RASULULLAH LANGSUNG MERUBAH ARAH KIBLAT SAAT SHALAT -- INILAH HIKMAH DARI BERPINDAHNYA KIBLAT
  • last year
Pada bulan Syawwal abad ke-2 H, terjadi sebuah sejarah yang sangat penting, yaitu turunnya wahyu tentang tahwilul qiblah (perpindahan kiblat). Awal mula turunnya ayat tentang tahwilul qiblah adalah ketika Rasulullah ﷺ merasa bahwa ada ‘kurang pas’ jika umat Islam ketika shalat menghadap Masjid al-Aqsha.

Kaum Yahudi pun merasa bangga dengan dijadikannya masjid al-Aqsha sebagai kiblatnya umat Islam. Memang awalnya, Masjidil Aqsha adalah kiblatnya kaum Yahudi.

Seperti yang diceritakan oleh Ibnu Khaldun dalam Faslun fi al-Masjid wa al-Buyut al-Adhimah fil Alam. Beliau menuliskan “Bait al-Maqdis atau yang sering disebut sebagai Masjid al-Aqsha pada awalnya di masa kaum Sabean adalah kuil Zahrah (Dewi Venus). Kaum Sabean menggunakan minyak sebagai sajian pengorbanan yang dipercikkan dan disiram pada karang yang ada di kuil tersebut. Kuil pemujaaan Dewi Venus ini pada tahap selanjutnya mengalami kerusakan. Dan ketika Bani Israil berhasil menguasai Yerusalem, mereka menggunakan karang bekas pemujaan di kuil Zahrah tersebut sebagai kiblat untuk peribadatan mereka.”

Meskipun Rasulullah ﷺ tidak terlalu senang dengan dijadikannya Masjidil Aqsha sebagai qiblat shalat, beliau tidak langsung memohon kepada Allah SWT untuk mengalihkan arah kiblat.

Sehingga suatu ketika, Jibril datang kepada Rasulullah ﷺ dan beliau menceritakan perihal tentang qiblat tersebut kepada Jibril.


Perlu diketahui sebelumnya, bahwa Nabi Muhammad ﷺ memiliki derajat yang sangat tinggi disisi Allah melebihi Nabi-Nabi yang lain. Ini bisa dibuktikan dengan perbedaan ungkapan-ungkapan yang ada di dalam al-Qur’an.

Jika Nabi Musa perlu memohon kepada Allah dengan berdo’a robbi isyrahli shadri, )Ya Tuhan lapangakanlah dadaku!, Thaha : 25), tapi untuk Nabi Muhammad ayatnya berbunyi alam nasyrah laka shadrak (Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?, QS: al-Insyirah: 1).

Turunnya ayat tahwilul qiblat itu diawali dengan diundangnya Nabi Muhammad untuk menghadiri jamuan makan oleh kabilan Bani Salmah. Sebagai wujud perhormatan kepada tuan rumah, biasanya Nabi Muhammad tidak akan meninggalkan rumah tersebut kecuali telah melaksanakan shalat di sana.

Biasanya beliau menyuruh sahabat lain untuk menggantikan beliau sebagai Imam di Masjid Nabawi. Ketika beliau melaksanakan shalat Dhuhur (riwayat lain menyebutkan shalat Ashar), pada raka’at kedua dalam keadaan ruku’, turun ayat

قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى ٱلسَّمَآءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَىٰهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS: al-Baqarah, 144)

#rasulullah
#tahwilulqiblah
#sejarahislam
#kajianislam
#tintamahabbah