SPECIAL DIALOGUE: Tak Tembus PTN Impian, Apa yang Harus Dilakukan? [Part 2]

  • last year

Special Dialogue Okezone bersama Dr. Imelda Ika Dian Oriza, M.Psi, Ketua Program Studi Psikologi Profesi Program Magister Universitas Indonesia.

 

Special dialogue kali ini mengangkat tema 'Tak Tembus PTN Impian, Apa yang Harus Dilakukan?

 

Category

🗞
News
Transcript
00:00 [MUSIK]
00:18 Membahas soal faktor-faktor internal dalam regulasi emosi tadi ya.
00:24 Sekarang kita faktor-faktor eksternal yang mungkin juga akan memengaruhi kita pada saat kita belum berhasil.
00:32 Yang pertama pasti orang tua.
00:34 Terlepas dari orang tuanya itu misalkan open minded, "Eh gak apa-apa, itu serah kamu."
00:41 Tapi pasti ada perasaan bahwa "Aku mengacaukan orang tua, aku gagal membahagiakan orang tua."
00:47 Dan mungkin contoh, kasih contoh juga deh, gimana sih jadi orang tua yang baik ketika ngadepin anak yang
00:54 yang sedang, emosinya sedang memuncah seperti itu.
00:59 Betul, betul. Ini penting banget pertanyaannya ya Mas Kavit ya.
01:03 Ketika kita emosinya turbulens, kita akan sangat terbantu kalau ada semacam kayak jangkar ya.
01:15 Seperti jangkar, supaya kita gak turbulens. Jadi kita cari jangkar, biasanya kita kayak gitu.
01:20 Kalau kita lagi emosi turbulens, kita biasa cari jangkar di mana aku bisa menenangkan diri.
01:25 Nah sebetulnya, nah masalahnya kadang-kadang kalau orang tua juga punya turbulens juga.
01:32 Kalau orang tuanya turbulens, anaknya turbulens, ini gak ketemu nih ya.
01:38 Orang tuanya mungkin juga punya harapan ya, namanya juga perempuan.
01:42 "Oh di ngadepan, ya deh kok gak dapet ya, Kak."
01:45 Itu juga orang tua wajar banget punya kekecewaan juga.
01:50 Namun, sekali lagi, memang kita berharap sebagai orang tua karena kita lebih matang,
01:57 kita lebih bisa meregulasi emosi kita ya. Sehingga ketika anak-anak turbulens,
02:02 dia bisa melihat bahwa kita cukup tenang, kita cukup suportif.
02:08 Karena ini udah cukup marah sama dirinya sendiri nih.
02:12 Kalau kita juga sebagai orang tua, "Ya, misalnya gitu ya."
02:17 Atau, ini tambah turbulens gitu.
02:21 Jadi, sebetulnya adalah ketika kita sebagai pendamping dari orang yang emosinya sedang kuat,
02:29 kita sendiri perlu menerima emosi kita sendiri, lalu kita menenangkan diri kita sendiri dulu.
02:36 Kita tenang dulu.
02:38 Kadang-kadang kita sebagai orang tua kecewa, tapi kita bilang, "Ya udah gak apa-apa."
02:43 Tapi sebenarnya mungkin kita kecewa.
02:45 Dan kadang-kadang kekecewaan kita itu ditangkep ya, sama anak-anak ya.
02:49 "Mama cuma omong di bibir aja, Papa ngomong kayak gitu, gak tahu perasaanku,
02:55 tapi aku tahu Papa kecewa banget." Misalnya gitu.
02:57 Jadi, cara terbaik adalah sebetulnya mengakui.
03:00 "Ya, betul Mama kecewa dan Mama punya harapan yang sama dengan kamu."
03:04 Namun, sekarang yuk kita fokus lagi pada tujuan kamu.
03:09 Tujuan kamu untuk belajar ilmu itu, tujuan kamu untuk belajar,
03:13 tujuan kamu untuk jadi pribadi yang mandiri.
03:16 Jadi, sebagai orang tua, kita perlu tenang dulu,
