Pasar Gede Harjonagoro Surakarta

  • 5 tahun yang lalu
TRIBUN-VIDEO.COM - Pasar Gede sudah berdiri sejak zaman kolonial Belanda.

Pasar Gede awalnya hanyalah sebuah pasar tradisional kecil yang berdiri di atas tanah seluas 10.421 hektare.

Pasar Gede dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Ir. Thomas Karsten.

Arsitektur bangunan Pasar Gede merupakan paduan dua budaya, yaitu budaya Belanda dan Jawa.

Hal ini bisa dilihat dari bangunan Pasar Gede yang berbentuk seperti benteng ala eropa dan atap joglo khas budaya jawa.

Bangunan yang baru selesai dibangun pada 1929 ini diberi nama Pasar Gede Harjonagoro dan sekarang popular dikenal dengan sebutan Pasar Gede.

Nama Pasar Gede sendiri dipilih karena bangunan Pasar Gede memiliki atap yang besar.

Pasar Gede diresmikan pada 1930 oleh Gusti Susuhunan Paku Buwono X.

Sejak saat itu, Pasar Gede menjadi salah satu pusat perekonomian di Kota Solo.

Pasar Gede terletak strategis dengan sisi Kali Pepe sehingga banyak toko-toko pecinan berkembang di lingkungan Pasar Gede.

Pada zaman dulu transportasi lebih banyak dilakukan melalui jalur air, yaitu melalui Kali Pepe.

Kawasan Pasar Gede juga dikenal sebagai kawasan Pasar Candi Padurasa.

Pasar Gede disebut sebagai Pasar Candi Padurasa karena kegiatan spiritual penganut ajaran Hindu Majapahit berjalan harmonis dengan aktivitas ekonomi masyarakat pecinan sekitar yang sama-sama memanfaatkan Kali Pepe sebagai jalur transportasi.

Pasar Gede pernah mengalami kerusakan akibat serangan Belanda pada 1947.

Pada 1949, setelah Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih wilayah Surakarta, akhirnya Pasar Gede yang sempat hancur direnovasi.

Pemerintah Indonesia mengganti atapnya dengan atap yang terbuat dari kayu.

Perbaikan baru selesai dilakukan pada 1981.

Pasar Gede terdiri dari dua bangunan yang masing-masing terdiri dari dua lantai dan kedua bangunan ini dipisahkan oleh Jalan Sudirman.

Pada Oktober 1999, Pasar Gede kembali rusak akibat dibakar oleh massa yang kecewa atas tidak terpilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia.

Di penghujung 2001, bangunan Pasar Gede sudah diperbaiki dengan tetap mempertahankan arsitektur aslinya.

Renovasi yang dilakukan juga meliputi penambahan fasilitas bagi penyandang disabilitas dengan membangun jalan khusus pengguna kursi roda.

Seiring berkembangnya zaman, Pasar Gede menjadi pasar tradisional terbesar di Surakarta dan ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya.

Pasar Gede ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor: 646/116/I/1997.

Sebagai salah satu cagar budaya yang mempertahankan unsur tradisionalnya, Pasar Gede juga menyediakan berbagai macam makanan tradisional khas Solo yang sudah mulai jarang ditemui di tempat modern.

Pasar Gede dikelola oleh Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Pengelola Pasar (DPP).

Di Pasar Gede para pengunjung dapat menikmati makanan legendaris Timlo Sastro, nasi liwet, dawet telasih, hingga tahok atau camilan khas tionghoa yang terbuat dari sari kacang kedelai dan disantap dengan air jahe gula.

Komoditas yang diperdagangkan di Pasar Gede sisi timur meliputi hasil bumi seperti sayuran, bumbu dapur, umbi-umbian, ikan, daging, serta makanan yang menjadi oleh-oleh khas Kota Solo, sedangkan pasar sisi barat lebih didominasi oleh buah-buahan.

Dianjurkan