Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utamaLewati ke footer
  • 20/6/2025
KOMPAS.TV - Contoh rumah subsidi terbaru dipertunjukkan di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta menuai beragam komentar. Rumah seperti ini, menurut rencana, dibanderol sekitar seratus juta rupiah dengan cicilan Rp600.000 per bulan.

Rumah subsidi dengan luas bangunan 14 meter ini lebih kecil dari ukuran rumah subsidi sebelumnya, yaitu 60 meter untuk luas tanah dan 36 meter persegi untuk luas bangunan.

Menteri Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, menyebut harga tanah di daerah dekat perkotaan semakin mahal. Karena itu, ukuran rumah subsidi diperkecil menjadi 14 dan 23 meter persegi agar tetap terjangkau.

Menurut Menteri Maruarar, rumah berukuran kecil tetap layak, asalkan tidak kumuh.

Lalu, apakah rumah subsidi Jabodetabek seluas 14 dan 23 meter persegi ini bisa jadi hunian yang tidak hanya terjangkau, tapi juga layak huni?

Kami akan perbincangkan hal ini bersama anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Yanuar Arif Wibowo serta Analis Tata Kota, Yayat Supriatna.

Baca Juga Pemerintah Siapkan 1.000 Rumah Subsidi, 3 Organisasi Wartawan Menolak Karena ini di https://www.kompas.tv/nasional/587352/pemerintah-siapkan-1-000-rumah-subsidi-3-organisasi-wartawan-menolak-karena-ini