03:21 karena nanti kita mau membantu anak-anak kalau bahasa psikologinya itu menjadi teman meregulasi emosi.
03:27 Tapi kita harus stabil dulu.
03:30 Jadi, supaya ini walaupun turbulensi, dia akan keikut, akan keikut tenang nanti.
03:36 Kalau sama-sama turbulensi, nanti jadi kacau ya.
03:39 Jadi, ini harus tenang dulu, jadi anak-anak akan keikut.
03:44 "Oh, orang tuaku tenang. Oh, orang tuaku kecewa juga."
03:48 Tapi begitu caranya mengatasi kekecewaan.
03:51 Jadi, kita jadi role model buat anak-anak.
03:54 Tapi kan banyak orang tua-orang tua yang bilang langsung,
03:58 "Ya udah, enggak apa-apa. Belum rejeki." Misalkan gitu-gitu orang tuanya.
04:02 Anak-anak pasti dapat pressure sendiri kan.
04:06 Berarti memang orang tua juga harus mengakui terlebih dahulu, ya.
04:10 "Iya, nak. Saya juga berharap, tapi enggak usah kecewa."
04:14 Biar mereka se-role model seperti itu kan.
04:17 Betul, betul.
04:18 Kadang-kadang ketika kita, "Udah lah, enggak apa-apa lah.
04:21 Kan nanti bisa kuliah di sini, bisa ini.
04:24 Papa masih bisa lah biayain kamu di swasta." Misalnya gitu ya.
04:28 Atau, "Masih bisa lah kita ke luar negeri." Misalnya gitu.
04:31 Tapi, seringkali kita perlu sebagai orang tua
04:38 perlu mengenali emosi anak juga.
04:40 Jadi, jangan langsung, "Enggak apa-apa."
04:43 Tapi kita mengenali, "Adik kecewa banget.
04:46 Kakak kecewa banget. Mama ngerti."
04:48 Atau, "Bapak, Papa ngerti."
04:50 "Pasti sedih banget ya."
04:52 Jadi, kita tidak langsung menghilangkan.
04:56 "Udah lah, enggak usah dipikirin."
04:58 Kita tetap pokoknya kuliah.
05:00 Padahal sebenarnya masih bergejolak.
05:02 Tapi kalau, "Udah lah." Itu kayak diteken ya.
05:04 "Udah lah, enggak usah dipikirin."
05:06 Padahal ini masih bergejolak.
05:08 Jadi, sebenarnya kadang-kadang kita sebagai orang tua
05:11 perlu menari bareng sama anak-anak.
05:14 Oh, sedih.
05:15 Tapi, habis itu kita kan lama-lama tenang.
05:18 Terus anak-anak juga tenang.
05:20 Jangan kita takut, tenang.
05:22 "Udah, tenang aja." Kita ada jalan.
05:24 Tapi ini masih kecewa ya.
05:26 Jadi, kadang-kadang kita perlu, "Oh, sedih ya."
05:29 "Marah ya." "Takut ya."
05:31 "Kecewa ya."
05:33 Habis itu kita kasih contoh.
05:35 Kita lama-lama kan jadi stabil bareng.
05:37 Gitu, Mas Khafid.
05:39 Terus yang kedua, dari faktor SLA lagi,
05:41 biasanya teman-teman.
05:43 Mereka juga, walaupun niatnya enggak membully,
05:48 kadang kalau teman-teman nanya,
05:50 "Eh, kamu masih kuliah di mana ini?"
05:52 Itu jadi tekanan yang besar juga
05:54 buat kawan-kawan kita yang belum berhasil.
05:58 Cara ngadepinnya kayak gimana?
06:00 Atau mungkin yang lebih simpel,
06:02 cara jawab kalau teman kuliah di mana itu kayak gimana sih?
06:05 Enak ya?
06:06 Betul, betul.
06:07 Kadang-kadang enggak usah ditanya.
06:09 Kita bisa lihat dari postingan sosmed ya.
06:12 Kalau misalnya keterima kan sudah langsung.
06:14 Waktu itu banyak banget postingan sosmed.
06:17 "Selamat, Anda diterima."
06:19 Yang itu tuh.
06:21 Schedule-nya lah ya.
