Profil Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono - Pahlawan Nasional
  • 5 tahun yang lalu
TRIBUN-VIDEO.COM - IJ Kasimo lahir sebagai anak keempat dari sebelas bersaudara.

Ayah dari IJ Kasimo adalah Ronosentiko dan ibunya bernama Dalikem,

Ayah IJ Kasimo bekerja sebagai prajurit Keraton Yogyakarta.

Sedangkan ibunya mengurus keperluan rumah tangga.

Sebagai seorang prajurit keraton, Ayah IJ Kasimo tidak diperbolehkan memiliki pekerjaan lain kecuali mengabdi pada sultan.

IJ Kasimo dilahirkan dalam kondisi sistem feodalisme yang menguat.

Segala sesuatu dipusatkan untuk kepentingan Sultan beserta keluarganya.

Hampir seluruh tanah di wilayah kesultanan dikuasai oleh Sultan dan dibagikan kepada para putra dan putrinya.

Sistem tersebut menjadikan Ayah IJ Kasimo tidak menerima gaji. Namun sebagai imbalang, ayahnya diberi sebidang tanah seluas 7096,50 meter persegi.

Setelah terbitnya aturan baru tahun 1918, ayah IJ Kasimo beru menerima uang sebesar 26 gelo.

Disini IJ Kasimo merasakan bahwa gaji ayahnya tidak cukup untuk kebutuhan.

Karena itu, ibunya harus memeras keringat dan membanting tulang untuk pekerjaan tambahan dengan menjadi Parealan atau tukang tukar uang di pasar serta membuat usaha pembatikan kecil-kecilan.

IJ Kasimo kerap membantu ibunya melayani pelanggan di warung, mengerok batik, menemaninya ke pasar, membuat teh untuk ayahnya, dan menimba air untuk mandi.

Selain feodalisme, IJ Kasimo dilahirkan di zaman kolonialisme dimana kebijakan pemerintah Hindia Belanda difungsikan untuk kemakmuran bangsa lain.

IJ Kasimo juga merupakan seseorang yang gemar membaca.

Ia sering meminjam buku-buku milik ayahnya yang bekerja di Keraton.

Setiap malam ia selalu membaca buku tentang Babad Ramayana.

Karena ia juga lancar bahasa belanda, maka kemampuan bacaan IJ Kasimo semakin luas.

Ia sering mempelajari buku bacaan dari bahasa Belanda yang berhubungan dengan pengetahuan ekonomi dan sosial.

Di daerah Muntilan, ia selalu membaca majalan Sworo Tomo, yaitu terbitan forum komunikasi alumni Kolese Xaverius Muntilan.

Di sekolahnya, IJ Kasimo ikut bergabung dalam klub diskusi pimpinan Mas Soejoet, Guru Bahasa Jawa.

Beberapa buku-buku yang memantik nasionalisme IJ Kasimo adalah seperti karangan de Bruijn yang berjudul Sociologische Beginselen / Prinsip-prinsip Sosiologi yang dalam salah satu bagian tulisannya mengatakan bahwa pemerintah terbaik sebaiknya berasal dari masyarakat itu sendiri.

Kemudian buku karangan seorang imam Karmelit, De. Llovera dan terjemahan Dr. Drieschen berjudul Katholieke Maatschappijleer atau Ajaran Sosial Katolik.

Selanjutnya tentu karangan-karangan dari Pastor van Lith.