#rumahsubsidi #maruararsirait #perumahan #dpr

Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/nasional/600774/full-rumah-subsidi-14-meter-persegi-tuai-kontroversi-dpr-dan-pakar-sepakat-hal-ini
Transkrip
00:00Contoh rumah subsidi terbaru dipertunjukkan di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta.
00:06Rumah seperti ini menurut rencana dibanderol sekitar 100 juta rupiah dengan 600 ribu rupiah per bulan.
00:14Rumah subsidi dengan luas bangunan 14 meter ini lebih kecil dari ukuran rumah subsidi sebelumnya,
00:20yaitu 60 meter untuk luas tanah dan 36 meter persegi untuk luas bangunan.
00:26Menteri Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Marwarar Sirait menyebut,
00:32harga tanah di daerah dekat perkotaan semakin mahal.
00:36Karena itu, ukuran rumah subsidi diperkecil jadi 14 dan 23 meter persegi agar tetap terjangkau.
00:45Menurut Menteri Marwarar, rumah berukuran kecil tetap layak asalkan tidak kumuh.
00:51Tanahnya mahal, nah jadi bagaimana caranya?
00:57Tentu kita berpikir tanahnya diperkecil, desainnya dibuat bagus, dibuat tidak kumuh dan menarik.
01:07Kalau isunya soal 60 meter itu, mau saya kasih lihat yang 60 meter yang kumuh, boleh?
01:13Yuk, kita lihat. Jadi nggak ada jaminan juga 60 meter nggak kumuh.
01:16Sejumlah warga menilai ukuran rumah subsidi terlalu kecil untuk keluarga dan hanya cocok, satu penghuni.
01:26Itu kecil ya, tapi kalau untuk sendiri juga bisa, tapi kayaknya kurang maksimal deh itu, terlalu kecil banget karena.
01:36Udah ngeliat kan dia tingkat ya, cuma kayaknya untuk kalau keluarga berencana, anak dua terlalu kecil ya.
01:43Keluarga kecil, keluarga muda sih oke kayaknya, cuman kalau keluarga yang banyak anak kayaknya repot deh.
01:50Karena tempat bermain anak juga nggak ada, kayaknya gitu ya, sempit sekali kak, menurut saya itu kak.
01:54Memiliki rumah merupakan impian banyak keluarga.
02:01Rumah subsidi bakal dibangun di daerah-daerah penyangga Jakarta, seperti Bekasi, Depok, dan Cikaran.
02:09Tim Liputan, Kompas TV
02:11Lalu apakah rumah subsidi Jabodetabek seluas 14 dan 23 meter persegi ini bisa jadi hunian yang tidak hanya terjangkau, tapi layak huni?
02:22Kami akan perbincangkan hal ini bersama anggota Komisi 5 DPR RI dari fraksi Partai Kandilan Sejahtera Yanwar Ariefi Bowo,
02:29serta analis Tata Kota Yayat Supriyatna.
02:31Selamat malam Bapak Pak.
02:33Selamat malam Mas Radhi.
02:35Saya ke Pak Yanwar dulu.
02:36Selamat malam Pak Yayat.
02:36Ya, saya ke Pak Yanwar dulu.
02:38Pak Yanwar, dalam tataran kebijakan dan implementasi program ini, menurut Anda, bagaimana kebijakan rumah subsidi ini bisa sejalan dengan standar hunian yang layak?
02:46Karena menurut keputusan Menteri PUPR, ini saya bacakan nomor 689 tahun 2023.
02:52Disebutkan luas minimal hunian itu 18 meter persegi, sedangkan yang diterapkan sekarang 14 meter persegi, bahkan ada yang seluas itu.
02:59Bagaimana nih Pak Yanwar?
02:59Ya, jadi gini, kita akan melihat dua aspek ya, terkait dengan yang sedang ramai dibicarakan soal rumah dengan luasan 18 meter persegi.
03:12Pertama, kita lihat dari aspek legalitasnya.
03:15Kita ini sudah punya Undang-Undang 1 Nomor 1 Tahun 2011.
03:22Itu jelas dikatakan di situ, ada rumah dengan berbagai jenis.
03:28Kita ada rumah umum, ada rumah komersial, ada rumah khusus, ada rumah swadaya, ada rumah negara.
03:36Ini pengertian rumah di Undang-Undang Perkim Nomor 1 2011.
03:39Nah, yang sedang ramai kita bicarakan, ini adalah rumah umum.
03:44Di mana ketentuan rumah umum inilah yang dapat mendapat fasilitas diperuntukkan untuk MBR, masyarakat berpenghasilan rendah.
03:53Ini perlu dipahami dulu, satu.
03:55Yang kedua, kita punya PP Nomor 12 Tahun 2021.
04:01Ini yang mengatur tentang minimum luas lahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
