TAHAPAN panjang Pemilihan Umum 2014 yang tinggal seayun langkah lagi sampai di garis akhir kini tengah menjalani titik krusial, yakni proses rekapitulasi dan penghitungan suara pemilihan umum presiden. Pada babak inilah baik-buruknya pemilu akan kembali dipertaruhkan.
Kita mesti bersyukur bahwa dari sisi proses, pilpres pada 9 Juli lalu berjalan lancar, aman, serta mencatat peningkatan partisipasi pemilih yang luar biasa. Diperkirakan, partisipasi pemilih pada pilpres kali ini mencapai 80%, bahkan lebih. Itu jauh lebih baik ketimbang partisipasi pada pemilihan umum legislatif yang hanya sekitar 75%.
Antusiasme rakyat itu sangat tergambar pada pencoblosan di luar negeri. Di seluruh tempat pemungutan suara, jumlah pemilih meningkat tajam, bahkan ada yang sampai 300%.
Akan tetapi, semua prestasi itu dapat terhapus dengan mudahnya jika kita lupa mengawasi proses rekapitulasi suara yang berdasarkan pengalaman pada pileg lalu sarat kecurangan dan manipulasi. Bukan tidak mungkin hal yang sama akan terjadi pada rekapitulasi suara pilpres yang kini tengah dilakukan.
Kita harus ingatkan hal itu karena ancaman kecurangan dan pelanggaran pemilu bukan omong kosong. Itu selalu mewarnai perjalanan pemilu di Republik ini. Pelanggaran dan kecurangan kerap terjadi secara masif dan berjenjang, dari tingkat paling bawah di panitia pemungutan suara hingga panitia pemilihan kecamatan.
Apalagi saat ini kita saksikan persaingan di antara dua kandidat capres-cawapres cukup ketat. Berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei yang kredibel, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul 5%-7% atas pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Fakta perbedaan yang tidak terlalu besar itu mau tidak mau memunculkan potensi aksi jual beli suara yang lebih marak pada tahap rekapitulasi dan penghitungan suara. Selisih yang tak sampai dua digit itu amat mungkin dimanfaatkan sebagian orang untuk 'berdagang' suara kepada pihak yang membutuhkan suara.
Kecurangan mungkin saja dilakukan penyelenggara pemilu. Untuk itulah, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad telah memperingatkan KPU dan Badan Pengawas Pemilu agar tidak macam-macam.
Potensi kecurangan juga bisa datang dari capres-cawapres yang tidak siap kalah. Mereka menghalalkan segala cara, antara lain membeli suara atau membeli penyelenggara pemilu demi kemenangan. Kita berulang kali mengingatkan pemimpin yang duduk di tampuk kekuasaan karena berbuat curang sama sekali tidak terhormat dan martabat.
Kita jelas tak menginginkan hal itu terjadi karena teramat mahal harganya bagi kelangsungan demokrasi. Ketika suara rakyat diperdagangkan, ketika integritas penyelenggara negara diperjualbelikan, robohlah semua tahapan panjang pemilu. Itu sama saja mempermainkan suara rakyat.
Mempermainkan suara rakyat dalam pemilu sama saja dengan mencabik-cabik demokrasi tanpa ampun. Demokrasi menjadi lunglai karena telah termanfaatkan secara keji untuk tujuan kekuasaan semata. Demokrasi keropos karena dibiarkan tanpa kejujuran dan tak memihak rakyat.
Oleh karena itu, kita ingin mengingatkan lagi baik kepada penyelenggara, pengawas, maupun peserta pemilu agar memastikan bahwa proses rekapitulasi terbebas dari jangkauan kecurangan dan manipulasi.
Kita mesti bersyukur bahwa dari sisi proses, pilpres pada 9 Juli lalu berjalan lancar, aman, serta mencatat peningkatan partisipasi pemilih yang luar biasa. Diperkirakan, partisipasi pemilih pada pilpres kali ini mencapai 80%, bahkan lebih. Itu jauh lebih baik ketimbang partisipasi pada pemilihan umum legislatif yang hanya sekitar 75%.
Antusiasme rakyat itu sangat tergambar pada pencoblosan di luar negeri. Di seluruh tempat pemungutan suara, jumlah pemilih meningkat tajam, bahkan ada yang sampai 300%.
Akan tetapi, semua prestasi itu dapat terhapus dengan mudahnya jika kita lupa mengawasi proses rekapitulasi suara yang berdasarkan pengalaman pada pileg lalu sarat kecurangan dan manipulasi. Bukan tidak mungkin hal yang sama akan terjadi pada rekapitulasi suara pilpres yang kini tengah dilakukan.
Kita harus ingatkan hal itu karena ancaman kecurangan dan pelanggaran pemilu bukan omong kosong. Itu selalu mewarnai perjalanan pemilu di Republik ini. Pelanggaran dan kecurangan kerap terjadi secara masif dan berjenjang, dari tingkat paling bawah di panitia pemungutan suara hingga panitia pemilihan kecamatan.
Apalagi saat ini kita saksikan persaingan di antara dua kandidat capres-cawapres cukup ketat. Berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei yang kredibel, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul 5%-7% atas pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Fakta perbedaan yang tidak terlalu besar itu mau tidak mau memunculkan potensi aksi jual beli suara yang lebih marak pada tahap rekapitulasi dan penghitungan suara. Selisih yang tak sampai dua digit itu amat mungkin dimanfaatkan sebagian orang untuk 'berdagang' suara kepada pihak yang membutuhkan suara.
Kecurangan mungkin saja dilakukan penyelenggara pemilu. Untuk itulah, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad telah memperingatkan KPU dan Badan Pengawas Pemilu agar tidak macam-macam.
Potensi kecurangan juga bisa datang dari capres-cawapres yang tidak siap kalah. Mereka menghalalkan segala cara, antara lain membeli suara atau membeli penyelenggara pemilu demi kemenangan. Kita berulang kali mengingatkan pemimpin yang duduk di tampuk kekuasaan karena berbuat curang sama sekali tidak terhormat dan martabat.
Kita jelas tak menginginkan hal itu terjadi karena teramat mahal harganya bagi kelangsungan demokrasi. Ketika suara rakyat diperdagangkan, ketika integritas penyelenggara negara diperjualbelikan, robohlah semua tahapan panjang pemilu. Itu sama saja mempermainkan suara rakyat.
Mempermainkan suara rakyat dalam pemilu sama saja dengan mencabik-cabik demokrasi tanpa ampun. Demokrasi menjadi lunglai karena telah termanfaatkan secara keji untuk tujuan kekuasaan semata. Demokrasi keropos karena dibiarkan tanpa kejujuran dan tak memihak rakyat.
Oleh karena itu, kita ingin mengingatkan lagi baik kepada penyelenggara, pengawas, maupun peserta pemilu agar memastikan bahwa proses rekapitulasi terbebas dari jangkauan kecurangan dan manipulasi.
Kategori
🗞
Berita