Keberadaan sound horeg atau sound system berkapasitas besar semakin marak digunakan dalam berbagai acara, mulai dari konvoi hingga hiburan di lingkungan masyarakat. Namun, fenomena ini tak selalu disambut dengan antusias oleh semua kalangan, terutama warga lanjut usia (lansia) yang sering merasa terganggu. Banyak dari mereka mengeluhkan suara bising yang dihasilkan, karena dapat mengganggu istirahat dan memengaruhi kondisi kesehatan mereka. . “Sound horeg sebaiknya dipasang di dekat ruang sidang DPR atau kantor kementerian,” ungkap salah satu netizen di platform X @blank0429. Ia menambahkan bahwa kegiatan tersebut harus dilakukan dengan volume maksimal dan memberikan ruang bagi mahasiswa serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk tampil dan menyuarakan aspirasinya, dengan siaran langsung di televisi dan diliput media internasional. "Dilaksanakan setiap hari supaya pesan mereka bisa tersampaikan dengan jelas," tulisnya. . Pertanyaan kemudian muncul, mengapa aparat tetap mengizinkan aktivitas tersebut berlangsung di tempat umum? Polisi menjawab bahwa izin keramaian sudah dikeluarkan, namun hal ini memicu respons beragam dari publik. Seorang netizen menulis, "Jadi kalau sudah ada izin, tidak masalah ya Pak? Publik yang terganggu bagaimana? Kenapa aparat tidak memihak mereka yang merasa terganggu?" Pertanyaan ini menyoroti kesenjangan antara pemberian izin resmi dan perasaan masyarakat yang terdampak langsung. Tidak sedikit warganet yang berpendapat bahwa fenomena sound horeg telah menjadi alat politik dan sulit diberantas dalam jangka panjang. . Salah satu komentar menyebut, "Ini hiburan buat rakyat miskin dan bodoh. Tanpa manfaat, malah bikin orang lain tuli dan bisa kena serangan jantung." Ada juga yang menyindir, "Publik kan tidak ngasih duit seperti yang minta izin, jadi wajar saja kalau aparat lebih memilih mereka." . Fenomena penggunaan sound horeg tidak hanya menjadi masalah kebisingan, tetapi juga simbol dari gesekan sosial yang terjadi di masyarakat.