04:07Itu diatur di pasal 14 dan juga penjelasannya.
04:12Luas lahan itu minimum 60 meter, maksimum 200 meter, dengan luas tampak depannya itu 5 meter.
04:20Nah, ini ketentuan regulasi yang ada terkait dengan perumahan bersubsidi.
04:24Nah, yang kedua, kita lihat waktu tahun 2012, Undang-Undang 1 2011 ini, ini sebenarnya mengatur luasan minimum untuk MBR, yaitu 36 meter persegi.
04:40Tapi di tahun 2012, itu digugat di Mahkamah Konstitusi, maka luasannya tidak dibatasi 36 meter persegi.
04:48Itu dihilangkan.
04:50Nah, yang menjadi perhatian kita adalah bahwa kenapa dulu 36 meter persegi ini dimasukkan, diatur sebagai norma di dalam Undang-Undang itu.
05:00Tentu ini ada dasarnya.
05:02Apa dasarnya?
05:03Dasarnya adalah SNI itu mengatur tentang luasan, yaitu 9 meter persegi per jiwa.
05:10Kalau kita mengatur ke MDGs, itu 7,2 meter persegi per jiwa.
05:15Itu secara legal, ya, regulasi yang ada.
05:19Nah, yang kedua, kita bicara soal aspek kenapa rumah ini, ya, menjadi perhatian oleh seluruh banyak pihak.
05:27Bahkan Pak Prabowo mencarakan tentang 3 juta rumah.
05:32Ya, 1 juta rumah di kota, 1 juta rumah di desa, dan 1 juta rumah di pesisir.
05:37Nah, bicara soal luas, ya, kalau rumah itu adalah rumah komersil,
05:45monggo silahkan, pengembang mau membawa 15 meter, 18 meter, 14 meter, silahkan.
05:52Dengan luas berapapun lahan, silahkan.
05:54Nah, yang menjadi kritikal adalah kenapa di MBR itu perlu kita atur, Mas Radi.
06:02Karena di situ ada dana pemerintah, dana rakyat, ada uang negara di situ.
06:07FLPP itu akan menjadi salah satu...
06:12Halo?
06:13Ya, silahkan, silahkan.
06:14FLPP.
06:14Itu kan subsidi ya, subsidi bunga.
06:17Itu nilainya 28 triliun loh.
06:19Oke.
06:20Oke, kalau begitu saya tanya ke Pak Iyat dari perspektif tata kota ini sekarang.
06:25Pak Iyat, menurut Anda rumah subsidi dengan luas 14 sampai 23 meter persedi?
06:29Jadi, yang tadi dikatakan oleh Pak Yanwar, bahwa NBR itu ya, ini pakai uang negara,
06:35sehingga ya, kita punya, negara punya keterbatasan untuk menyediakan lahan.
06:39Tapi, dengan lahan seperti ini, dengan lahan seluas itu memenuhi standar hunian layak,
06:44gak ada di perspektif tata kota?
06:45Khususnya untuk pekerja di Jabodetabek misalnya.
06:47Mereka sudah lelah bekerja seharian, menghadapi, harus pulang ke rumah dengan kondisi yang seperti itu.
06:52Ya, sangat tidak manusiawi.
06:55Ukuran segi itu sangat tidak manusiawi.
06:59Mengapa?
06:59Tadi sudah dikatakan oleh Pak Yanwar, aturan kita itu minimal 9 meter persegi.
07:04Maka, konsep 36 meter itu kan suami istri dengan 2 anak.
07:09Proporsional.
07:10Kemudian, kalau diperluas, itu menjadi 60 masih proporsional.
07:15Karena yang tidak diperhatikan itu adalah housing carrier.
07:18Kita perhatikanlah sekarang ini di perumahan-perumahan yang tadinya tipe 36,
07:22jika dia makin sejahtera, ingin punya kendaraan, ingin ditingkatkan.
07:27Kalau halamannya hanya 25 meter, 20 meter, gak dapat apa-apa.
07:32Saya mempraktekan itu, karena saya punya binaan dalam arti,
07:36bagaimana ukuran 24.
07:38Sorry, gak manusiawi.
07:40Karena bukan apa-apa.
07:41Kita kebijakan mengecilkan rumah,
07:44tanpa ada kebijakan secara demografi.
07:46Mohon maaf ya, kalau di Cina itu,
07:49satu keluarga, satu anak bisa didesain,
07:52karena aturan negara mengunci.
07:54Tapi kan kita tidak ada aturan yang mengunci berapa jumlah anggota keluarganya.
07:59Sementara di negara lain, seperti Jepang,
08:02orang mengatakan, rumah makin mahal, saya tidak mau punya anak.
08:06Nah, kultur itu tidak ada di kita.
08:08Nah, di perkotaan, saran saya yang terbaik memang,
08:10kenapa tidak mendorong rumah susun sewa?
08:13Nah, itu.
08:14Atau rumah susun yang terjangkau?
08:16Sekali lagi saya mengatakan,
08:18yang terbaik untuk merubah struktur dengan membangun kultur baru,
