisa sesederhana bahwa, oh ini otomatis lah, enggak.
14:03Ini harus dipelajarin.
14:04Kenapa?
14:05Karena ini juga kan menunjukkan bahwa ada celah dari PP terkait kehilangan keluarga negara itu,
14:12yang memang harus diperbaikin.
14:14Kalau PP kan domennya pemerintah, ini domen eksekutif.
14:16Jadi, ada celah nih, yang ternyata ini bolong.
14:19Yang ini kemudian jadi ruang debatable.
14:22Selesaikan ini, sebarang kemudian dilihat ada potensi risiko, dan lain-lain.
14:27Boleh nggak? Boleh-boleh aja.
14:28Tapi pemerintah harus menghitung, apa dan bagaimana.
14:31Jadi, dia harus detail.
14:32Memang ini jatuhnya nanti, ini paket komprehensif ketika kita bicara tentang repatriasi.
14:36Tidak bicara hanya sekedar kita mulangin orang.
14:39Enggak.
14:39Karena ada turunannya yang banyak.
14:41Bukan HAM mulangin orang karena dia menghindari dia stateless, tapi juga risiko.
14:45Ada risikonya.
14:46Nah, itu jadi memang harus dihitung secara lengkap.
14:50Idealnya, kalau misalnya dia tidak diberikan kebenaran, jangan sampai itu stateless.
14:54Tapi jangan pula kita kemudian mengorbankan kepentingan nasional dan lain-lain.
14:58Nah, ini titik temunya tadi saya bilang, ini titik temunya harus di mana.
15:02Jadi, kalau mau jadi pelajaran, ya sekalian beresin ini masalahnya.
15:04Sekalian beresin, gitu loh.
15:05Jadi, kita perbaiki.
15:06Kenapa?
15:07Jangan-jangan kita jangan, bukan cuma satu orang nih kita bicara.
15:10Jadi, ini jadi trigger.
15:13Jadi, trigger untuk kita kemudian memperbaiki.
15:16Dan tidak lagi merahasiakan.
15:18Jangan, ah ini rahasia, no, no, ini jangan rahasia sekali.
15:20Jadi, kita bisa nge-declare.
15:22Kalau ada apa-apa kan, kita udah.
15:24Jadi, biar jadi contoh juga, kalau kenapa-napa nih, jangan sampai ikut kasus ini, gitu misalnya.
15:30Jadi, ketidaktahuan itu bukan berarti, oh ini salah, ya enggak, kan kita sudah pernah ngumumin.
15:35Anda sudah pernah ngasih tahu di mana sih, kali hilangan gitu.
15:38Misalnya dari PP, nah gitu.
15:39Kan dari PP kan juga enggak ada ketentuan, bahwa harus berapa hal, dan enggak ada.
15:43Nah, udah kita buat rigid misalnya.
15:45Informasi, ini akan diolah, dalam waktu berapa, gitu.
15:48Oke, kita tunggu langkah pemerintah apa, dan harus tegas.
15:52Terima kasih banyak Mas Anton, selamat malam.
15:54Terima kasih sudah hari sampai Indonesia malam.
15:56Berikutnya saudara, kami akan kembali dengan sorotan lainnya Presiden ke-7 Joko Widodo.
16:00Akhirnya menjalani pemeriksaan.