06:23 Jadi, enggak usah nanya.
06:25 Sebetulnya berarti orang itu dapat.
06:27 Atau enggak usah nanya, dia enggak posting,
06:29 berarti dia enggak dapat.
06:30 Jadi, sebetulnya kalau anak-anak zaman sekarang,
06:32 mungkin kalau mengikuti berita teman-temannya
06:35 lewat dari sosial media.
06:37 Makanya mereka seringkali mematikan sosial media
06:39 karena aku enggak mau lihat siapa yang dapat
06:41 atau siapa yang enggak dapat.
06:43 Kalau misalnya dapat pertanyaan,
06:46 "Gimana? Enggak dapat?" atau apa.
06:49 Ada banyak respon yang mungkin,
06:54 gini, respon apapun yang dimiliki anak-anak
06:56 rasanya wajar ya.
06:57 Karena mereka enggak bisa kayak kita yang,
06:59 enggak bisa seperti orang dewasa yang bisa
07:02 langsung kayak tersenyum,
07:05 padahal sebenarnya pedih.
07:07 Kadang-kadang mungkin kita
07:10 cara terbaik sebetulnya enggak usah nanya,
07:12 karena itu masalah yang sensitif.
07:14 Lalu kemudian kalau misalnya dapat pertanyaan,
07:17 ketika sama seperti kita gagal,
07:20 kita dapat pertanyaan, kita dapat apa enggak,
07:23 pasti kita males merespon.
07:25 Namun respon yang terbaik,
07:27 "Ya, belum waktunya,
07:31 tapi saya suka banget ilmu itu,
07:34 misalnya mau masuk ekonomi,
07:35 saya suka banget ekonomi,
07:36 saya suka banget teknik,
07:38 jadi saya akan belajar di tempat lain dulu."
07:42 Gitu ya, kalau misalnya ditanya.
07:47 Kalau misalnya menghadapi pecandaan atau bulian,
07:50 kadang-kadang kita mesti bilang,
07:52 itu sensitif banget,
07:53 "Loh, apakah dikit kek sama saya?"
07:56 Atau kita ya sudah meninggalkan,
07:59 "Bentar, bentar, gue belum siap, belum siap, belum siap."
08:02 "Kamu beruntung, tapi aku belum siap nih,
08:06 jadi aku belum siap bicara tentang ini,
08:08 jangan ngomongin ini dulu deh."
08:10 - Ngejar-ngejar dulu ya?
08:12 - Iya.
08:13 Kadang-kadang anak-anak kalau sama sahabat-sahabat sih
08:17 becanda-becandanya bisa ngebully,
08:19 tapi sebenarnya karena ini topik yang sensitif,
08:23 kita semua perlu peka,
08:27 perlu sensitif.
08:29 "Eh, kita enggak usah ngomongin itu,
08:32 ngomongin yang lain."
08:33 Misalnya gitu sih.
08:34 "Boleh nggak ngomongin yang lain dulu?"
08:36 Kadang-kadang kita perlu menyampaikan juga sih,
08:38 "Aku belum berhasil,
08:39 aku ikut senang sama keberhasilan kamu,
08:41 namun aku belum berhasil."
08:44 Kadang-kadang kita boleh juga ya sebagai
08:47 yang belum berhasil,
08:49 kita bisa bilang,
08:50 "Aku iri loh sama kamu."
08:51 Karena kita memang iri ya.
08:53 "Saya iri deh."
08:55 "Mengakui aja,
08:57 aku iri loh sebenarnya sama kamu.
08:59 Aku sendiri deh aku nggak dapat.
09:01 Aku iri, kamu beruntung banget.
09:03 Kamu harus belajar yang serius di tempat itu.
09:06 Karena kalau aku jadi kamu,
09:07 aku akan belajar serius banget.
09:09 Dan sekarang aku akan belajar serius di tempat lain,
09:12 supaya nanti kalau kita sama-sama lulus,
09:15 kita boleh adu kualitas kompetensi ya.
09:18 Mungkin aku sebagus kamu
09:20 atau lebih bagus dari kamu,
09:21 walaupun bukan di PTN."
09:23 [Musik]

Recommended