08:22adalah membangun rumah susun yang lebih dekat dengan tempat bekerja.
08:26Ya, ini kan yang saya potong sebentar sama Pak Yayat.
08:33Ini kan yang Anda bicarakan berarti dampak jaga panjang pembangunan rumah ini, kan?
08:36Nah, yang Anda bilang tadi kan berkeluarga, tumbuh, begitu.
08:39Kalau di perumahan komersil, ada yang namanya konsep rumah tumbuh.
08:43Nah, kalau ini kan mau tumbuh bagaimana dengan lahan seperti itu?
08:45Tadi ditawarkan solusi rumah, apa namanya, hunian vertikal.
08:49Saya ke Pak Yanor dulu kalau gitu.
08:51Bagaimana tadi menjawab, apa namanya, kritik oleh Pak Yayat tadi juga?
08:55Ini jangka panjangnya juga harus dipikirkan oleh pemerintah.
08:58Termasuk juga, apa namanya, jika memang mereka nanti berkeluarga, sudah punya anak.
09:03Apa yang, solusi apa yang bisa ditawarkan oleh pemerintah kira-kira melalui pembicaraan dengan DPR?
09:08Ya, jadi gini, Pak Mas Radia,
09:11kita itu menyediakan rumah layak untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
09:18Ini fokusnya nih, kita jangan kehilangan fokus.
09:22Data BPS semester pertama tahun 2024,
09:25itu memenampilkan bahwa rumah rata-rata anggota keluarga miskin itu 4,78.
09:35Itulah sasaran MBR.
09:38Jadi, anggota keluarga, ya, calon penerima rumah subsidi ini,
09:43ini data BPS menyatakan itu 4,78.
09:47Artinya, satu keluarga itu 4 atau 5 orang rata-ratanya.
09:50Nah, kalau kemudian 18 meter ini dijadikan sebuah standar oleh pemerintah, oleh kementerian PKP,
10:01maka jelas ini ngawur gitu loh.
10:02Tidak manusiawi, tidak memperhatikan aspek sosial, aspek budaya, aspek spiritual, aspek kesehatan, aspek lingkungan.
10:11Kita membangun rumah itu bukan sekedar tidak kepanasan dan tidak kehujanan,
10:15tapi ini membangun peradaban, membangun masa depan.
10:18Nah, ini yang harus diperhatikan gitu loh.
10:20Apalagi dana pemerintah itu besar untuk memfasilitasi masyarakat berpenghasilan rendah ini.
10:27Kalau yang sekarang ya, 220 ribu rumah dengan mendapat fasilitas FLPP, itu sudah 28 triliun.
10:36Kalau saya bagi dengan pembiayaan selama 20 tahun, itu subsidinya per unit rumah itu 128 juta.
10:45Kalau dibagi rata-rata per bulan, subsidi untuk MBR itu 500 ribu.
10:50Nah, jangan sampai kemudian dana besar pemerintah yang ingin digunakan untuk masyarakat berpenghasilan rendah ini,
10:58kemudian bergeser.
11:00Jangan gara-gara nyunsewu, ada kolega kita, ada teman kita, punya dagangan,
11:07dengan spek yang ada, kemudian dipaksakan.
11:10Nah, itu kesannya kan jadi dipaksakan gitu loh Pak Yanwar ya.
11:15Jadi kalau saran yang dibilang Pak Yanwar tadi, perlu nggak sebenarnya pemerintah ini mempertimbangkan hunian vertikal saja?
11:23Alih-alih membangun hunian-hunian yang tidak vertikal tapi maksa kesannya gitu loh.
11:28Gini Mas Radhi, yang disampaikan itu 18 meter dengan luas lahan 25 dan 30, itu kan hunian tapak.
11:36Hunian tapak itu nggak cocok di kota, di kota itu harus didesain hunian vertikal.
11:41Nah, ini yang harus dipahami nih oleh teman-teman di PKP gitu ya.
11:47Supaya paham gitu loh bagaimana menata apa yang diinginkan Bapak Prabowo dengan 3 juta rumah.
11:52Itu luar biasa bagus gitu ya.
11:54Nah, tinggal PKP ini bisa tidak menerjemahkan.
11:57Nah, rumah tapak itu cocok untuk di pedesaan.
12:01Lahannya juga masih luas.
12:02Di pesisir, lahan masih cukup.
12:05Sehingga rumah tumbuh itu sangat dimungkinkan dengan 60 sampai 200 gitu ya.
12:09Tapi kalau di perkotaan, yang harus di-develop itu adalah rumah vertikal.
12:15Bisa bentuknya nanti, rumah tsunami, rumah susun milik itu bisa dapat sumber tinggi gitu loh.
12:21Saya tanyakan solusi kalau gitu ke Payayat, apakah tadi solusinya ya hunian vertikal saja sudah yang didorong.
12:26Nggak usah maksa juga ke hunian apa yang melihat luas tanah yang kecil sekarang dipaksa untuk ditinggali gitu.
12:34Ya, saya sependapat bahwa yang paling unik, pertama satu, WMR itu, WMR itu, itu dikunci oleh income yang terbatas.
12:44Kalau udah rumahnya kecil, dipelih di pinggiran, kos transportasinya makin tinggi.
12:50Pulang ke rumah.
12:51Lelah, rumahnya sempit, pasti tambah tidak sehat.
12:54Mohon maaf ya.
12:54Saya melihat tipe rumah kecil, itu yang ditawarkan itu kan tidak punya dapur.
12:59Saya melihat dengan fakta bahwa mereka masak depan rumah.
13:02Ya.
13:02Kita bisa baik.
13:03Tapi gini-gini, sebentar Pak Payayat.
13:05Payayat sebentar.
13:06Tapi kan kalau kita bicara rusunawa atau rusunami begitu ya, ini kan sebenarnya sudah ada.
13:11Pemerintah Provinsi Jakarta misalnya, itu sudah membuat itu.
13:13Tapi peminatnya kurang.
13:14Apa sih yang menyebabkan peminat kurang ini?
13:16Pertama begini, saya menyarankan struktur yang membangun kultur baru adalah yang tinggal di rumah susun itu harus mendapatkan subsidi selain untuk rumah susun.
13:27Saya akan ambil contoh.
13:29Jakarta itu setiap tahun menggelontorkan 17 triliun untuk dana apa?
13:35Dana BPJS, bagaimana kesehatan, dana transportasi, kartu sehat, lansia, dan sebagainya.
13:39Kita prioritaskan saja, siapa yang ke rumah susun, mau meninggalkan kawasan kumuh, dapat bantuan-bantuan sosialnya.
13:50Jadi orang tergerak bahwa tinggal di rumah susun bukan sekedar tinggal untuk menyewa.
13:55Tapi ada fasilitas.
13:57Kita bisa bayangkan saja ya, kalau rumah tipe kecil, itu nilai apa yang ditanamkan?
14:02Lebih bagus dengan adanya rumah susun, sewa, atau milik, itu bisa mengurangi mitigasi misalnya kebakaran, kekumuhan, dan sebagainya.
14:11Pak Yanwar, kalau gitu gini, apa yang bisa Anda dorong sebagai anggota DPR yang berkoordinasi juga dengan pemerintah, termasuk masalah hunian ini,
14:19tentang strategi pemerintah untuk memastikan rumah subsidi ataupun hunian bersubsidi ini mendukung stabilitas sosial dan ekonomi pekerja,
14:25bukan hanya solusi sementara, termasuk misalnya mengintegrasikan rumah subsidi dengan infrastruktur kota.
14:29Seperti tadi kata Pak Yaya, transportasi umum dan fasilitas sosialnya dilengkapi.
14:33Jadi begini, Bapak Presiden mencanangkan 3 juta rumah per tahun.
14:393 juta rumah ini, ini, ini, apa namanya, dibagi ada yang membangun, ada yang rehab.
14:46Nah ini harus kita fokus.
14:49Bahkan rehab rumah tidak layak huni, ini juga harus penting diperhatikan.
14:54Pertama, rumahnya ada, tanahnya ada, cuman rumahnya tidak layak.
14:58Dan biaya rehab rumah itu jauh lebih ringan, lebih murah.
15:03Nah, ada juga rumah yang dibangun, di-develop.
15:07Ini tentu butuh ekosistem yang dibangun ya.
15:10Nah, sekarang begini.
15:11Kemarin Pak Menteri menaikkan MBR itu dari yang maksimal 8 juta menjadi 14 juta.
15:18Ini juga saya sebenarnya tidak setuju.
15:20Kenapa?
15:21Masyarakat berpenghasilan rendah semakin tertekan.
15:25Saya mengusulkan begini sebenarnya, MBR itu harus terukur.
15:30Di tempat saya, di Banyumas, UMR-nya 2,2 juta.
15:34Bagaimana mungkin dia bersaing dengan yang berpendapatan 10 juta, 14 juta.
15:38Semakin tertekan ini, orang miskin berpendapatan rendah untuk mendapatkan akses rumah.
15:43Nah, ini yang perlu diperhatikan.
15:46Ini skemanya yang harus ditata ulang.
15:48Karena orang miskin ini diberi akses gitu.
15:50Ya, skemanya yang harus ditata ulang.
15:52Semoga pembicaraan kita malam hari ini dengar juga oleh Menteri Perumahan Rakyat,
15:56Bung Marwarasi Rakyat.
15:57Karena ya itu aspek-aspek sosiologis yang harus banyak dipertimbangkan
16:01untuk bisa supaya rumah-rumah bersubsidi ini bisa kompek dengan masyarakat di berbagai lapisan sosial.
16:07Terima kasih Pak Yanwar, Pak Yayat sudah berbagi pandangannya di Sapa Indonesia malam hari ini.
16:12Sampai jumpa lagi saat malam.
16:12Terima kasih.

Dianjurkan